Oleh: Ahmad Dahlan, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Konon, lahirnya ketentuan mengenai PPh Final untuk UMKM karena adanya keluhan sebagian masyarakat mengenai rumitnya menghitung pajak. “Kami sebenarnya tidak keberatan membayar pajak, tapi tidak tahu bagaimana menghitungnya. Kalau bisa disederhanakan saja.” Begitu kira-kira keluhan itu.

Keluhan itu kemudian didengar oleh pemerintah, maka terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013. Berdasarkan ketentuan tersebut, penghitungan Pajak Penghasilan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat sederhana, yaitu 1% dari peredaran bruto setiap bulan.

Peraturan itu kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Dalam peraturan yang berlaku mulai 1 Juli 2018 itu, tarif yang semula 1% diturunkan menjadi 0,5%. Dengan diturunkannya tarif PPh Final tersebut, diharapkan akan semakin banyak masyarakat yang ikut berkontribusi membangun negeri dengan cara membayar pajak.

Menurut Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, untuk tahun 2017, jumlah pembayar UKM kurang lebih 1,5 juta. Dengan diturunkannya tarif PPh Final menjadi 0,5% diperkirakan akan meningkat jumlah basis WP UKM bertambah 50% sampai dengan akhir tahun 2018 ini.

Lalu, bagaimana dengan kewajiban pelaporan WP UMKM itu? Apakah ada penyederhanaan formulir?

Sebagaimana kita ketahui, bahwa kewajiban wajib pajak itu tidak hanya membayar pajak, ada juga kewajiban pelaporan SPT. Untuk WP UMKM, setelah menyetorkan pajak sebesar 1% (atau 0,5% sejak 1 Juli 2018), diharuskan melaporkan SPT Tahunan, paling lambat 31 Maret tahun berikutnya untuk WP Orang Pribadi atau 30 April untuk WP Badan.

Pasca diberlakukannya kedua peraturan pemerintah di atas, tidak ada aturan turunannya yang mengatur secara khusus mengenai bentuk formulir SPT Tahunan bagi WP yang menggunakan tarif final itu. Dengan demikian, kewajiban pelaporan WP UMKM tetap menggunkan formulir SPT Tahunan sebagaana diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-34/PJ/2010 sebagaimana diubah terakhir dengan Per-30/PJ/2017, yaitu menggunakan form 1770 untuk WP OP atau 1771 untuk WP Badan.

Formulir 1770, terdiri dari 9 lembar termasuk lampiran, sementara formulir 1771 terdiri dari 25 lembar termasuk lampiran khusus. Bagi WP yang menggunakan tarif PPh final, sebagian besar dari formulir tersebut tidak diperlukan. Meskipun tidak diperlukan, untuk lembar inti wajib diisi (bagian identitas) dan dilampirkan oleh wajib pajak. Untuk lembar lampiran khusus, memang tidak wajib diisi seluruhnya, tapi tiap tahun dicetak secara lengkap dan masal.

Bagi wajib pajak sendiri, melihat banyaknya lembar yang harus diiisi (meskipun sebenarnya tidak perlu), sudah shock duluan. Mereka tergopoh-gopoh mendatangi petugas pajak dengan formulir di tangan yang masih kosong melompong. Sementara bagi pemerintah, banyaknya formulir yang tidak diperlukan tetapi dicetak masal itu, jelas suatu pemborosan. Padahal konon katanya, pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran.

Waktu masih sering jaga piket SPT, saya suka sedih membuang-buang lembar formulir yang tidak terpakai itu.

Formulir untuk PPh final sebenarnya bisa disederhanakan menjadi 2 atau 3 lembar saja. Lembar pertama untuk penghitungan penghasilan yang 1% atau 0,5% itu, sekaligus untuk melaporkan jumlah harta dan hutang seperti halnya pada formulir 1770SS. Lembar kedua untuk rekapitulasi peredaran usaha. Untuk WP Badan dapat ditambah lembar susunan pengurus dan daftar pemegang saham. Untuk WP yang daftar harta dan hutangnya banyak, bisa disarankan menggunakan lampiran tersendiri.

Memang sejak beberapa tahun terkahir sudah ada alternatif pelaporan SPT melalui internet atau e-Filing. Untuk WP pengguna formulir 1770 dan 1771, agar dapat menggunakan aplikasi e-Filing, maka pengisian SPT-nya harus menggunakan e-Form.

E-form, merupakan formulir SPT elektronik berbentuk file dengan ekatensi .xfdl yang pengisiannya dapat dilakukan secara offline menggunakan Aplikasi Form Viewer yang disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Setelah SPT Tahunan dibuat secara offline, WP bisa langsung mengunduh SPT-nya secara daring via DJP Online.

Dengan diwajibkannya pelaporan SPT secara daring (melalui e-Filing) bagi Aparatur Sipil Negara, Prajurit TNI dan Anggota POLRI, setiap tahun menjelang batas akhir penyampaian SPT terjadi kelambatan lalu lintas e-Filing. Hal ini dikarenakan jaringan internet yang lambat dan beban server yang berat. Ditambah dengan diberikannya alternatif bagi WP usawan menggunakan e-Filing, menambah lambatnya lalu lintas tersebut.

Dengan penyederhanaan bentuk formulir SPT Tahunan untuk PPh Final diharapkan dapat membantu efisiensi anggaran dan memperlancar lalu lintas e-Filing. Maka, mari kita tunggu aturannya.

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pph-final-umkm-menunggu-penyederhanaan-laporan-spt-nya

SH