Oleh: Hepi Cahyadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Liburan sekolah tahun 2018 ini kami berkesempatan melakukan travelling ala backpacker. Sungguh suatu pengalaman yang tak akan terlupakan enam hari mengunjungi enam kota berangkat dari Surabaya menuju Jakarta, Singapore, Johor Bahru, Malacca, Kuala Lumpur dan terakhir Putra Jaya. Sebelum berangkat dua putri kami (8 dan 10 tahun) mendapat briefing secukupnya selama perjalanan nanti. Semacam konsesus, pembekalan atau doktrin agar dapat dipahami bersama demi kenyamanan bersama. Doktrin pertama adalah “Tidak boleh mengeluh”, kedua : “setiap saat harus senyum”, ketiga : “setiap orang bertanggung jawab terhadap tasnya sendiri”. Dari tiga perjanjian itu kami membuat semacam tagline yang kami ucapkan bersama layaknya tim sepakbola yang akan memasuki lapangan dengan menumpuk telapak tangan bersama ditengah, serata berucap, “Senyummm, Semangattt, Senanggg!!

Kali pertama menginjakkan kaki di Singapore kesan yang terlintas adalah kota yang bersih, tertib, tertata, dan modern, wajar kalau sekelas Presiden Amerika Serikat Donal Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un memilih Singapore sebagai tempat bertemu. Stasiun MRT Singapore memudahkan mobilitas manusia ke semua destinasi. Beberapa moda transportasi MRT antara lain East West Line, North South Line, Circle Line dan Bukit Panjang LRT semua terkoneksi seperti jalur Busway Jakarta, hanya yang membedakan Stasiun MRT Singapore sudah bersusun hingga 3 lantai di bawah tanah.

Keindahan obyek wisata Singapore tak terbantahkan berkelas dunia, sebut saja komplek Marina Bay, Universal studio, Marlion Park, Pulau sentosa dll. Negara Kota yang hanya seluas Pulau Batam tak sebanding (apple to apple) jika dikomparasi dengan Indonesia atau Malaysia yang mempunyai rentang kendali yang lebih luas. Karena alasan tersebut tulisan ini tidak akan membahas komparasi data dan fakta secara normative seperti Tax Ratio,dll, namun akan lebih menuturkan pengalaman selama backpacker yang mungkin dapat diaplikasikan dalam reformasi perpajakan yang saat ini sedang bergulir sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 “Tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan” yang baru saja ditandatangani Presiden Joko Widodo tanggal 3 Mei 2018.

Reformasi perpajakan dapat diibaratkan sebagai Travelling. Keduanya membutuhkan persiapan matang, schedule, timetable, dan itinerary agar semua rencana dapat dieksekusi tepat waktu.  Sesuai Perpres 40/2018 Bab II Pelaksanaan Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan, Pasal 2 angka 2 menyatakan bahwa pembaruan sistem administrasi perpajakan meliputi :

  1. Organisasi
  2. Sumber Daya Manusia
  3. Peraturan Perundang-undangan
  4. Proses Bisnis; dan
  5. Teknologi Informasi dan Basis Data

Dari lima pembaruan tersebut di atas, ada dua hal pokok yang dapat ditarik benang merah antara reformasi perpajakan dan travelling backpacker, yakni : Sumber Daya Manusia dan Tekhnologi Informasi dan Basis Data.

Seperti pembukaan artikel ini, backpacker yang kami lakukan pesertanya hanya 4 orang. Jumlah yang sangat sedikit jika dibanding peserta reformasi perpajakan yang membawa lebih dari  42.599 orang* (*data Jumlah Pegawai DJP sesuai data Biro Kemenkeu per 1 Juli 2018). Backpacker yang hanya membawa empat orang membuat kami lincah bergerak dan bermobilisasi dari tempat satu ke tempat wisata lainnya. Dengan jumlah yang sedikit itu pula kami mudah mengambil keputusan, karena tidak banyak kepentingan yang bersinggungan. Dapat dibayangkan betapa rumit sebuah pekerjaan mengatur manusia dalam organisasi yang sedang berreformasi. Tentang kompetensi, pola mutasi, dll. Bisa jadi akibat reformasi perpajakan pekerjaan yang dulunya dilakukan oleh manusia secara konvensional akan digantikan oleh sistem secara sistem digital.

Kelak setelah reformasi bergulir DJP hanya membutuhkan keahlian pegawai yang belum tergantikan oleh sistem. Sekadar mencetak STP atau mencetak himbauan harusnya secara sistem sudah dapat dilakukan secara terotomatisasi. Boleh jadi jumlah pegawai DJP sekelas eselon I yang tambun saat ini akan dipangkas menjadi organisasi yang langsing dan mudah bergerak. Reformasi menghadirkan sebuah peluang sekaligus tantangan.

Penulis tidak lahir di zaman generasi milenial, namun ada sebuah pengalaman menarik selama backpacker, terkait teknologi informasi. Kami tidak bisa membayangkan seandainya backpacker tidak membawa smartphone. Pesan taksi tinggal pencet aplikasi GRAB (*Gojek belum tersedia di Singapura dan Malaysia). Cari informasi tempat makanan, ATM terdekat tinggal buka Google Info. Mengukur jarak tempuh, apakah layak dengan berjalan kaki tinggal buka Google Maps. Penjemputan GRAB yang presisi sesuai tag di map memudahkan kami yang membawa tas ransel besar, bisa dibayangkan jika harus mencari angkutan umum di suatu titik penjemputan yang belum pasti.

Dengan aplikasi GRAB waktu tunggu penjemputan juga tertera dilayar jika kendaraan mengalami kemacetan, bisa cancle atau tetap menunggu sehingga efisiensi waktu sangat mudah dikelola. Armada GRAB di Singapura kebanyakan sedan Camry atau Accord terbaru, sungguh dilayani seperti seorang pejabat. Ketika berpindah dari Singapura ke Johor Bahru mata uang yang dikenakan GRAB berubah otomatis dari SGD menjadi RM. Tulisan ini tidak sedang beriklan tentang GRAB namun kemudahan dan kemanfaatan aplikasi pintar semacam itu layak diadopsi dan disematkan pada aplikasi e-Tax payer Account yang kini sedang dikembangkan DJP. Aplikasi yang memudahkan kepentingan dan memanusiakan manusia.

Harapan kami aplikasi e-tax payer account nantinya minimal seperti aplikasi GRAB. Manakala wajib pajak ingin melaksanakan kewajiban perpajakan atau membutuhkan konsultasi  atau asistensi seputar perpajakan, maka aplikasi e-Tax akan menuntun WP menunjukkan lokasi KPP terdekat, tak perlu datang ke KPP tempat WP terdaftar. E-Tax menampilkan jam berapa WP bisa dilayani atau menetukan waktu kunjungan (appointment), WP tak perlu antri manual berjam jam seperti saat ini ketika datang laporan atau ke helpdesk. Untuk pembayaran pajak WP tak harus repot membuat e-billing kemudian datang ke bank/kantor pos, namun secara secara otomatisasi pembeyaran pajak menggunakan e-money tersedia di e-Tax. Hal  ini sejalan dengan Perpres 40/2018 Pasal 6 yang antara lain mengamanatkan untuk menyederhanakan proses bisnis dan mengembangkan proses bisnis yang berbasis teknologi informasi.

Mengaca pada sistem transportasi di Singapura, mungkin Jakarta butuh puluhan tahun lagi untuk menjadi seperti Singapura saat ini. Pun juga demikian dengan proses reformasi perpajakan yang sekarang mulai digulirkan sejak 3 Mei 2018, tak semudah membalikkan telapak tangan, tak seperti kisah rorojongrang yang hanya semalam selesai membuat candi. Butuh dana yang tak sedikit dan waktu yang tak singkat, namun bertahan pada sistem perpajakan yang sudah usang bukanlah sebuah pilihan. DJP harus bangkit menggeliat selangkah lebih depan.

Tanpa bermaksud menafikkan bangsa sendiri, yang belum pernah backpacker ke tetangga sebelah, mari kita sesekali  lihat negara sebelah yang luasnya hanya sepelemparan batu itu.  Laju jalan tangga jalan (elevator) nya lebih cepat dari kebanyakan elevator di Indoensia. Penetapan Waktu Internasionalnya pun lebih cepat satu jam dari Waktu Indonesia Bagian Barat, padahal Singapura letaknya lebih barat dari Jakarta. Hal tersebut selaras dengan nafas reformasi perpajakan, DJP harus cepat berubah, lebih cepat menyesuaikan laju teknologi agar tidak jauh tertinggal dengan laju peradaban.

Reformasi Perpajakan adalah sebuah keniscayaan apabila kita ingin tetap hidup di zaman milenial yang serba digital. Walaupun kita tidak tahu kapan selesai dan berapa pasti daya upaya dan biaya yang dibutuhkan, paling tidak hari ini Perpres 40/2018  telah memulai sebuah proses panjang reformasi perpajakan itu. Penguatan mental pegawai secara internal perlu dilakukan di awal reformasi seperti saat ini. Seperti saat akan melakukan backpacker, briefing diharapkan mampu memberi doktrin kesiapan pegawai untuk siap melakukan reformasi.

Seperti halnya keinginan Travelling, jika kita tidak memulai membuat passport dan mulai mencari tiket pesawat, maka keinginan melakukan backpacker hanya akan abadi sebatas angan!!

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/backpacker-dan-reformasi-pajak

SH