1. Pendahuluan

    Untuk mendapatkan Pengampunan Pajak berupa pelepasan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang dengan pengungkapan kekayaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, Wajib Pajak diharuskan untuk membayar sejumlah uang ke kas negara yang dianggap sebagai Uang Tebusan. Uang Tebusan ini dihitung sendiri dengan cara mengalikan tarif Uang Tebusan sesuai periode yang berlaku dengan Nilai Harta Bersih yang telah diungkapkan oleh Wajib Pajak. Dalam menentukan nilai harta bersih menjadi dasar pengenaan Uang Tebusan, perhitungan tidak hanya didasarkan pada nilai Harta tambahan yang tidak atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir saja, melainkan juga dikurangi dengan pokok Utang. Nilai utang ini dihitung dari daftar rincian utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan harta tambahan yang sebelumnya juga dilakukan perincian dalam daftar harta.Baca juga: Petunjuk Pengisian Daftar Harta Sehubungan Dengan Pengampunan Pajak. Sama halnya dengan daftar harta, selain untuk menentukan nilai bersih, Wajib Pajak juga membuat daftar utang yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir. Adapun pengisian daftar utang dilakukan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, beserta dokumen pendukung.

    II. Pembahasan

    Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 yang dimaksud dengan utang adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan Harta. Dalam proses Pengampunan Pajak, Utang  terkait meliputi:

  2. Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir yang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Nilai ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir Tahun Pajak Terakhir sesuai dengan SPT PPh Terakhir dan
  3. Utang yang belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir yang berkaitan secara langsung dengan Harta tambahan yang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai yang dilaporkan dalam daftar Utang pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Nilai Utang ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Utang terkait juga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya yang digunakan langsung untuk memperoleh Harta tambahan tersebut.

Untuk menghitung besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta
tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. bagi Wajib Pajak badan, Utang yang dapat dikurangkan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai setiap Harta tambahan yang berkaitan secara langsung atau
  2. bagi Wajib Pajak orang pribadi, Utang yang dapat dikurangkan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai setiap Harta tambahan yang berkaitan secara langsung.

Selanjutnya, seperti halnya daftar rincian Harta, daftar rincian Utang juga harus disampaikan dalam bentuk salinan digital (softcopy) dan formulir  kertas (hardcopy). Pertama kali yang perlu diperhatikan dalam pengisian daftar rincian Utang yaitu terkait identitas Wajib Pajak yang meliputi NAMA WAJIB PAJAK  dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Bagian A.1 – Nilai Utang Yang Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir
Bagian ini diisi dengan Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

Tabel 1.  Nilai Utang Yang Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir

 
Dalam hal Wajib Pajak merupakan Wajib Pajak yang baru terdaftar setelah 31 Desember 2015 atau Wajib Pajak yang belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT PPh Terakhir, bagian ini dikosongkan (tidak diisi). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT PPh Terakhir berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • Apabila pembetulan SPT PPh Terakhir dilakukan sebelum Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku, Utang yang diisikan dalam bagian ini adalah Utang yang telah dilaporkan dalam pembetulan SPT PPh Terakhir.
  • Apabila pembetulan SPT PPh Terakhir dilakukan setelah Undang-Undang Pengampunan Pajak berlaku, Utang yang diisikan dalam bagian ini adalah Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sebelum pembetulan SPT PPh Terakhir dilakukan.

Bagian B.2 Nilai Utang Terkait Harta Yang Belum Pernah Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir
Bagian ini diisi dengan seluruh Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan yang berada di dalam negeri namun belum pernah atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

Tabel 2.  Daftar Nilai Utang Terkait Harta Yang Belum Pernah Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir

 

Dalam hal Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, Utang tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.

Bagian C.2 – Nilai Utang Terkait Harta Yang Belum Pernah Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir 
Bagian ini diisi dengan seluruh Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan yang berada di luar negeri yang dialihkan ke dalam negeri (repatriasi) namun belum pernah atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

Tabel 3.  Nilai Harta Tambahan Yang Belum Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir

 
Dalam hal Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, Utang tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.

Bagian D.1 – Nilai Harta Tambahan Yang Belum Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir
Bagian ini diisi dengan seluruh Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan yang berada di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri (non repatriasi) namun belum pernah atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir.

Tabel 4.  Nilai Harta Tambahan Yang Belum Dilaporkan Dalam SPT PPh Terakhir

 
Dalam hal Utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir, Utang tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan.

Pengisian Kolom Daftar Rician Harta
Pengisian kolom (1) sampai dengan (14) pada daftar rincian harta diisi dengan penjelasan sebagai berikut:

 

1. Kolom (1) – NOMOR : Diisi dengan No Urut.
   
2. Kolom (15) – KODE UTANG 
Kolom ini diisi dengan kode Utang yang dimiliki. Adapun Daftar kode Utang adalah sebagai berikut:

101 : uang tunaiUtang Bank/Lembaga Keuangan Bukan Bank (KPR, Leasing Kendaraan Bermotor, dan sejenisnya
102 : Kartu Kredit
103 : Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
104 : Utang Lainnya
   
3. Kolom (16) – JENIS UTANG 
Kolom ini diisi dengan nama jenis yang dimiliki pada akhir Tahun Pajak sesuai dengan kode Utang di atas atau dapat diisi dengan nama Utang yang lebih lengkap misalnya:

·         Utang di Bank Mandiri

·         Utang kartu kredit

·         Dan seterusnya

   
4. Kolom (17) – TAHUN PEMINJAMAN
Kolom ini diisi dengan tahun diperolehnya Utang.
   
5. Kolom (18) – NEGARA 
Kolom ini diisi dengan lokasi negara tempat pemberi Utang berada menggunakan singkatan negara sesuai dengan daftar terlampir.
   
6. Kolom (19) – ALAMAT
Kolom ini diisi dengan alamat lengkap tempat pemberi Utang berada.
   
7. Kolom (20) – NAMA PEMBERI UTANG
Kolom ini diisi nama pemberi Utang.
   
8. Kolom (21) – NPWP
Kolom ini diisi NPWP pemberi Utang.
   
9. Kolom (22) – DOKUMEN PENDUKUNG
Kolom ini diisi dengan nomor register notaris terkait surat perjanjian Utang yang dibuat atau bukti pendukung Utang lainnya disertai dengan nama notaris yang mengeluarkan nomor register atau nomor Surat Pernyataan Utang.
   
10. Kolom (23) – JUMLAH/KUANTITAS TERKAIT PEROLEHAN HARTA
Kolom ini diisi dengan kode petunjuk Harta yang diperoleh menggunakan Utang dimaksud. Contoh untuk jika Utang dimaksud digunakan untuk memperoleh Harta tambahan di dalam negeri (bagian B) nomor urut 2 maka pada kolom ini dituliskan B.2.
   
11. Kolom (24) – BENTUK AGUNAN YANG DIBERIKAN
Kolom ini diisi dengan bentuk agunan yang diberikan untuk perolehan Utang jika ada.
   
12. Kolom (25) – KETERANGAN
Kolom ini diisi dengan keterangan lain yang diperlukan.
   
13. Angka (27) – SUBTOTAL (A.2) 
Angka ini diisi dengan nilai Utang yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir (rupiah) pada bagian A.2 yang merupakan jumlah dari nilai Utang yang telah dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir. Dalam hal Wajib Pajak merupakan Wajib Pajak yang baru terdaftar pada tahun 2016 atau Wajib Pajak yang belum memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2015, angka ini diisi dengan 0 (nol).
   
14. Angka (28) – TOTAL (A)
Angka ini diisi dengan jumlah dari nilai nominal/nilai wajar (rupiah) pada bagian B.1 yang merupakan jumlah seluruh Harta yang berada di dalam negeri yang telah diperoleh pada akhir periode penyampaian SPT PPh Terakhir atau sebelumnya namun belum pernah/belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh. Angka ini diisi dengan nilai hasil pengurangan dari nilai pada angka (26) dengan nilai pada angka (27) pada bagian A yang merupakan jumlah seluruh Harta bersih yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT PPh Terakhir. Angka ini digunakan untuk mengisi Angka 1 dalam Surat Pernyataan.
   
15. Angka (30) – SUBTOTAL (B.2)
Angka ini diisi dengan jumlah dari seluruh nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Harta pada bagian B.2.
   
16. Angka (31) – TOTAL (B)
Angka ini diisi dengan nilai hasil pengurangan dari SUBTOTAL (B.1) (angka 29) dengan SUBTOTAL (B.1) (angka 30) pada bagian B yang merupakan jumlah seluruh Harta bersih yang dimiliki Wajib Pajak yang berada di dalam negeri namun belum pernah/belum sepenuhnya dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh. Angka ini digunakan untuk mengisi Angka 2 dalam Surat Pernyataan.
   
17. Angka (33) – SUBTOTAL (C.2)
Angka ini diisi dengan jumlah dari seluruh nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Harta pada bagian C.2.
   
18. Angka (34) – TOTAL (C)
Angka ini diisi dengan nilai hasil pengurangan dari SUBTOTAL (C.1) (angka 32) dengan SUBTOTAL (C.2) (angka 33) pada bagian C yang merupakan jumlah seluruh Harta bersih yang dimiliki Wajib Pajak yang berada di luar negeri yang dialihkan ke dalam negeri (repatriasi) namun belum pernah/belum sepenuhnya dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh. Angka ini digunakan untuk mengisi Angka 3 dalam Surat Pernyataan.
   
19. Angka (36) – SUBTOTAL (D.2)
Angka ini diisi dengan jumlah dari seluruh nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang Harta pada bagian D.2.
   
20. Angka (37) – TOTAL (D)
Angka ini diisi dengan nilai hasil pengurangan dari SUBTOTAL D.1 (angka 35) dengan SUBTOTAL D.2 (angka 36) pada bagian D yang merupakan jumlah seluruh Harta bersih yang dimiliki Wajib Pajak yang berada di luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam negeri (non repatriasi) namun belum pernah/belum sepenuhnya dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh. Angka ini digunakan untuk mengisi Angka 4 dalam Surat Pernyataan.
   
21. Ketentuan Lainnya
Untuk pengisian tabel A.2 – NILAI UTANG YANG DILAPORKAN DALAM SPT PPh TERAKHIR, dalam hal Utang (misalnya Utang Dagang dan lain-lain) yang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir terdiri dari banyak item, maka nilai utang yang diisikan adalah akumulasi atas keseluruhan rincian item untuk utang yang sejenis

Contoh:
Utang Dagang terdiri dari:
Utang Dagang kepada PT A    =    Rp1.000.000.000
Utang Dagang kepada PT B    =    Rp1.000.000.000
Utang Dagang kepada PT C    =    Rp 500.000.000
Total   =    Rp2.500.000.000

Cukup ditulis dengan Utang Dagang = Rp2.500.000.000

Kolom (18) NEGARA, kolom (19) ALAMAT, kolom (20) NAMA PEMBERI UTANG, kolom (21) NPWP, kolom (22) DOKUMEN PENDUKUNG, kolom (23) TERKAIT PEROLEHAN HARTA, kolom (24) BENTUK AGUNAN YANG DIBERIKAN, dan kolom (25) KETERANGAN dapat diisi dengan informasi yang diminta atau diisi dengan tanda strip (-) dalam hal nilai utang yang diisikan dalam kolom 5.A merupakan nilai akumulasi.

Penutup

Dalam penentuan nilai harta bersih, nilai utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta Tambahan dihitung sebagai pengurang nilai Harta. Bagi Wajib Pajak badan, nilai masing-masing utang yang dapat dikurangkan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai setiap Harta tambahan yang berkaitan secara langsung; atau bagi Wajib Pajak orang pribadi, setiap utang yang dapat dikurangkan paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai setiap Harta tambahan yang berkaitan secara langsung. Seperti halnya daftar rincian Harta, daftar Rincian Utang juga diharuskan menggunakan format dan isian sesuai ketentuan perundangan yang berlaku serta disampaikan dalam bentuk salinan digital (softcopy) dan formulir  kertas (hardcopy).

Referensi

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 Tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2016 Tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2016 Tentang Dokumen dan Pedoman Teknis Pengisian Dokumen Dalam Rangka Pelaksanaan Pengampunan Pajak


Sumber :
http://ortax.org/ortax/?mod=studi&page=show&id=160