THE FIRST TIME IN HISTORY DAN KEADILAN PAJAK
Oleh: Lindarto Akhir Asmoro, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Saya sambut dengan perasaan yang sangat istimewa karena selama saya jadi Menteri Keuangan dan di bank dunia, hari ini BPS umumkan tingkat kemiskinan 9,82%, the first time in the history Indonesia tingkat kemiskinannya di bawah 10%,” kata Sri Mulyani dalam acara Perayaan 10 tahun PT Adaro Energy Tbk melepas saham ke publik, di Hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta, Senin malam (16/7/2018) yang dilansir dari harian nasional detik finance.
Setelah membaca berita ini, teman memancing saya pun bergurau, “Memang benar angka kemiskinan di indonesia turun, turun tumurun dari bapak ke anak, dari anak ke anaknya lagi sampai tujuh turunan.” Teman lainya menimpali, “Benar turun lho tingkat kemiskin di indonesia, sisanya benar benar turun menjadi di bawah garis kemiskinan.” Ini hanya guyonan warung kopi dan gardu ronda.
Apapun itu kita perlu mengapresiasi pencapaian ini. Suatu prestasi yang luar biasa bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia tinggal 9.82 %. Artinya di indonesia hanya ada orang miskin sejumlah 25,95 juta jiwa dari 254,338 juta penduduk Indonesia. Hal ini dapat diartikan juga bahwa 228,388 juta rakyat indonesia telah terbebas dari kemiskinan. Dengan jumlah penduduk yang tidak lagi miskin lebih dari 90 % seharusnya indonesia bisa manjadi negara maju dan dapat berbicara di perekonomian dunia.
Terlepas dari parameter apa yang digunakan untuk menilai tingkat kemiskinan oleh BPS, berita tersebut dapat menjadi sebuah kabar gembira bagi petugas pajak di seluruh Indonesia. kabar gembira pertama tentulah keberhasilan pemungutan pajak di indonesia dapat digunakan secara optimal yang berimbas pada turunnya angka kemiskinan di Indonesia. Yang kedua adalah tugas dari petugas pajak di indonesia “sedikit” berkurang, karena rakyat yang harus disubsidi berkurang dan jumlah pembayar pajak berpotensi bertambah. Semoga saja potensi pertambahan pembayar pajak sesuai dengan penurunan angka kemiskinan yang mencapai 633 ribu jiwa dari 26,58 juta jiwa di periode September 2017 menjadi 25.95 juta jiwa di periode Maret 2018. Semoga saja dan kita berdoa bersama-sama.
Angka 633 ribu sangatlah besar bagi DJP. Kita ambil contoh jumlah wajib pajak KPP Pratama Tuban kurang lebih 77 ribu. Dengan angka 633 ribu, jumlah tersebut mencapai 9 kali jumlah wajib pajak KPP Pratam Tuban. Jika diasumsikan pencapaian target KPP Pratama Tuban pada tahun 2017 sebesar 525 miliar, dapat kita bayangkan terdapat potensi pajak sekurang-kurangnya sebesar 4.725 miliar. Kecil dibanding pencapaian target penerimaan nasional tahun 2017 tapi jumlah tersebut hampir menyamai penerimaan Kanwil Sumatra Utara II sebesar Rp4.888 milyar, Wow!
Tapi apakah kita tega memungut pajak kepada semua orang yang dianggap tidak miskin lagi? Dengan pertanyaan ini saya teringat dengan cerita menteri keuangan Perancis pada masa Raja Louis XIV yaitu Etienne de Silhouette. Pada saat itu Perancis mengalami krisis keuangan akibat Raja Louis XIV yang boros. Karena keuangan negara defisit maka raja memerintahkan menteri keuangan untuk memungut pajak dari rakyat. Setiap sore sang menteri berkeliling ke desa-desa untuk mencari potensi dan memungut pajak. Karena semua hal sudah dikenai pajak, pintu rumah yang terlihat bagus pun dikenai pajak, hingga untuk menikmati sore di depan rumah rakyat Perancis harus menutup pintu dan jendela agar tidak dilihat menteri keuangan untuk dikenai pajak. Sehingga rakyat sangat benci dengan menteri ini. Karena sangat bencinya rakyat, media Perancis menggambarkan menteri ini hanya dengan bayangan hitam yang saat ini kita kenal dengan siluet.
Sumber:http://www.pajak.go.id/article/first-time-history-dan-keadilan-pajak
SH
Comments :