Keterbatasan Akuntansi Keuangan Tradisional

Sebelum pemberlakuan section 299 (1) (f) dari The Corporation Law, banyak perusahaan di Australia yang memilih untuk tidak mengungkap informasi mengenai denda akibat pelanggaran peraturan lingkungan.

Akuntansi keuangan sering dikritisi sebagai sebuah disiplin yang tidak mempedulikan aspek “eksternalitas” yang disebabkan oleh organisasi/perusahaan. Ekstrenalitas dapat didefinisikan sebagai dampak yang diakibatkan oleh beroperasinya organisasi/perusahaan terhadap pihak-pihak eksternal organisasi/perusahaan tersebut, yang tidak hanya terbatas kepada manusia/masyarakat. Pihak-pihak eksternal tersebut sangat mungkin tidak mempunyai hubungan secara langsung dengan organisasi/perusahaan tersebut.

Beberapa dampak eksternal tersebut berkaitan dengan implikasi sosial dan lingkungan dalam laporan pertanggungjawaban organisasi/perusahaan dan termasuk di dalamnya adalah dampak terhadap kesehatan yang disebabkan oleh polusi yang dihasilkan oleh organisasi/perusahaan tersebut, kecelakaan konsumen akibat mengkonsumsi produk, atau dampak sosial yang diakibatkan oleh penghematan-penghematan yang berkaitan dengan tenaga kerja (misalnya efisiensi tenaga kerja). Pendek kata akuntansi keuangan tradisional yang telah mengabaikan eksternalitas dalam pelaporan keuangan mempunyai karakteristik berikut ini:

  • Cenderung berfokus pada kebutuhan informasi bagi para pemegang saham yang hanya berkepentingan kepada masalah finansial;
  • Menerapkan konsep materialitas;
  • Mengadopsi praktik pendiskontoan utang/kewajiban;
  • Mengaplikasikan asumsi business entity;
  • Tidak memasukkan biaya dari dampak-dampak terhadap sumber daya yang di luar kendali organisasi/perusahaan;
  • Mengadopsi konsep keterukuran (measurability).

Fokus pada Pemegang Saham

Akuntansi keuangan berfokus pada penyediaan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya yang optimal. Hal tersebut berarti bahwa fokus akuntansi keuangan terbatas kepada para pemegang saham yang berkepentingan terhadap kinerja keuangan organisasi/perusahaan, dan sebagai konsekuensinya maka informasi yang disediakan oleh akuntansi keuangan bersifat finansial dan ekonomi. Tujuan pelaporan keuangan pada umumnya adalah menyediakan informasi bagi para pemakai laporan keuangan untuk membantu mereka dalam pengambilan keputusan alokasi sumber daya yang terbatas. Tujuan sempit tersebut (pada umumnya dinyatakan dalam rangka acuan konseptual pelaporan keuangan) telah membawa efek terhadap penolakan dan pembatasan terhadap akses informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai kepentingan finansial organisasi/perusahaan.

Tetapi bagaimanapun juga, kita layak memberikan penghargaan kepada beberapa organisasi/perusahaan yang telah secara suka rela mengungkapkan informasi kinerja sosial dan lingkungannya kepada publik melalui laporan tahunan perusahaan. Publikasi seperti The Corporate Report (yang diterbitkan pada tahun 1975 oleh stering komite standar akuntansi dari Institute of Chartered Accountants di Inggris dan Wales) telah menunjukkan secara jelas bahwa kinerja keuangan dan non keuangan dari sebuah organisasi/perusahaan sebaiknya diungkap dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang lebih luas daripada sekadar kepada pihak yang berkepentingan terhadap informasi finansial saja. Dalam paragraf ke-25 The Corporate Reportdinyatakan seperti berikut:

The public’s right information arises not from a direct financial or human relationship with the reporting entity but from the general role played in our society by economic entities. Such organisations, which exist with the general consent of community are afforded special legal and operational previleges, they compete for resources of manpower materials and energy and they make use of community owned assets such as roads and harbours.

Konsep Materialitas

Berkaitan dengan fokus informasi akuntansi keuangan tradisional yang ditujukan kepada para pemegang saham, salah satu konsep utama akuntansi keuangan adalah materialitas. Konsep materialitas ini telah menghambat pengembangan pelaporan kinerja sosial dan lingkungan, misalnya karena sulitnya kuantifikasi atau pengukuran biaya-biaya sosial dan lingkungan, sehingga biaya-biaya tersebut dianggap tidak material.

Materialitas itu sendiri merupakan konsep yang banyak memerlukan pertimbangan profesional dalam praktiknya. Dalam menentukan suatu transaksi material atau tidak, maka para akuntan lebih banyak menggunakan pertimbangan-pertimbangan profesional. Secara umum, informasi akan dianggap material jika penghilangan informasi tersebut, kesalahan dalam mengukur informasi tersebut, atau tidak diungkapkannya informasi tersebut akan menyebabkan dampak potensial kesalahan di dalam:

  • Pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya yang terbatas oleh para pemakai informasi; atau
  • Terbebasnya manajemen dari akuntabilitas organisasi/perusahaan yang dikelolanya.

Karena penafsiran konsep materialitas sangat tergantung kepada pertimbangan profesional, maka organisasi profesi akuntansi di sebuah negara biasanya menyediakan pedoman dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh, di Australia, pedoman tersebut tertuang dalam AASB 1031 (Australian Accounting Standards Boards) yang menentukan bahwa suatu jumlah dikategorikan material jika jumlahnya lebih dari 10% dari jumlah total ekuitas/modal perusahaan, atau dari jumlah aktiva/utang, atau 10% dari total laba/rugi. Jika suatu jumlah dipertimbangkan tidak material, maka tidak perlu diungkap dalam laporan keuangan organisasi/perusahaan, sayangnya, jika suatu transaksi atau kejadian ekonomi/non ekonomi tidak bisa dikuantifikasi atau diukur (misalnya kasus-kasus eksternalitas sosial dan lingkungan) maka hal tersebut dianggap juga tidak material bagi organisasi/perusahaan dan tidak perlu diungkap dalam laporan pertanggungjawaban manajemen. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep materialitas tidak relevan dengan pengungkapan informasi kinerja sosial dan lingkungan suatu organisasi/perusahaan.

Kinerja sosial dan lingkungan suatu organisasi/perusahaan sangat berbeda dengan kinerja keuangan organisasi/perusahaan tersebut. Para akuntan telah terkondisikan oleh pendidikannya dan pelatihan yang diperolehnya dalam memahami konsep materialitas untuk menentukan apakah suatu perusahaan-perusahaan di Inggris, Gray et al . (1998) menemukan bahwa banyak perusahaan di Inggris yang sering hanya sedikit menyediakan informasi, atau malah tidak sama sekali menyediakan informasi biaya lingkungan karena pengeluaran untuk biaya lingkungan dianggap tidak material.

Sebelum pemberlakuan section 299 (1) (f) dari The Corporation Law, banyak perusahaan di Australia yang memilih untuk tidak mengungkap informasi mengenai denda akibat pelanggaran peraturan lingkungan, karena denda tersebut hanya berjumlah $1000 dan jumlah tersebut dianggap tidak material. Tetapi hal yang mengungkap informasi tentang penghargaan lingkungan yang diperolehnya, walaupun penghargaan tersebut tidak berkaitan dengan kinerja keuangannya.

Konsep materialitas memang merupakan konsep yang dapat diinterprestasikan secara sangatsubyektif. The Global Initiative (yang akan dibahas di bagian selanjutnya bab ini), memberikan komentar penting tentang materialitas berikut ini:

The application of the materiality concept to economic, environment, and social reporting is more complex than in financial reporting. In contrast to financial reporting, percentage-base or other precise quantitative materiality yardsticks will seldom be appropriate for determining materiality (for sustainability reporting purpose). Instead, materiality is heavily depended upon the nature and circumstances of an item or event, as well as its scale magnitude. For example, in environment (such as a watershed or airshed) will be just one among several factors in the materiality of the release of one tonne or one kilogram of waste, air emissions or effluent. Similarly, health and safety information is likely to be of considerable interest to sustainability report users despite its typical insignificance in traditional financial accounting terms.

Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 91-94.

Souce : http://keuanganlsm.com/keterbatasan-akuntansi-keuangan-tradisional/

msd