Perbedaan tentang informasi apa yang harus diungkap oleh suatu organisasi/perusahaan telah berlangsung lama, perdebatan tersebut seputar jenis informasi, apakah informasi kinerja keuangan saja, atau juga kinerja sosial dan lingkungan. Beberapa argumen subyektif berkaitan dengan hak apa saja yang perlu diketahui oleh para stakeholders (tentu saja juga ada perdebatan mengenai siapa saja yang bisa disebut sebagai stakeholders). Perdebatan yang lebih jauh lagi ialah sampai sejauh mana sebuah organisasi/perusahaan harus mempertanggungjawabkan operasinya. Jika kita berdiskusi tentang informasi apa saja yang harus diungkap oleh sebuah organisasi/perusahaan, kita juga akan memasuki area tentang tanggungjawab dan hal-hal yang berkaitan dengan akuntabilitas sebuah organisasi/perusahaan. Apakah sebuah organisasi/perusahaan hanya bertanggungjawab terhadap kinerja keuangannya saja dan menyediakan keuntungan finansial kepada para pemegang saham? Jika pandangan sempit ini diterima, maka sebuah organisasi/perusahaan menyediakan informasi mengenai kinerja sosial dan lingkungan adalah merupakan sesuatu yang tidak berguna dan pemborosan, kecuali jika hal tersebut ditujukan untuk dalam rangka memperoleh legitimasi masyarakat sekitar.

Ada banyak pendapat para ahli mengenai tanggungjawab sebuah organisasi/perusahaan. Salah satu pendapat yang sangat ekstrim adalah pendapat dari seorang ahli ekonomi terkenal, Milton Friedman. Dalam bukunya Capitalism and freedom, ia menolak pendapat bahwa sebuah organisasi/perusahaan mempunyai kewajiban dan tanggungjawab moral. Dalam bukunya ia menulis seperti berikut ini (Friedman, 1962, hal. 133):

“in such an economy, there is one and only one social responsibility of business to use its resources and engage in activities designed to increase its profits as long as it stays within the rules of game, which is to say, engages in open and free competetion, without deception or fraud”.

Menurut Friedman, tanggungjawab sosial sebuah organisasi/perusahaan adalah menggunakan sumber daya sebaik mungkin sesuai dengan tujuan bisnis, yakni memperoleh laba, selama hal tersebut dilakukan dengan mentaati peraturan dalam persaingan terbuka dan sempurna tanpa adanya kecurangan.

Jika sebuah organisasi/perusahaan mengadopsi perspektif yang luas dalam pengidentifikasian stakeholders, maka konsekuensinya organisasi/perusahaan tersebut harus menyediakan berbagai macam informasi pertanggungjawaban sesuai dengan kepentingan stakeholders yang bermacam-macam pula. Sebaliknya jika sebuah organisasi/perusahaan menganut perspektif yang sempit dalam pengidentifikasian stakeholders maka kemungkinan organisasi/perusahaan tersebut hanya akan membatasi pertanggungjawabannya pada informasi kinerja terbatas saja. Contoh berikut ini akan menunjukkan contoh bagaimana sebuah organisasi/perusahaan mendefinisikan stakeholders dengan perspektif yang berbeda.

We consider a stakeholders to be any individual or group in the community that has some sort of interest or ‘stake‘ in particular BHP project operation. This includes the general public, special interest groups, our employees and shareholders. (BHP Ltd, BHP Environment and Community Report, 1999)

We believe that our main stakeholders, for the purpose of this report, are share holders, employees, representatives from regulatory bodies and nongoverntment organisations (NGOs), customers and suppliers business analysts and communities local to our operations. (Goldfields Ltd, Our Environmental Report, 1999)

Kedua perusahaan di atas mempunyai perspektif yang lebih luas dalam mengidentifikasi stakeholders-nya. Jika perspektif tersebut dapat diterima secara umum, maka organisasi/perusahaan yang menganut dan menerapkan perspektif sempit seperti perspektif yang disampaikan oleh Milton Friedman, dalam praktik bisnis akan disebut sebagai bad business.

Sangat besar kemungkinannya bahwa banyak organisasi/perusahaan menerjemahkan stakeholders-nya dan tanggungjawabnya dari sudut pandang sempit sebagaimana disampaikan oleh Milton Friedman. Hal ini juga didukung oleh kalangan pers bidang keuangan yang cenderung lebih menghargai organisasi/perusahaan yang menunjukkan kinerja profitabilitas yang bagus, dan sebaliknya mengkritik organisasi/perusahaan yang menunjukkan penurunan profitabilitas. Penganut sempitnya sudut pandang Milton Friedman tersebut sering melupakan bahwa aktivitas organisasi/perusahaan juga menimbulkan social cost dan social benefits yang dianggap tidak ada kaitan langsung dengan profitabilitas organisasi/perusahaan tersebut.

Jika Anda diminta menjawab pertanyaan berikut ini tentu akan mempunyai jawaban yang subyektif. Menurut Anda informasi apa saja yang harus diungkap dalam laporan pertanggungjawaban perusahaan? Kepada siapa saja informasi tersebut harus disampaikan? Siapa saja yang bisa dikategorikan sebagai stakeholders dari sebuah organisasi/perusahaan? Apakah pendapat Anda tentang tanggungjawab dan akuntabilitas akan samadengan pendapat orang lain? Kita dengan mudah akan menemukan jawaban yang subyektif atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Satu hal yang sangat mengejutkan adalah bahwa mahasiswa jurusan akuntansi yang sudah menyelesaikan studinya kurang memiliki tingkat kritisi yang tinggi terhadap isu-isu tenggungjawab moral dan akuntabilitas dari sebuah organisasi/perusahaan. Hal tersebut kontras dengan dunia praktik akuntansi. Akuntansi dalam penyediaan informasi mengenai kinerja sebuah organisasi/perusahaan kepada para kelompok tertentu atau pembaca laporan tidak bisa dipisahkan dari pertimbangan semakin meluasnya lingkup tanggungjawab dan akuntabilitas sebuah organisasi/perusahaan. Keterkaitan ini tidak bisa dilupakan begitu saja, tetapi harus selalu menjadi pertimbangan. Jika akuntan bisa menerima perspektif yang luas, bahwa sebuah organisasi/perusahaan mempunyai tanggungjawab terhadap kinerja keuangan, sosial, dan lingkungannya, maka sebagai akuntan juga harus menyadari bahwa akuntan mempunyai tugas untuk menyediakan informasi mengenai kinerja keuangan, sosial, dan lingkungan dari sebuah organisasi/perusahaan. Jika akuntan tidak bersedia menerima tugas tersebut, maka informasi akuntansi keuangan tidak akan menyediakan informasi apa-apa tentang kinerja sebuah organisasi/perusahaan.

Dalam disiplin akuntansi, akuntabilitas berarti tugas untuk menyediakan informasi (termasuk di dalamnya adalah informasi keuangan) atau kalkulasi-kalkulasi yang diperlukan dari sebuah aktivitas yang menjadi tanggungjawab dari sebuah organisasi/perusahaan (Gray, Owen, & Adam, 1996, hal.38). menurut Gray et al, akuntabilitas meliputi dua hal tanggungjawab atau tugas, yaitu:

  • tanggungjawab untuk melaksanakan aktivitas tertentu (atau menahan diri dari aktivitas tersebut), dan
  • tanggungjawab untuk menyediakan informasi tentang aktivitas tersebut.

Dalam mencerna definisi di atas, sekali lagi akan dapt dilihat bahwa persepsi tentang akuntabilitas akan sangat tergantung kepada persepsi sujektif tentang sampai sejauh mana sebuah organisasi/perusahaan harus mempertanggungjawabkan aktivitasnya. Apakah sebuah organisasi/perusahaan bisnis hanya bertanggungjawab terhadap kinerja keuangannya kepada para pemegang saham saja, atau juga bertanggungjawab kepada kelompok komunitas yang lebih luas di mana organisasi/perusahaan beroperasi. Tentu saja beberapa organisasi/perusahaan yang dalam statement publiknya mengakui bahwa mereka juga menyatakan bertanggungjawab kepada selain pemegang saham. Contohnya adalah North Ltd, yang dalam laporannya menyatakan seperti berikut ini:

North recognises that as a company we have a responsibility to conduct our affairs in a way which benefits society as a whole. We also believe that our commercial objectives will best be achieved and anhanced by understanding community values and taking them into acoount in all activities. (North Ltd, Environtment, Safety and Health Report, 1998)

Sebuah isu lain yang menarik adalah apakah tanggungjawab sebuah organisasi/perusahaan hanya terbatas kepada generasi sekarang saja, atau para manajer dalam pengambilan keputusan-keputusan sekarang juga harus mengimplikasikan tanggungjawab kepada generasi mendatang. Jika pembangunan yang berkelanjutan diartikan sesuai dengan definisi dalam Bruntland Report 1987 (“pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan dunia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka di saat mendatang”), maka aktivitas produksi saat ini juga harus mempertimbangkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa organisasi/perusahaan telah mengadopsi definisi tersebut dan menyatakan kepada publik dalam laporan tahunannya. Contohnya adalah pernyataan publik dari General Motors berikut ini:

Business opportunities and social responsibility go hand in hand. Corporations must act responsibility in regard to their business and to the natural environments in which they operate; succesful companies do not separate the two. The balance of economic and environmental benefits is the cornerstone of sustainable development. It is for the subsequent generation that we must focus on sustainable development efforts. (General Motors, Environtmental, Helath and Safety Report, 1997)

Pernyataan seperti di atas menunjukkan bahwa kepentingan publik mempunyai posisi penting bagi sebuah organisasi/perusahaan. Apakah kepentingan publik tersebut benar-benar menjadi perhatian penting dalam pengambilan keputusan manajemen atau tidak adalah perkara lain, dan kita tidak bisa memastikannya.

Dalam tingkatan yang lebih makro yakni tingkatan nasional, tidak bisa dipungkiri bahwa pemerintah mempunyai tanggungjawab terhadap kinerja negara di bidang lingkungan dan sosial. Dalam hubungannya dengan lingkungan, negara di seluruh dunia telah mengimplementasikan bermacam-macam instrumen ekonomi untuk mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan, sebagai contoh perjanjian tentang perdagangan karbon, konsesi pajak bagi investasi perusahaan yang ramah lingkungan, dan ijin pembaharuan kembali energi atau pengolahan kembali limbah menjadi energi. Negara-negara di dunia telah mempunyai komitmen internasional untuk mengurangi emisi gas dan dampak rumah kaca.

Pemerintah di seluruh dunia juga telah membuat laporan yang disebut dengan State of the Environment Reports (SoE Reports) yang melaporkan secara rinci mengenai kondisi lingkungan secara detaildari sebuah area serta persediaan sumber-sumber alam dalam area tersebut (sebagai contoh informasi mengenai kondisi flora dan fauna dalam area tersebut). Informasi-informasi tersebut dapat disajikan secara agregat dalam tingkatan nasional, provinsi, ataupun kabupaten. Dengan adanya SoE Reports memungkinkan kita bisa mengevaluasi perubahan-perubahan lingkungan yang berlangsung dari waktu kewaktu. Di Australia, SoE Reports pertama kali dibuat pada tahun 1986 oleh pemerintahan Commonwealth dan pemerintahan negara bagian Victoria. Di negara bagian New South Wales ada tuntutan dari masyarakat agar pemerintah negara bagian NSW membuat laporan yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemerintah telah menerima beberapa tanggungjawab untuk memonitor dan mengevaluasi perubahan dan kondisi lingkungan.

Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 85-89.

Sumber: http://keuanganlsm.com/