Contoh PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan.

Contoh Dengan Upah Harian

Arifin dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Jaya Makmur. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 150.000.

Upah sehari Rp 150.000
Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan pemotongan PPh Rp 150.000
Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah Sehari : Rp 0

Sampai dengan hari ke-8, karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 1.320.000, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.

Misalkan Arifin bekerja selama 9 hari, maka pada hari ke-9, setelah jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.320.000, maka PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d. hari ke-9 (Rp 150.000,00 x 9) Rp 1.350.000
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 9/360) Rp 396.000
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-9 Rp 954.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-9
Rp 954.000 x 5% Rp 47.700
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-8 Rp 0
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-9 Rp 47.700

Sehingga pada hari ke-9, upah bersih yang diterima sebesar : Rp 150.000 – Rp 47.700 = Rp 102.300

Misalkan Arifin bekerja selama 10 hari, maka penghitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 adalah sebagai berikut :

Upah s.d. hari ke-10 (Rp 150.000,00 x 10) Rp 1.500.000
PTKP sebenarnya (Rp 15.840.000 x 10/360) Rp 440.000
Penghasilan Kena Pajak s.d. hari ke-10 Rp 1.060.000
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-10
Rp 1.060,00 x 5% Rp 53.000
PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-9 Rp 47.700
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-10 Rp 5.300

Sehingga pada hari ke-10, Arifin menerima upah bersih sebesar : Rp 150.000 – Rp 5.300 = Rp 144.700

Contoh Dengan Upah Satuan

Tono adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah. Upah yang dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu Rp 25.000 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu 1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan upah Rp 960.000.

Penghitungan PPh Pasal 21 :

Upah sehari adalah
Rp 960.000 : 6 Rp 160.000
Upah diatas Rp 150.000 sehari
Rp 160.000 – Rp 150.000 Rp 10.000
Upah seminggu terutang pajak
6 x Rp 10.000 Rp 60.000

PPh Pasal 21 sebesar 5% : Rp 60.000= Rp 3.000 (Mingguan)

Contoh Dengan Upah Borongan

Bayu mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp 400.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2 hari.

Upah borongan sehari : Rp 400.000,00 : 2 = Rp 200.000
Upah harian diatas Rp 150.000,00
Rp 200.000,00 – Rp 150.000,00 Rp 50.000
Upah borongan pajak
2 x Rp 50.000,00 Rp 100.000

PPh Pasal 21 sebesar 5% : Rp 100.000= Rp 5.000

Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawai yang Menerima Upah yang Dibayarkan Secara Bulanan :

PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh atas jumlah upah bruto yang yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP, dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasil perhitungan tersebut dibagi 12.

Contoh:

Hidayat bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah Januari 2009 = 20 x Rp 100.000,00 = Rp 2.000.000
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp 2.000.000,00 = Rp 24.000.000
PTKP (K/-) adalah sebesar
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000
Tambahan karena menikah Rp 1.320.000
Total PTKP Rp 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.840.000
PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar :
5% x Rp 6.840.000 = Rp 342.000
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar :
Rp 342.000 : 12 Rp 28.500