Oleh: M Syarif Mansyur, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Percayalah, nuansa hati sebagian petugas pajak akan selalu campur aduk di setiap kemunculan berita penangkapan terduga oknum pelaku korupsi, baik oleh kepolisian, maupun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Ada perasaan lega karena fungsi penegakan hukum di negeri kita kian membaik, namun hal ini senantiasa meninggalkan ruang kecil harap-harap cemas tentang gairah kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara negara, terutama dalam hal pembayaran pajak. “Untuk apa kami membayar pajak kalau nantinya tau-tau dikorupsi?” … dan seterusnya… dan seterusnya…

Pemberitaan operasi tangkap tangan yang kian bertambah setiap harinya memberikan sebuah sinyal baik tentang perbaikan penegakan hukum di negeri kita secara terus-menerus. Ada sebuah harapan positif di sana, bahwa oknum penyelenggara negara akan berpikir sekian kali setiap berniat akan menyalahgunakan wewenang atau keuangan negara yang terkumpul dari partisipasi rakyat.

Mencari rezeki itu tidak mudah, apalagi mencari pajak dari rezeki yang tidak mudah tersebut, sungguh tidak mudah. Maka, jangan heran ketika segenap bangsa akan marah dengan segala bentuk penyelewengan uang negara.

Lalu, apakah upaya memboikot pajak dapat mengurangi perilaku koruptif di negeri ini?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organisasi independen anti rasuah yang menjadi harapan dan pujaan hati semua rakyat yang lelah dengan penyakit mental yang tidak berkesudahan ini. Semua institusi penegakan hukum juga telah mereformasi SDM dan meningkatkan pengawasan internal mereka. Yang tidak banyak masyarakat sadari, ketika masyarakat merebahkan harapan mereka pada aparat penegakan hukum, ada biaya yang harus dikeluarkan oleh negara. Biaya itu bersumber dari partisipasi pajak semua masyarakat.

Penerimaan negara dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 diproyeksi sebesar 1894,7 triliun rupiah. 85 persen dari total pendapatan tersebut bersumber dari sektor perpajakan, yakni sejumlah 16118,1 triliun rupiah. Sebagaimana yang kami sebutkan sebelumnya, dalam rangka menyelenggarakan penegakan hukum di Indonesia, pemerintah harus mengeluarkan belanja untuk membiayai operasional penegakan hukum.

Berikut biaya operasional institusi penegakan hukum untuk tahun 2018:

  1. Polri sebesar 77, 8 triliun rupiah
  2. Mahkamah Agung sebesar 8, 3 triliun rupiah
  3. Kejaksaan RI sebesar 5, 5 triliun rupiah
  4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar 2, 8 triliun rupiah
  5. KPK sebesar 790 milliar rupiah

Jika dijumlah, maka total anggaran penerimaan yang harus dikeluarkan di tahun ini oleh negara untuk menjamin kepastian hukum dan pemberantasan korupsi paling tidak sebesar 95, 19 triliun rupiah.

Dalam bentuk prosentase, porsi belanja negara untuk penegakan hukum sebesar kurang lebih 5%. Anda menilai jumlah ini kecil? Anda menginginkan peningkatan kualitas pengawasan dan penegakan hukum? Anda ingin membantu proses pemberantasan korupsi? Maka tidak ada aksi yang lebih baik daripada tingkatkan jumlah pembayaran pajak Anda.(*)

Pajak dan Gempita Operasi Tangkap Tangan

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pajak-dan-gempita-operasi-tangkap-tangan

SH