PENUNJUKAN BADAN USAHA TERTENTU UNTUK MEMUNGUT, MENYETOR, DAN MELAPORKAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA
Pasal 1 | ||||
(1) | Badan usaha tertentu ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | |||
(2) | Badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: | |||
a. | badan usaha milik negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada badan usaha milik negara lainnya; | |||
b. | badan usaha yang bergerak di bidang pupuk, yang telah dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda; | |||
c. | badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara yaitu PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah. | |||
(3) | Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap ditunjuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | |||
(4) | Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | |||
Pasal 2 | ||||
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada badan usaha tertentu dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh badan usaha tertentu. | |||
(2) | Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada badan usaha tertentu. | |||
Pasal 3 | ||||
(1) | Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh badan usaha tertentu adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. | |||
(2) | Dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, jumlah Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang harus dipungut oleh badan usaha tertentu adalah sebesar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. | |||
Pasal 4 | ||||
(1) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh badan usaha tertentu dalam hal: | |||
a. | pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; | |||
b. | pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai; | |||
c. | pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan minyak oleh PT Pertamina (Persero); | |||
d. | pembayaran atas rekening telepon; | |||
e. | pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; dan/atau | |||
f. | pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | |||
(2) | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | |||
Pasal 5 | ||||
(1) | Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada badan usaha tertentu. | |||
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat: | |||
a. | penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; | |||
b. | penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau | |||
c. | penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. | |||
Pasal 6 | ||||
(1) | Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan pada saat: | |||
a. | penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; | |||
b. | penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau | |||
c. | penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan. | |||
(2) | Badan usaha tertentu wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. | |||
(3) | Badan usaha tertentu wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat badan usaha tertentu terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. | |||
(4) | Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai. | |||
(5) | Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak. | |||
(6) | Tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), serta format daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | |||
Pasal 7 | ||||
Dalam hal badan usaha tertentu yang ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), badan usaha tertentu tersebut dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
Pasal 8 | ||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2015. | ||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Maret 2015
Sumber: official website Direktorat Jenderal Pajak
Comments :