Profesi akuntan harus turut mewarnai perkembangan ICT di era borderless economy. Selain responsif terhadap dinamika yang berkembang, akuntan harus memastikan akuntabilitas ICT dalam perekonomian agar tidak berujung krisis.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ICT) hari ini telah membawa perubahan besar dalam dunia bisnis dan perekonomian global. Dunia kini telah menjadi begitu terkoneksi dan kemajuan ICT telah membawa perubahan baru ke dunia bisnis. Respon yang bisa dilakukan hanyalah berinovasi atau binasa. Akuntan profesional harus menanggapi kemajuan teknologi, borderless economy, dan arus lalu lintas para profesional untuk meningkatkan jangkauan aliran modal, arus informasi dan aliran sumber daya lainnya yang memengaruhi bisnis dan profesi akuntansi. Akuntan Profesional harus menemukan relevansinya dan terus mengikuti perubahan tersebut. Melalui pelaksanaan SMOs (Statement Membership Obligations) International Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi di seluruh dunia telah menciptakan infrastruktur untuk menjadi tools agar Akuntan Profesional tetap berada di garis depan perkembangan global.

Mau tidak mau, profesi akuntan harus beradaptasi dan memanfaatkan tren baru tersebut. Sama halnya akuntan harus memahami dan bisa mengikuti tren itu dalam mendukung kinerja profesionalnya. Kecenderungan global ini tidak hanya berpengaruh pada perusahaan multinasional, tetapi juga perusahaan skala mikro di berbagai negara. Kasus yang sama juga terjadi terhadap praktik akuntansi di seluruh dunia. Pengalaman bersama dari berbagai negara akan menunjukkan bagaimana akuntan harus menjaga profesionalisme melalui kerangka kompetensi baru. Dalam rangka memenuhi kompetensi baru ini ini, kualifikasi profesional dan pendidikan berkelanjutan harus terus berkembang. Sekaligus Akuntan Profesional harus bisa merangkul teknologi maju itu agar senantiasa bisa berinovasi dan memanfaatkan tren digital untuk kepentingan profesi.

Dari sisi produsen, kemajuan ICT jelas telah mengubah peta industri dan bisnis global. Dunia kini dikuasai oleh raja-raja baru yang mengusung ICT sebagai pendulum bisnis mereka. Beberapa dekade terakhir, daftar Forbes List dan Fortune 500 selalu dikuasai oleh para taipan dari sektor ini. Mulai dari era IBM hingga Microsoft, sampai era Facebook dan Alibaba, semuanya berhasil mengubah wajah dunia dan mentransformasi tatanan perekonomian secara masif. Di Indonesia, contoh kecil dari Gojek setidaknya mampu menjelaskan bagaimana ICT dengan perangkatnya mampu berbuat banyak demi mendorong perekonomian sebuah bangsa.

Konsumen dengan senang hati mengubah perilakunya demi menyesuaikan diri dengan keberadaan ICT. Pilihan transaksi yang semakin tak terbatas, lambat laun membuat pola konsumerisme baru di tengah masyarakat. Kini semuanya bisa lebih personal dan sekaligus semakin mengukuhkan jargon ‘Konsumen adalah Raja’ di dunia bisnis.

Kalangan bisnis mau tidak mau harus beradaptasi dengan kondisi ini. Perangkat lunak, perangkat keras, hingga big data, kini mau tidak mau harus menjadi bagian integral yang harus dikuasai para pebisnis. Area kompetisi kini menjadi lebih luas, seluas jaringan yang bisa dijangkau oleh jaring laba-laba bernama world wide web (www).

Perubahan ini jelas menimbulkan ekses yang tidak kecil bagi sistem keuangan yang berlaku global. Mulai dari model penganggaran capital expenditure (capex), keputusan investasi, biaya transparansi, dan fungsi kontrol, semuanya tiba-tiba harus diubah menyesuaikan diri dengan ICT. Di sisi lain, risiko dan pola antisipasinya juga berubah yang menuntut adanya pemahaman baru.

Lembaga riset McKinsey telah mengidentifikasi tiga faktor paling fundamental yang akan berubah dari revolusi ICT. Pertama, mengaburkan garis sektoral dan secara radikal mengubah model kompetisi. Kedua, adanya tuntutan baru pada model kepemimpinan dan strategi organisasi. Ketiga, memaksa kalangan bisnis untuk memutuskan sejauh mana mereka akan menyerang atau membela diri  terhadap para pesaing yang memasuki pasar

Peran Profesi

Tren digital telah mempertajam bentuk baru dari berbagai industri, khususnya industri keuangan yang mengalami perubahan paling inovatif. Tren seperti e-money, perbankan digital, dan sebagainya membuat complicance bisnis yang perlu ditangani oleh profesional dan para akuntan yang kompeten. Di Indonesia, pengalaman regulator di industri keuangan digital  bisa menjadi pelajaran bagi profesi akuntan. Dalam setiap situasi dan tantangan, profesi akuntansi selalu memainkan peran penting untuk membentuk integritas dan transparansi.

Dengan teknologi digital, perusahaan mampu meningkatkan produksi, distribusi, dan operasi secara signifikan, yang mengakibatkan peningkatan masif terhadap kualitas dan produktivitas keseluruhan. Namun dalam rangka mengoptimalkan hal itu di medan pertempuran baru, dukungan dan bantuan dari para profesional diperlukan, termasuk akuntan. Akuntan yang identik dengan kompetensi perlu menguasai pengetahuan dan keterampilan untuk mengambil peran dalam era ini. Dengan melakukan itu, akuntan akan membantu memastikan tata kelola perusahaan, yang akan membawa penguatan lebih lanjut atas kepercayaan investor.

Profesi akuntansi sebagai bagian integral dari bisnis, harus pula beradaptasi dan menanggapi perubahan ini. Dalam rangka menjaga proses bisnis dan ekonomi itu tetap pada jalurnya, Akuntan Profesional harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang tepat untuk memanfaatkan dampak dari tren ini. Kondisi inilah yang pada gilirannya akan mempromosikan inovasi, kreativitas, dan penciptaan nilai di dunia bisnis.

Masyarakat bisnis dan profesi akuntansi di Indonesia harus selalu meletakkan prioritasnya untuk mengantisipasi peluang dan ancaman yang dibawa oleh kemajuan ICT. Istilah seperti media sosial, komputasi awan, big data, dan sebagainya, telah menjadi istilah bisnis sehari-hari. Profesi akuntansi seharusnya tidak mengabaikan tren ini. Teknologi digital telah dan terus akan mengubah proses bisnis, dari bentuk usaha konvensional menjadi kolaborasi fisik dan digital yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas secara masif.

Akuntan Profesional biasanya selalu bisa mengeksploitasi perkembangan teknologi untuk membantu mereka menjalankan tugas dengan lebih cepat dan akurat. Sejarah mengajarkan bagaimana profesi ini dulu mulai menghitung dengan peralatan hitung sederhana, mesin hitung abad ke-19, hingga kalkulator dan komputer paling modern di abad ini. Sampai hari ini Akuntan Profesional masih tetap responsif menyesuaikan diri dengan pola perkembangan ICT di abad ke-21. Sejarah juga yang akan membuktikan jika Akuntan tetap akan relevan dengan kecepatan dan ukuran transaksi bisnis di era Internet of Things (IoT) dan abad ke-22 nanti.

Kemajuan ICT di satu sisi telah membawa kemudahan bagi profesi akuntan dalam menjalankan tugasnya secara lebih cepat dan efisien. Sistem dan template akuntansi yang diciptakan berbasis ICT telah mempermudah sekaligus mempercepat pekerjaan akuntan di berbagai sisi, mulai dari para preparer laporan keuangan, auditor, hingga akuntan forensik sekalipun. Ketika dulu kita harus memilih antara full disclosure (keterbukaan penuh) atau timeliness (tepat waktu), dengan ICT bisa saja keduanya dilakukan bersamaan.

Di sisi lain, itu pula yang membuat sebagian pekerjaan-pekerjaan tradisional akuntan menghilang. Sejumlah pekerjaan itu kini mulai diganti oleh sistem berbasis ICT. Dengan tren ICT yang terus merambah ke mana-mana, bukan tidak mungkin di masa depan akan semakin banyak pekerjaan akuntan yang akan tergantikan oleh mesin. Apalagi jika mesin pintar berbasis artificial intelligence (kecerdasan buatan) sudah menemukan tempatnya di industri ini. Melihat dari sisi ini, kemajuan ICT terasa seperti bahaya laten bagi profesi akuntan.

Namun jangan dulu berkecil hati. Akuntansi tidak terbatas pada hal-hal kecil itu. Siklus akuntansi tidak mungkin diubah, walaupun bisa saja dipersingkat. Akuntan telah lama dikenal sebagai penjaga governance dan pengawal transparansi. Akuntan pula yang harus memastikan sustainable accounting practices (praktik-praktik terbaik di dunia akuntansi) berjalan dengan baik di berbagai sektor.

Seperti halnya transformasi ICT, profesi akuntan kini sudah berubah sedemikian rupa. Akuntan kini identik dengan pengambil keputusan bisnis yang sangat mengerti seluk beluk proses bisnis dan pernak-perniknya. Akuntan kini mampu merambah berbagai sektor hingga ke posisi terbaiknya. Akuntan pula yang kini banyak mewarnai kebijakan, bahkan tidak melulu terbatas pada kebijakan bisnis dan ekonomi.

Dengan dunia global yang saling berhubungan, dikombinasikan dengan tren teknologi dan digital yang membawa inovasi baru di dunia bisnis, lingkungan bisnis dengan sendirinya harus berevolusi ke dalam ekosistem digital. Akuntan sebagai bagian dari ekosistem perlu mempertahankan kompetensi yang dengan mendefinisikan kembali keterampilan baru dan sifat-sifat yang harus dikuasai agar sukses di masa depan. Kolaborasi dan saling ketergantungan, bahkan dengan pesaing, telah menjadi prasyarat kesuksesan dewasa ini. Dengan demikian, akuntan akan memiliki akses penting untuk memastikan transparansi dan pemerintahan dalam bisnis. Teknologi dan dunia digital tidak harus dilihat sebagai ancaman, tapi justru sebagai peluang yang bisa mendorong produktivitas dan efisiensi ke level baru.

Kondisi itulah yang seharusnya memaksa Akuntan Profesional tidak melulu responsif terhadap perkembangan ICT, tapi mereka harus mampu mewarnai perkembangan ICT itu agar optimal, transparan, dan akuntabel. Jika prosesnya bisa dibalik, ICT harus mendengarkan preposisi akuntan agar mereka tidak berkembangan ke arah yang destruktif dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Seperti dikatakan Martin Gruell dari Raiffeisen International, “No transparency no trust. No trust no credit. No credit no investment. No investment no growth!”

IAI-IFAC International Seminar

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan bangga menyambut kunjungan pertama kalinya Presiden IFAC Presiden, Olivia Kirtley ke Jakarta. Kunjungan ini merupakan kado terindah dari rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun IAI ke- 58. Sekaligus menahbiskan IAI sebagai organisasi profesi berstandar global yang mampu men-support anggotanya dengan mendatangkan pembicara terbaik kaliber internasional

secara periodik. Kunjungan ini juga sebagai bentuk pengakuan bagi IAI yang telah menjadi anggota IFAC sejak tahun 1977. IAI bahkan telah beberapa kali menempatkan wakilnya sebagai board member IFAC dan International Accounting Education Standards Board (IAESB).

Kedatangan Olivia ini akan disambut dengan gelaran Seminar Internasional bertajuk The Relevance of Professional Accountants in a Hyper Connected World. Seminar ini diproyeksikan dihadiri oleh 1000 akuntan anggota IAI dari berbagai sektor. Di hari yang sama juga digelar Meet and Greet with Indonesia Accounting Students yang akan mempertemukan Presiden IFAC, Anggota DPN IAI, dan para Akuntan Profesional dengan sekitar 500 mahasiswa akuntansi dari sekitar 100 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Dalam rangka kunjungan ini, Olivia juga akan menyampaikan keynote speech dalam Risk and Governance Summit yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan RI. Selanjutnya Presiden IFAC itu akan mengadakan courtesy visit ke Badan Pemeriksa Keuangan RI untuk berdiskusi dengan stakeholders akuntan di lembaga tinggi negara itu. Pertemuan itu dijadwalkan membahas beberapa hal, yaitu terkait kemungkinan pengembangan kapasitas BPK yang dapat didukung oleh IFAC, keselarasan ISA (International Standards on Auditing) dan ISSAIs (International Standard of Supreme Auditing Institutions), serta keterkaitan IPSAS (International Public Sector Accounting Standards) dan IFRS.

Kunjungan Olivia makin mengukuhkan peran IAI sebagai organisasi tempat bernaungnya seluruh Akuntan Profesional di Indonesia yang memiliki kewajiban untuk meningkatkan peran profesi akuntansi, serta untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme akuntan. Sudah merupakan kebutuhan bagi akuntan untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan yang tepat dalam dunia bisnis yang makin terkoneksi dewasa ini.

Sumber: official website Ikatan Akuntan Indonesia