MEMAHAMI AKUNTANSI PERSEDIAAN DARI PERSPEKTIF FILSAFAT

Dalam menghadapi ketidakpastian dan effisiensi orang menyimpan barang melebihi kebutuhannya. Ayah menyimpan hasil panennya melebihi dari yang diperlukan. Adik  membeli kertas melebihi yang digunakan. Ibu membeli bumbu-bumbu dapur melebihi yang diperlukan agar dapat digunakan di hari berikutnya. Paman membeli kayu jati melebihi dari kebutuhan harian toko mebelnya. Bibi  membeli barang dagangan melebihi penjualan hariannya agar dapat dijual dihari berikutnya. Nenek membuat minyak goreng melebihi dari apa yang diperlukan agar dapat digunakan dihari selanjutnya.

Dokter praktek membeli perlengkapan medis habis pakai melebihi kebutuhan praktek hariannya. Petani membeli pupuk melebihi kebutuhan tanam agar dapat digunakan dimasa tanam berikutnya. Nelayan membeli jaring ikan melebihi kegunaanya agar dapat digunakan untuk memperbaiki jaring yang rusak. Sopir taksi membeli bensin melebihi kebutuhan hariannya agar dapat digunakan untuk operasional di hari berikutnya. Tukang bubur membeli beras melebihi kebutuhan dagang harianya agar dapat digunakan dihari selanjutnya. Tukang ukir kayu membeli kayu melebihi kebutuhan hariannya agar dapat digunakan untuk menghasilkan ukiran kayu dihari berikutnya. Dan pelukis membeli perlengkapan lukis melebihi dari dari apa yang diperlukan agar dapat digunakan saat melukis hari selanjutnya.

Begitu juga dalam perusahaan pabrikasi, perusahaan membeli bahan baku melebihi permintaan agar dapat digunakan dalam proses produksi  selanjutnya, dan memproduksi barang setengah jadi melebihi kebutuhan agar dapat digunakan dalam proses produksi berikutnya, serta memproduksi  barang jadi melebihi kebutuhan penjualan harian agar dapat memenuhi permintaan penjualan  hari selanjutnya.

 Dikantor, perusahaan membeli  alat tulis, kertas, tinta printer dan lainnya melebihi kebutuhan harianya agar effisien dan dapat digunakan untuk menunjang  operasional kantor berikutnya.

Kelebihan barang agar dapat digunakan dihari berikutnya, atau kelebihan barang agar dapat digunakan untuk kebutuhan proses produksi selanjutnya, atau kelebihan barang agar dapat dijual dihari selanjutnya menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield dinamakan persediaan (inventory). Kieso, Weygandt, and Warfield (2011: 408) mendefinisikan persediaan  adalah “inventories are asset items that a company holds for sale in the ordinary course of business, or goods that it will use or consume in the production of goods to be sold”.

Dunia  (2005: 137), mendifinisikan persediaan sebagai aktiva berwujud yang diperoleh perusahaan untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan dan yang diperoleh untuk diproses lebih dulu dan dijual.

Lam dan Lau (2009: 265) dalam IAS 2.6 mendifinisikan Inventories are defined as assets : (1) held for sale in the ordinary course of business, (2) in the process of production for such sale, or (3) in the form of material or supplies to be consumed in the production process or in the rendering of service.

Stice, Kousen, dan Stice (2004: 653), mengartikan persediaan adalah barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus perusahaan manufaktur, maka persediaan ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi.

Warren, Reeve, dan Fess (2006: 452), persediaan (inventory) digunakan untuk mengindikasikan (1) barang dagang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis perusahaan, dan (2) bahan yang digunakan dalam proses produksi atau disimpan untuk tujuan itu.

Mirza, Orrell, and Holt (2008: 27), Inventory an asset (a)  Held for sale in the normal course of business, (b) In the process of production for such sale, or (c) In the form of material or supplies to be used in the production process or in rendering of servises.

Dari beberapa pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah kelebihan barang yang dapat digunakan untuk kebutuhan berikutnya, atau kelebihan barang yang dapat  digunakan dalam proses produksi selanjutnya, atau kelebihan barang dagangan untuk dijual dihari berikutnya.

  1. Pengakuan Persediaan

Menurut Kieso, Weygandt, and Warfield (2011: 412), “Technically, a company should record purchase when it obtains legal title to the good. In practise, however, company records aquisitions when it reveived the good”. Kieso menyatakan pengakuan persediaan terbagi atas dua kondisi, pertama pengakuan persediaan saat terjadi transaksi pembelian dimana secara legal (sah) barang telah menjadi milik perusahaan.

Kedua persediaan diakui saat diperoleh (acquisition) berdasarkan kesepakatan perjanjian kedua belah pihak (penjual dan pembeli), misalnya barang dalam perjalanan. Perjanjian FOB Shiping Point menyatakan bahwa kepemilikan barang akan berpindah dari pembeli ke penjual saat barang berada dititik pengiriman (pelabuhan, atau masih digudang penjual). Perjanjian FOB Destination menyatakan bahwa kepemilikan barang berpindah dari penjual ke pembeli saat barang tiba digudang pembeli.

Menurut Weygandt, Kimmel, and Kieso (2013:266), bahwa pengakuan persediaan berdasarkan penentuan kepemilikan barang. “To determine ownership goods, two question must be answered: Do all the goods included in the count belong to company? Does the company own any goods that were not included the count”?. Persediaan barang yang dapat diakui oleh perusahaan adalah persediaan barang yang telah menjadi hak milik perusahaan dan tercatat dalam pembukuan perusahaan maupun barang yang menjadi hak milik perusahaan tetapi belum tercatat dalam pembukuan perusahaan.

Menurut Stice, Kousen, dan Stice (2004: 659, terjemahan), menurut aturan yang umum barang-barang yang diakui sebagai persediaan dari suatu usaha adalah yang memegang kepemilikannya secara hukum. Ketika aturan pengalihan hak tidak diketahui, maka laporan seharusnya memasukkan pengungkapan yang tepat untuk praktek yang khusus yang diikuti oleh faktor-faktor yang mendukung praktek tersebut.

Jadi berdasarkan pendapat para pakar diatas dapat disimpulkan bahwa pengakuan persediaan menjadi milik hak milik perusahaan pada saat terjadinya transaksi jual – beli atau karena adanya perjanjian perpindahan kepemilikan (acquisition right) antara kedua belah pihak.

  1. Metode Pencatatan Persediaan

Pendekatan mencatat nilai persediaan menurut Kieso, et al (2011: 409),  Stice, et al (2004:656), Weygant, et al (2013:269) terbagi dua  yaitu :

  • Sistem Pencatatan Persediaan Perpektual (Perpectual System)

“ A perpectual inventory system continuously track changes in the inventory account.” Dalam sistem pencatatan persediaan perpektual (sempurna) setiap perubahan kuantiti  nilai persediaan terus menerus diikuti artinya setiap terjadi penambahan (pembelian) akan menambah nilai persedian dan setiap pengurangan persediaan (penjualan) akan mengurangi nilai persediaan. Perubahan ini secara langsung mempengaruhi nilai persediaan yang dicatat dalam akun persediaan.

  • Sistem Pencatatan Persediaan Periodik (Periodic System)

“ Under a periodic inventory system, a company determines the quantity of inventory on hand only periodically, as the name implies.” Dengan sistem pencatatan persediaan periodik penentuan kuantiti dan nilai persediaan  dicatat secara periodik, misalnya satu bulan sekali atau satu periode akuntansi. Pada saat transaksi perolehan persediaan di debit rekening pembelian. Pada saat pengurangan persediaan karena penjualan, dikredit rekening penjualan.

Kemudian diadakan stock of name atau  dilakukan perhitungan kembali penambahan dan pengurangan kuantiti dan nilai persediaan selama periode tertentu kemudian dicatat nilai akhir persediaan di rekening persediaan (menggunakan jurnal penyesuaian).

Selama periode akuntansi perusahaan membeli barang persediaan dengan nilai yang berbeda-beda. Kemudian persediaan yang dikeluarkan dari gudang juga mengikuti arus yang telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan misalnya persediaan yang dibeli (masuk)  pertama akan dikeluarkan pertama, atau barang persediaan yang dibeli terakhir akan dikeluarkan pertama, atau barang dikeluarkan tidak mengikuti aturan tersebut (bebas mana saja).

Ada beberapa pendekatan dalam mencatat nilai persediaan berdasarkan arus biaya (cost flow assumption) menurut Kieso, Weygandt, and Warfield (2011: 420), yaitu :

  • Metode identifikasi khusus (Specific Indentification Method)

Metode identifikasi khusus akan mengidentifikasikan tiap-tiap barang terjual dengan nilai persediaan dari barang terjual tersebut. Umumnya digunakan perusahaan yang transaksi relatif sedikit tapi dengan nilai transaksi yang cukup besar, misalnya perusahaan perhiasan, dealer mobil, dan sebagainya.

  • Metode Rata-Rata (Average Cost Method)

Nilai barang persediaan yang dicatat sebagai nilai persediaan adalah nilai persediaan yang ada ditambah dengan nilai persediaan barang yang baru masuk. Kemudian nilai  harga pokok per unit barang persediaan  dihitung berdasarkan jumlah total cost persediaan dibagi dengan total jumlah persediaan yang ada.

  • Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (First In First Out)

Dalam metode ini barang persediaan yang masuk pertama akan dikeluarkan pertama dari gudang (tempat penyimpanan) dan harga pokok barangnya mengikuti harga pokok barang itu sendiri

  • Metode LIFO dalam IFRS tidak diperkenankan lagi.
  1. Pelaporan / Penyajian Persediaan

Persediaan dilaporkan sebagai asset menurut Kieso, Weygandt, and Warfield (2011: 408), “Inventory are asset item…..”. Dan menurut Pratt (2000:279) “……… for many companies inventory is both the largest current assets on the balance sheet.” Menurut Belkaoui (2009: 395) menyatakan: “ These current assets are classified in the balance sheet in order their decreasing liquidity. They are included cash, marketable securities, receivable, inventories, and prepaid expenses”.

Menurut Lam dan Lau (2009: 265) dalam IAS 2.6 mendifinisikan “Inventories are defined as assets……”. Menurut Mirza, Orrell, and Holt (2008: 27), “ Inventory an asset…..”. Dan menurut Dunia  (2005: 137), mendifinisikan persediaan sebagai aktiva berwujud.

Jadi dapat disimpulkan berdasarkan pendapat para ahli bahwa persediaan (inventory) dilaporkan sebagai asset lancar (current asset) dalam neraca (balance sheet). Dan persediaan dilaporkan pada urutan ke tiga dalam asset lancar sesuai dengan tingkat liquiditasnya.

  1. Kesimpulan

Dari beberapa pendapat para pakar diatas  dapat disimpulkan :

  • Pertama, bahwa persediaan adalah kelebihan barang yang dapat digunakan untuk kebutuhan berikutnya, atau kelebihan barang yang dapat digunakan dalam proses produksi selanjutnya, atau kelebihan barang dagangan untuk dijual dihari berikutnya.
  • Kedua, persediaan diakui menjadi hak milik perusahaan pada saat terjadinya transaksi jual – beli atau karena adanya perjanjian perpindahan kepemilikan (acquisition) antara kedua belah pihak.
  • Keempat, persediaan dilaporkan di kelompok asset lancar (current asset) di urutan ke tiga atau sesuai dengan tingkat liguiditasnya dalam neraca.
  • Kelima, dapat disimpulkan bahwa akuntansi persediaan adalah sistem informasi yang mengakui, mengukur dan mencatat serta melaporkan nilai transaksi persediaan secara sistematis kepada pihak – pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.

Daftar Pustaka

  • Belkoui, Ahmed Riahi (2009). Accounting Theory, International Edition.Orlando, Florida: Harcourt Brace & Company
  • Dunia, Firdaus.A. (2005). Ikhtisar Lengkap Pengantar Akuntansi. Depok: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
  • Kieso, D.E., Weygandt, J.J., and Warfield.T.D (2011). Intermediate Accounting, volume 1, IFRS Edition. United States of America: Jhon Wiley & Son
  • Lam, Nelson., Lau, Peter (2009). Intermediate Financial Accounting – An IFRS Perpective. Singapore: McGraw-Hill Education, Asia
  • Mirza, A.A., Orrell, M., Holt, G.J., (2008). IFRS Practical Implementation Guide and Workbook, New Jersey: Jhon Wiley & Son, Inc
  • Pratt, Jamie (2000). Financial Accounting, In An Economic Context. Cincinnati, Ohio:  Thomson Learning
  • Stice, E.K., Stice, J.D., and Skousen, K.F (2004). Intermediate Accounting, buku satu, edisi 15, terjemahan. Jakarta: Salemba Empat
  • Warren, C.S., Reeve, J.M., and Fess, P.E (2006). Pengantar Akuntansi, buku satu, edisi 21, terjemahan. Jakarta: Salemba Empat
  • Weygant,J.J.,  Kimmel,P.D., and Kieso,D.E. (2013). Financial Accounting, IFRS Edition. United States of America: Jhon Wiley & Son

 MY