Oleh: Hartono, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pemungutan pajak atas pengumpulan telur penyu di pulau Sipadan dan Ligitan oleh Inggris sejak 1930 menjadi dasar alasan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) untuk memberikan kedua pulau tersebut kepada Malaysia. Belajar dari lepasnya kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, kedaulatan Negara dibuktikan adanya pemungutan pajak dalam suatu wilayah.

Pulau Sipadan (luas 50.000 meter2) dan Ligitan (luas 18.000 meter2) terletak di selat Makasar (antara pulau Kalimantan dan Sulawesi). Lokasi kedua pulau berada di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia sehingga kedua Negara mengakui bahwa kedua pulau tersebut adalah miliknya.

Sesuai prinsip dalam hukum internasional, yaitu “Uti Possidetis Juris”, batas wilayah Negara baru mengikuti batas-batas wilayah asli dari penjajah. Batas Indonesia – Malaysia secara umum berdasarkan Perjanjian Inggris dengan Balanda tahun 1891, 1915, dan 1928 yang dilatarbelakangi pertikaian pada waktu itu dalam perebutan pengaruh kolonial di Kalimantan.

Indonesia dan Malaysia bersengketa wilayah laut sejak 1976 atas pulau Sipadan (luas 50.000 meter2) dan Ligitan (luas 18.000 meter2) yang terletak di selat Makasar (antara pulau Kalimantan dan Sulawesi). Kedua Negara pada 31 Mei 1997 menandatangani kesepakatan untuk mengajukan kasus ini ke ICJ yang bersifat voluntary dan menerima apapun hasilnya. Keputusan ICJ bersifat “final and binding” atau final tanpa banding seperti MK di Indonesia.

Indonesia menyampaikan bukti bahwa Belanda pernah berpatroli di kedua pulau tersebut yang dapat dijadikan asumsi Belanda telah masuk di kedua pulau ini. Bukti lainnya adanya 3 konvensi antara Belanda – Inggris tahun 1891, 1915, dan 1928 yang mengatur batas wilayah di Kalimantan dan menarik garis 3 mil laut dari titik pantai,  namun hakim ICJ menolak dengan alasan hanya mengatur batas wilayah darat.

Malaysia juga menyodorkan bukti berupa adanya mercusuar di pulau itu yang bertuliskan “dibangun oleh Inggris” dan perjanjian antara Sultan Sulu (Serawak – Kalimantan utara) dengan Inggris, namun ditolak oleh hakim ICJ.

Akhirnya pada 17 Desember 2002, ICJ bersidang di Den Haag, Belanda untuk memutuskan sengketa wilayah kedua Negara serumun itu.  Hasil voting dari 17 hakim di lembaga itu, 16 hakim memenangkan Malaysia dan 1 hakim menyatakan dissenting opinion.

Para hakim beralasan karena Inggris (penjajah Malaysia) telah secara nyata berdaulat dan melakukan tindakan administrative di pulau itu dengan menerbitkan ordonansi (peraturan pemerintah) perlindungan satwa burung dan pemungutan pajak pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930.

Kekalahan Indonesia karena kurangnya bukti historis adanya kedaulatan Belanda dalam menjalankan fungsinya sebagai pemerintahan Negara pada masa itu. Mahkamah Internasional tahu, dahulunya Belanda adalah pemilik kedua pulau itu, namun Belanda tidak melalukan tindakan nyata apapun di kedua pulau itu.

Negara merupakan suatu wilayah yang memiliki aturan bagi individu (rakyat) dalam wilayah tersebut dan berdiri pemerintahan yang independen. Aturan dan pemungutan pajak merupakan bukti kehadiran kedaulatan sebuah Negara.

Kewajiban bagi rakyat adalah membela Negara dan mentaati peraturan yang berlaku termasuk peraturan pajak. Pungutan tanpa aturan adalah pungli.

Sesuai asas kebangsaan, rakyat harus membayar pajaknya kepada Negara asalnya dan tidak peduli di manapun ia hidup. Sedangkan menurut asas sumber, Negara berhak memungut pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh dari wilayah Negara itu tanpa melihat di mana wajib pajak itu tinggal atau dari mana wajib pajak tersebut berasal.

Pajak bersifat memaksa untuk menegakan keadilan kepada seluruh warga negara. Membayar pajak sebagai bukti adanya ketundukan rakyat kepada pemerintah yang sah dengan mengikuti peraturan yang berlaku.

Selain untuk sumber penerimaan dan mengatur ekonomi Negara, pajak juga berfungsi untuk menjaga kedaulatan Negara. Oleh karena itu, Indonesia memiliki kantor administrasi pajak di wilayah terpencil dan di pulau-pulau di perbatasan wilayah dengan Negara tetangga. Tujuan pendirian kantor tersebut bukan untuk penerimaan pajak semata namun juga sebagai penjaga perbatasan.(*)

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pajak-bukti-kehadiran-negara

SH