Menggunakan kuasa pasal 35A Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) semakin gencar meminta data kepada pihak ketiga terkait data perpajakan.

Total terdapat 61 (enam puluh satu) Institusi, Lembaga, Asosiasi dan Pihak Ketiga (ILAP) yang telah menjalin kerja sama dengan DJP dan aktif memberikan data perpajakan. Data ini sangat dibutuhkan oleh DJP guna mengecek kebenaran Surat Pemberitahuan (SPT) yang dilaporkan oleh wajib pajak.

Melalui PP Nomor 31 Tahun 2012, diatur mekanisme pemberian data dan informasi dari pihak lain ke DJP. Di samping itu, peraturan ini juga memberikan wewenang kepada DJP untuk menghimpun data dan informasi tambahan secara rahasia, misalnya melalui kegiatan intelijen.

Tujuan pemberian dan penghimpunan data dan informasi ini adalah untuk:

  1. membangun data perpajakan sebagai dasar pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh masyarakat;
  2. meningkatakan kepatuhan wajib pajak;
  3. meminimalkan kontak antara aparat pajak dengan wajib pajak, dan
  4. meningkatkan profesionalisme aparat pajak dan wajib pajak.

Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia mengalami perubahan, menggunakan sistem self assessment. Berbeda dari sistem sebelumnya, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajaknya sendiri.

Keberhasilan sistem ini sangat ditentukan oleh kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak dan pengawasan yang optimal dari aparat pajak. Pajak yang disetor oleh wajib pajak dan dilaporkan melalui SPT dianggap benar, hingga aparat pajak dapat membuktikannya salah.

Pengecekan Kebenaran SPT

Untuk mengecek kebenaran laporan pajak, DJP menggunakan skema pengecekan yang memanfaatkan data eksternal (berasal dari pihak ketiga) serta data internal (berasal dari laporan SPT wajib pajak). Jika hasil pengecekan data eksternal dan internal tidak dapat membuktikan bahwa wajib pajak melakukan kesalahan dalam pelaporannya, maka upaya ini dihentikan.

Namun jika ditemukan data yang dapat membuktikan bahwa wajib pajak melakukan kesalahan dalam pelaporan SPTnya, maka DJP akan menindaklanjuti dengan himbauan terlebih dahulu. Melalui kebijakan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015, wajib pajak diharapkan dapat membetulkan SPTnya sekaligus menyetor kekurangan pajaknya melalui kepatuhan sukarela dengan insentif pembebasan sanksi administrasi.

Demikian pula bagi wajib pajak yang sama sekali belum pernah melaporkan SPTnya, himbauan akan memberitahukan data yang dimiliki DJP beserta potensi pajaknya dan diharapkan ditindaklanjuti dengan pelaporan SPT untuk pertama kalinya.

Apabila himbauan ini tidak direspon, DJP akan menindaklanjuti dengan proses pemeriksaan hingga ke penegakan hukum perpajakan.

 

Sumber: official website Direktorat Jenderal Pajak