hutang

Pajak Seret, Utang Membengkak 148%

Pajakku.net – Seretnya penerimaan pajak 2015 membuat realisasi utang pemerintah membengkak. Sampai akhir tahun 2015, realisasi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 mencapai Rp 329,4 triliun atau 148% dari pagu yang sudah ditetapkan.

Data sementara Kementerian Keuangan (Kemkeu) yang dirilis pada Minggu (3/1) menunjukkan, dari total pembiayaan itu, masih ada sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) sebesar Rp 10,8 triliun. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan belanja pemerintah yang dibiayai dari utang masih belum efektif. Tingginya pembiayaan utang pada tahun 2015 disebabkan karena realisasi pendapatan negara hanya Rp 1.491,5 triliun. Pendapatan pajak netto sebesar Rp 1.055 triliun atau 81,5% dari target dan bea cukai Rp 181 triliun. Sedangkan belanja negara Rp 1.810 triliun. Dari realisasi itu maka defisit anggaran APBNP 2015 mencapai Rp 318,5 triliun atau 2,8% dari PDB. Walau di bawah ketentuan maksimal 3%, realisasi defisit anggaran ini lebih tinggi dari target 1,9% di APBNP.

Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengklaim, kondisi fiskal 2015 masih aman. Alasannya, realisasi belanja negara sebesar Rp 1.810 triliun atau 91,2% pagu APBNP 2015, dialokasikan untuk sektor produktif seperti infrastruktur dan kesejahteraan sosial. Dana desa juga disalurkan seluruhnya sehingga bisa mendorong aktivitas ekonomi di daerah dan mendukung pemerataan pembangunan. Bambang juga menyebutkan outstanding utang per 31 Desember 2015 mencapai sekitar Rp 3.089 triliun. Sehingga rasio utang terhadap PDB saat ini 27%.

Turunkan target pajak
Terkait APBN 2016, Bambang mengaku tidak akan ragu melakukan revisi khususnya terkait penerimaan negara. Revisi dilakukan dengan basis realisasi penerimaan 2015 dan rencana pelaksanaan tax amnesty. “Sehingga APBN 2016 akan lebih kredibel,” katanya, Minggu (3/1).

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, revisi target penerimaan perpajakan 2016 harus segera dilakukan dengan memperhatikan realisasi 2015. Yustinus mengusulkan target penerimaan pajak diturunkan dari Rp 1.368 triliun menjadi Rp 1.260 triliun atau naik 19,5% atau sebesar Rp 205 triliun dari realisasi 2015. “Itu sudah termasuk potensi tambahan dari pengampunan pajak,” katanya.

Sedangkan untuk penerimaan cukai perlu diturunkan dari Rp 145 triliun menjadi Rp 135 triliun. Revisi ini, menurut Yustinus, penting untuk memberi ruang pemulihan ekonomi, menjaga iklim investasi, dan kesempatan reformasi perpajakan. Demi mendongkrak penerimaan pajak, Ditjen Pajak juga disarankan untuk fokus pada penggalian potensi kelompok berpenghasilan tinggi yang selama ini tingkat kepatuhan pajaknya masih rendah. Untuk itu presiden harus segera memperkuat koordinasi antara Ditjen Pajak, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih bilang, kekhawatiran seretnya penerimaan pajak telah membuat pemerintah mengerem pengeluaran. Ini ditunjukkan dengan rendahnya belanja modal. Per akhir 2015 realisasi belanja modal Rp 213,3 triliun atau 77,3% dari target. “Belanja rutin tak bisa ditunda, tapi mengorbankan belanja modal,” katanya.

Sumber :http://www.pajakku.net/perpajakan/pajak-seret-utang-membengkak/