IBNU KHALDUN & PENGARUHNYA DALAM KEBIJAKAN FISKAL
IBNU KHALDUN & PENGARUHNYA DALAM KEBIJAKAN FISKAL
OLEH :
MOHAMAD HEYKAL, SE, M.Si
ABSTRAKSI
Banyak dari kita yang mengenal nama Ibnu Khaldun, akan tetapi masih sedikit dari kita yang tahu apa saja peranan Ibnu Khaldun dalam konteks ekonomi sekarang ini. padahal kalau kita telaah pemikiran dari Ibnu Khaldun maka kita akan tahu bahwa konsep kebijakan keuangan publik telah lama dipikirkannya. Makalah ini mencoba untuk membuktikan akan hal itu dimana akan terlihat bahwa kebijakan publik yang ada sekarang banyak terinsipirasi oleh pemikiran beliau.
Kata Kunci : ekonomi, keuangan, publik, kebijakan, pemikiran
- Pendahuluan
Ibnu Khaldun merupakan salah seorang pemikir dan cendekiawan dalam sejarah perkembangan Islam. Kontribusi pemikiran yang disampaikannya diakui oleh banyak pihak meskipun dunia telah mengalami rangkaian evolusi yang sangat panjang selama berabad-abad.
Sangat beragam sebenarnya kontribusi pemikiran yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun, karena berbagai pemikirannya demi kemajuan Islam merupakan konsep pemikiran yang bersifat multidisipliner. Ini tidaklah mengherankan, karena Ibnu Khaldun sendiri merupakan cendekiawan Islam yang banyak belajar dalam berbagai hal semasa mudanya, sehingga ilmu yang dimilikinya juga bersifat multidisiplin. Ini dapat terlihat dari rangkaian pemikirannya yang dikenal dengan nama 8 kebijaksanaan yang terdiri dari :
– kekuatan penguasa tidak dapat diwujudkan kecuali dengan adanya implementasi syariah.
– Syariah tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh para penguasa
– Penguasa tidak dapat memperoleh kekuatan kecuali yang datang dari masyarakat.
– Masyarakat tidak dapat ditopang kecuali oleh kekayaan
– Kekayaan tidak dapat diperoleh kecuali dari pembangunan
– Pembangunan tidak dapat dicapai melalui keadilan
– Keadilan merupakan standar yang akan dievaluasi oleh Allah pada umat-Nya
– Penguasa dibebankan dengan adanya tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan.[1]
Dari rangkaian rumusan yang dimiliki oleh Ibnu Khaldun tersebut, yang juga dikenal dengan ” 8 Prinsip Kebijaksanaan ” tersebut, kita bisa melihat bahwa banyak pemikiran Ibnu Khaldun yang memang bersifat multi disiplin.Dikarenakan banyaknya pemikiran yang ada dan disampaikan oleh Ibnu Khaldun, maka makalah ini sendiri hanya akan menyajikan konsep pemikiran Ibnu Khaldun dalam bidang keuangan publik dan kontribusi pemikirannya dalam bidang perpajakan.
- Rangkaian Pemikiran Ibnu Khaldun ( Ringkasan dari Muqaddimah )
Dalam pandangan yang disampaikan dalam buku karyanya yang terkenal, Muqaddimah, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa “ pada permulaan berdirinya suatu negara, pajak banyak sekali jumlahnya dan sedikit dari pajak itu yang dibebankan kepada individu”. Kemudian dikatakan pula oleh Ibnu Khaldun bahwa” pada akhir negara, pajak jumlahnya sedikit dan justru banyak sekali pembebanannya pada individu “. Alasan dari pada konsep tersebut adalah bahwa konsep perpajakan yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun merupakan konsep dimana negara mengikuti sunnah agama Islam, dan negara membebankan pajak yang hanya ditentukan dalam syariat Islam, yaitu pajak derma, sedekah, pajak tanah ( kharaj ), dan juga pajak pemberian suara ( jizyah ). Semua pajak yang disebutkan sebagai contoh tersebut sudah memiliki batas yang tetap serta jumlahnya tidak bisa ditambah lagi. Hal yang berbeda justru terjadi bila konsep yang ada di dalam suatu negara tidak menganut konsep Islam, akan tetapi justru mengikuti konsep politik dan juga solidaritas sosial. Dalam sebuah negara, bila beban pajak dan kewajiban pajak kepada rakyat adalah kecil, maka mereka bersemangat dan juga senang untuk bekerja. Hal ini mengakibatkan banyak usaha yang dapat berkembang. Ini sesuai dengan konsep yang dikenal dalam ilmu ekonomi sekarang ini, yaitu ” pajak yang rendah dapat menjadi stimulus untuk kegiatan ekonomi ”.
Hal yang sebaliknya akan terjadi bila pajak yang dibebankan kepada masyarakat jumlahnya besar dan banyak sekali. Hal ini akan mengakibatkan kegiatan ekonomi menjadi rendah. Kegiatan ekonomi yang rendah ini akan berdampak pada kegiatan perekonomian bagi negara itu sendiri. Hal itu juga disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya. Dalam bukunya yang terkenal tentang Ibnu Khaldun, Jean David C Boulakia mengungkapkan bahwa ” Uang yang dibelanjakan oleh pemerintah pada dasarnya berasal dari penduduk dan didapatkan melalui pajak. Belanja yang dilakukan oleh pihak negara ( pemerintah ) akan dapat meningkat bila pemerintah meningkatkan jumlah pajak yang harus dibayar, dengan akibat bila hal itu dilakukan akan terjadi tekanan fiskal yang demikian tinggi kepada masyarakat. Pada akhirnya, bila beban pajak demikian besar kepada masyarakat, maka kegiatan perekonomian lambat laun akan mengalami stagnasi, dan masyarakat akan malas untuk membuka kegiatan usaha yang produktif”[2]. Apa yang disampaikan oleh Ibnu Khaldun ini saat ini biasa disebut dengan siklus fiskal. Dampak dari siklus fiskal dunia ekonomi makro juga ada dan hal ini secara tersirat juga disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah.[3]
Dalam bagian lain dari bukunya, Ibnu Khaldun juga berbicara tentang konsep bea dan cukai yang dilakukan oleh negara. Akan tetapi, bea dan cukai yang dipungut oleh negara tersebut dilakukan ketika negara sudah berada dalam waktu yang cukup lama. Dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa ” biaya hidup negara bertambah, yang menyebabkan secara khusus biaya hidup raja juga bertambah banyak sekali karena dia harus menghidupi para pengiringnya dan banyaknya jumlah hadiah yang harus dia keluarkan. Pendapatan dari pajak tidak cukup untuk membayar itu semua, yang menyebabkan negara harus meningkatkan pendapatannya”. Karena itulah, maka ” raja selaku kepala negara harus menentukan pajak yang baru,yang ditarik dari proses jual beli, dimana raja menentukan pajak dalam jumlah tertentu bagi harga yang berlaku di pasar dan bagi barang-barang bagus yang ada di pintu kota ”. Ini merupakan salah satu konsep Ibnu Khaldun dalam bidang bea cukai, sebagai bagian dari keuangan publik.
Yang juga sudah ada dalam pemikiran Ibnu Khaldun dan dituangkan dalam bukunya, Muqaddimah dikatakan bahwa ” kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh raja berbahaya bagi rakyat dan akan dapat merusak pendapatan dalam bidang perpajakan ”. Dalam bagian ini Ibnu Khaldun menyatakan bahwa negara dapat mengalami kesulitan dalam bidang keuangan karena adanya kebiasaan hidup mewah yang dilakukan di dalam negara tersebut, serta adanya budaya korupsi yang ada di negara tersebut. Akan tetapi, ada satu hal yang lebih berbahaya bagi perkembangan negara, yaitu bila raja juga melakukan kegiatan perdagangan dengan tujuan dan dalih untuk meningkatkan pendapatan dari dirinya. Ini dapat terjadi karena raja merasakan bahwa hal itu merupakan hal yang dapat memperkaya dan memakmurkan rakyatnya. Bila bisa dilakukan oleh rakyatnya, maka mengapa tidak bisa dilakukan untuk dirinya juga, demikian yang ingin disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya tersebut. Dalam konteks negara modern Ibnu Khaldun dapat melihat hal ini sebagai kesalahan yang besar, dan mendatangkan kerugian tidak hanya bagi rakyat, akan tetapi juga bagi negara tersebut, yaitu diantaranya adalah bagi para pengusaha pada masa itu, yaitu para petani dan pedagang saat itu sudah mendapatkan kesukaran untuk dapat membeli ternak serta berbagai barang dagangan, karena rata-rata pada masa tersebut rakyat memiliki jumlah kekayaan yang sama, atau bahkan hampir sama. Hal itu menyebabkan diantara mereka menjadi sulit untuk berkompetisi. Akan tetapi, akan menjadi lebih sulit bagi mereka untuk berkompetisi bila raja juga menjadi pemain dalam komoditi yang sama dengan yang mereka usahakan. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun ingin menyatakan bahwa bila penguasa sudah mulai ikut berbisnis yang sama dengan yang dilakukan oleh rakyatnya, maka rakyat dalam menjalankan usahanya mulai menjadi tidak tenang, dan banyak dihinggapi oleh perasaan khawatir karena bersaing dengan kepala negara mereka. Kekhawatiran ini dikarenakan bahwa kepala negara dapat melakukan bisnisnya dengan secara paksa melalui proses monopoli ( trading by monopoly sistem ). Dalam konteks negara modern saat ini, apa yang dikatakan oleh Ibnu Khaldun banyak menjadi kenyataan. Yang dikhawatirkan sebagai akibat kejadian ini adalah para pengusaha, dimana dalam buku Muqaddimah karyanya disebutkan akan menjadi apatis dalam melaksanakan kegiatan perdagangan mereka. Sebagai akibat sikap apatis yang mereka lakukan, kegiatan perekonomian di dalam negara tersebut menjadi melemah, berkurang dan dampaknya akan mengakibatkan penurunan bagi sektor perpajakan. Dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa ” sesungguhnya sebagian besar pendapatan pajak datang dari para petani dan pedagang. Bila para petani berhenti bekerja, dan para pedagang tidak lagi berdagang, maka pendapatan pajak akan hilang sama sekali, atau akan mengalami kemerosotan yang menakutkan. Bagi Ibnu Khaldun, seorang kepala negara seharusnya bisa membandingkan dan melihat tentang hal ini dengan lebih jelas, bahwa keuntungan yang diperolehnya dari praktik monopoli perdaganngan yang dilakukannya tidak akan sebanding dengan penurunan dari nilai pajak untuk negara yang diperolehnya, seperti yang dikatakannya yaitu “ apabila raja membandingkan pendapatan pajak yang diperoleh dengan keuntungan yang sedikit ini, dia akan tahu bahwa keuntungan yang diperolehnya dari perdagangan dan pertanian amat kecil bila dibandingkan dengan pendapatan pajak. Meskipun dia beruntung dalam berdagang, sebenarnya dia kehilangan sejumlah besar pendapatan pajak, sejauh hubungannya dengan jual beli “.
Selain itu, dalam bukunya Ibnu Khaldun juga menyampaikan pemikiran yang penting mengenai kapan seharusnya seorang pemimpin Negara juga merasakan kemakmuran seiring dengan berhasilnya pembangunan yang dilakukan di negaranya. Menurut Ibnu Khaldun, seorang pemimpin negara selayaknya juga baru merasakan kemakmuran seiring dengan semakin majunya usia sebuah negara. Ini akan terjadi seiring dengan semakin berdaulatnya negara tersebut. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa mustahil seorang pemimpin negara akan langsung mendapatkan kemakmuran bila negara yang dipimpinnya benar-benat dari bawah dan masih harus membangun. Hanya praktik korupsi dan ketidakjujuran dalam siklus keuangan publik yang dapat menyebabkan hal itu terjadi.
- Konsepsi Keuangan Publik Islami
Dalam bukunya yang terkenal, The Future Of Economic, An Islamic Perspective, Dr M Umer Chapra menyampaikan tentang konsep keuangan public yang ada di dalam pemerintahan Islam. Dikatakan oleh Umer bahwa pemerintahan Islam bukanlah sebuah pemerintahan yang tidak hanya memberikan pelayanan kepada masyarakat, akan tetapi juga pemerintahan yang harus memainkan peranan yang efektif dan juga sesuai dengan karakteristik yang ada di dalam masyarakat Islam, yaitu dengan adanya konsepsi moral dan spiritual. Atas dasar itulah Islam sangat memandang pentingnya peranan yang harus dijalankan oleh negara, termasuk pengaturan tentang keuangan publik yang ada di dalam negara tersebut. Pada dasarnya konsep keuangan publik yang ada di dalam Islam adalah 2 hal saja , yaitu :
– zakat
– pajak dan berbagai jenisnya.
Dalam makalah ini kita tidak akan membahas secara mendalam sekali apa yang dimaksud dengan zakat tersebut. Makalah ini akan difokuskan pada pembahasan keuangan publik yang berpengaruh pada siklus fiskal anggaran pemerintah yang biasa dilakukan di dalam negara modern sekarang ini, baik di negara Islam ataupun bukan negara Islam., yaitu pajak.
Pada masa awal perkembangan dan kemajuan Islam di masa Rasulullah SAW, sudah ada beberapa jenis pajak yang diberlakukan kepada umat Islam dan juga kepada umat non Islam yang ada dan hidup di dalam pemerintahan Islam akan tetapi tetap memilih di dalam agamanya yang lama. Hal ini juga berlanjut di dalam masa pemerintahan khalifah pengganti Rasulullah SAW, yaitu para 4 khulafaur rasyidin. Akan tetapi, masalah wajib pajak di dalam pemerintahan Islam ini menjadi kontroversi karena dalam perkembangan selanjutnya, akibat sengketa politik pemerintahan Islam berubah menjadi kerajaan dan banyaknya penguasa yang kejam serta berkembangnya praktik korupsi di dalam pemerintahan Islam. Sebagai akibat dari itu semua, sebagian ulama di zaman dahulu lalu banyak yang melarang umat Islam untuk membayar pajak hingga adanya perbaikan secara internal di dalam tubuh pemerintahan Islam untuk kembali menjadi pemerintahan yang adil dan tidak korup [4]. Meskipun begitu, pada dasarnya pendirian ini tidak bisa diteruskan, karena dengan begitu akan ada sebuah pertanyaan mendasar yang muncul dari masalah ini, yaitu ” bagaimana pemerintah Islam bisa membangun dan melakukan pembiayaan yang sangat besar seiring dengan semakin kompleksnya masalah yang dihadapinya, bila mereka sama sekali tidak diizinkan untuk melakukan pemungutan pajak kepada rakyatnya”.
- Atas dasar itulah, mayoritas ulama Islam pada akhirnya hanya menetapkan tiga kriteria yang sangat penting dalam usaha pemungutan pajak pajak yang dipungut haruslah digunakan untuk membiayai berbagai hal yang benar-benar dianggap perlu serta untuk kepentingan masyarakat secara umum.
- beban pajak yang dipungut sama sekali tidak boleh terlalu memberatkan dibandingkan dengan kemampuan orang yang ada untuk memikulnya, dan yang penting juga adalah beban pajak tersebut haruslah terdistribusi secara adil kepada semua orang yang dianggap mampu untuk membayar pajak tersebut.
- hasil dari pajak yang ada harus dikeluarkan dan dimanfaatkan oleh pemerintah dengan hati-hati dan sesuai dengan tujuan awal dari pengumpulan pajak tersebut.
Dalam masalah perpajakan ini, sebagai bagian dari konsep keuangan publik, Ibnu Khaldun memiliki kontribusi yang sangat besar di dalamnya. Dan yang paling penting adalah bagaimana konsep ini kemudian terimplementasi secara nyata dalam dunia modern yang sekarang melalui para pemikir barat yang kini dikenal dengan aliran Keynesian melalui pemikiran ekonomi yang bertumpu pada kebijakan fiscal dan juga “ Sisi Penawaran “. Meskipun begitu sebelum pembahasan tentang masalah keuangan publik ini, maka dibahas pula tentang konsep dan tujuan kebijakan ekonomi yang ada didalam suatu negara sebagai bagian dari pembangunan yang merupakan perwujudan peran pemerintah dalam perekonomian.
- Kebijakan Fiskal.
Menurut Islam
Sistem ekonomi Islam pada dasarnya dibagi ke dalam tiga sektor yang utama, yaitu sektor publik, sektor swasta dan juga sektor keadilan sosial. Sektor publik merupakan sektor perekonomian yang melibatkan peran negara, dan yang dimaksud dengan sektor publik ini juga dapat dianggap sebagai sektor fiskal. Fungsi daripada sektor kebijakan fiskal menurut Islam adalah :
1, Pemeliharaan terhadap hukum., keadilan dan juga pertahanan
2. Perumusan dan pelaksanaan terhadap kebijakan ekonomi
3. manajemen kekayaan pemerintah yang ada di dalam BUMN
4. intervensi ekonomi oleh pemerintah jika diperlukan
Fungsi ini pada dasarnya berlaku sama di dunia ini, meskipun dalam berbagai praktik dan implementasinya seringkali berbeda dan disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di dalam sebuah pemerintahan yang ada di dalam negara tersebut. Karena Islam merupakan agama yang bersifat rahmat bagi semesta alam, maka fungsi ini tidak hanya berlaku bagi negara Islam saja, akan tetapi juga berlaku bagi negara-negara yang bukan negara Islam atau negara yang penduduknya mayoritas Islam akan tetapi bukan berbentuk sebagai negara Islam.
Menurut Konvensional
Meskipun begitu, dikarenakan perkembangan yang ada dalam sejarah Islam sendiri yang ironisnya mengalami kemunduran, maka para ekonom konvensional juga mengembangkan pemikiran mereka tentang apa yang dimaksud dengan fungsi fiskal di dalam perekonomian. Fungsi fiskal menurut konvensional adalah sebuah fungsi dalam tataran perekonomian yang sangat identik dengan kemampuan yang ada pada pemerintah dalam masalah menghasilkan pendapatan untuk menutupi kebutuhannya dan lalu kemudian mengalokasikan anggarannya yang ada, atau biasa disebut dengan anggaran belanja negara dan juga mendistribusikannnya agar tercapai apa yang dinamakan dengan efisiensi anggaran. Sedangkan instrumen fiskal yang biasa digunakan adalah pajak transfer dan juga anggaran. Dalam pandangan ekonomi Islam pendapatan dan anggaran merupakan alat yang efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan ekonomi.[5]
5.Tujuan Kebijakan Ekonomi
Dalam bukunya “ Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam “[6], Dr Monzer Kahf menyatakan beberapa tujuan kebijakan ekonomi yang cukup penting yang perlu diperhatikan. Diantara beberapa tujuan tersebut adalah adanya upaya untuk memaksimalkan tingkat sumber-sumber daya ekonomi yang ada yang merupakan tujuan utama dari pembangunan. Yang dimaksud dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada adalah seluruh sumber daya yang ada di dalam suatu negara, baik itu yang berupa sumber daya alam ataupun sumber daya manusia dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan. Pembangunan wajib dilaksanakan oleh pemerintah, dikarenakan ada tiga tujuan utama yang harus dicapai, yaitu pemerintah dituntut untuk menjamin standar hidup yang minimum bagi para warga negaranya. Kedua, pemerintah yang ada diwajibkan untuk mempergunakan berbagai sumber daya yang ada dan diperolehnya untuk mempercerdas masyarakatnya, dan yang terakhir adalah pemerintah wajib membangun negara dan masyarakat yang kuat agar negaranya mampu bersaing di dalam dunia internasional. Selain itu, tujuan daripada pembangunan adalah untuk meminimisasi kesenjangan yang ada di dalam suatu Negara, agar masyarakat yang hidup di dalam negara tersebut tidak hidup dalam kesenjangan ekonomi yang sedemikian besar. Dalam rangka mewujudkan kebijakan ekonomi seperti itulah, diperlukan berbagai alat-alat kebijakan ekonomi, dan alat itu diantaranya adalah kebijakan fiscal, yang berintikan pada beberapa hal yang utama, yaitu pajak dan konsep keuangan public.
6.Pengembangan Konsep Ibnu Khaldun.
Dunia yang berkembang terus dengan jumlah penduduk yang semakin banyak menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Termasuk dalam hal ini adalah masalah bagaimana cara manusia untuk dapat mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya sehari-hari. Masalah ini dapat dikategorikan sebagai masalah-masalah perekonomian.
Pada awalnya masyarakat dunia banyak dipengaruhi oleh mazhab ekonomi klasik yang sama sekali tidak menginginkan pemerintah untuk ikut serta mencampuri kegiatan perekonomian. Mazhab klasik dalam dunia perekonomian ini sangat percaya bahwa perekonomian akan mencari keseimbangannya sendiri. Dalam posisi ini maka setiap kegiatan produksi yang dilakukan secara otomatis akan menciptakan kemampuan untuk membeli berbagai produk yang dihasilkan. Dalam posisi ekonomi yang seimbang ini atau biasa disebut dengan equilibrium diasumsikan tidak akan terjadi kelebihan ataupun kekurangan permintaan. Berbagai ketidakseimbangan yang terjadi, baik dalam segi kelebihan penawaran atas permintaan ( excess supply ), atau kekurangan jumlah barang yang dikonsumsi dan diminta oleh para konsumen ( excess demand ) pada akhirnya akan menimbulkan keseimbangan tersendiri nantinya. Dikatakannya bahwa nantinya akan ada tangan-tangan yang tidak kelihatan “ yang akan membawa perekonomian kembali ke titik normal. Ini juga terjadi dalam masalah sumber daya, termasuk dalam hal ini adalah tenaga kerja yang akan digunakan secara penuh. Dengan pemikiran ini maka dalam mazhab ekonomi klasik percaya bahwa tidak akan ada orang yang menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan, karena jumlah tenaga kerja yang ada akan digunakan secara penuh, meskipun para pekerja tersebut bekerja dengan upah yang rendah karena hal itu dipandang lebih baik daripada tidak bekerja sama sekali.
Konsep yang ada di dalam mazhab ekonomi klasik yang banyak dikenal melalui pemikiran Adam Smith dalam bukunya “ The Wealth Of Nation “ pada dasarnya menganut konsep persaingan sempurna yang bertumpu pada berbagai analisa mikro dalam perekonomian. Akan tetapi, apa yang terjadi dengan pemikiran mazhab ekonomi klasik menjadi menarik untuk dilihat setelah terjadinya depresi besar di negara-negara barat, khususnya Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Hal itu menyebabkan banyak orang yang tidak percaya dengan konsep ekonomi klasik ini lagi karena konsep ini sama sekali tidak menemukan jalan keluar bagaimana agar Amerika Serikat keluar dari masa depresi besar-besaran pada periode tersebut.
Setelah itu, berkembanglah pemikiran yang banyak disampaikan oleh John Maynard Keynes. Dalam ulasannya dikatakan oleh Keynes bahwa konsep ekonomi klasik hanya bisa diterapkan dalam konsep perekonomian tertutup, dan jarang sekali layak untuk bisa diterapkan dalam dunia ekonomi modern yang dikatakan oleh Keynes menjadi semakin kompleks. Dikatakan oleh Keynes bahwa perekonomian yang semakin modern tidak bisa hanya dilepaskan dalam mekanisme pasar belaka, dan hanya mengandalkan “ tangan-tangan yang tidak terlihat “ untuk menciptakan kestabilan dalam perekonomian. Perlu ada peran pemerintah dalam batasan tertentu untuk menciptakan kestabilan dalam perekonomian. Dan peran ini dapat diwujudkan melalui instrument kebijakan fiscal, dengan intinya adalah konsep perpajakan. Ini merupakan implementasi yang nyata dari konsep ekonomi keuangan publik Ibnu Khaldun yang disebutkan dalam bukunya ” Muqaddimah ”, dimana disebutkan secara jelas bahwa kestabilan dalam perekonomian dapat diwujudkan melalui peran pemerintah dalam bidang kebijakan fiskal melalui instrumen perpajakan.
7.Konsep Ibnu Khaldun & Pengaruhnya Pada Pemikiran Ekonomi Dalam Kebijakan Fiskal Kekhususan Perpajakan
Dalam bagian awal dari makalah ini disajikan mengenai bagaimana Ibnu Khaldun membahas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan keuangan public dan perpajakan di dalam bukunya, Muqaddimah. Dalam bukunya tersebut Ibnu Khaldun mengakui bahwa pajak pada dasarnya merupakan sumber utama dari pemasukan negara di dalam era modern sekarang ini. Karena itulah baginya pajak harus dikelola agar dapat memberikan hasil positif yang maksimal. Ibnu Khaldun juga menyatakan bahwa lembaga perpajakan merupakan lembaga yang sangat penting bagi negara. Dikatakan oleh Ibnu Khaldun bahwa bila pemerintah semakin besar nilai belanjanya, atau semakin banyak menggunakan anggaran yang dimilikinya untuk kepentingan pembangunan, maka dampaknya akan semakin baik bagi perekonomian negara tersebut. Dengan adanya anggaran yang cukup untuk dipergunakan oleh negara, maka negara dapat melakukan berbagai hal yang sangat dibutuhkan oleh rakyatnya, termasuk untuk menjamin stabilitas hukum, ekonomi dan politik yang ada di negara tersebut. [7] dari rangkaian pemikiran Ibnu Khaldun dalam konsep keuangan publik dan perpajakan yang disampaikan dalam karya besarnya tersebut, secara tersirat beliau ingin menyatakan bahwa sangat perlu adanya keterlibatan dari pihak pemerintah dalam masalah pengaturan kegiatan perekonomian ini. Hal ini dalam dunia ekonomi modern sekarang kemudian dikenal dengan konsep kebijakan fiskal.
Adanya peranan pemerintah dalam bidang ekonomi diakui memang seringkali menjadi permasalahan dan juga pembahasan yang sering dibahas dalam berbagai pemikiran ekonomi. Dalam dunia ekonomi modern, setelah masa para pemikir ekonomi dari golongan Islam di dunia barat juga lahir berbagai konsep ekonomi, diantaranya yang pertama kali dikenal adalah konsep ekonomi klasik yang biasa dikenal dengan prinsip laissez-faire laissez-passe ini. Dalam konsep yang dipelopori oleh Adam Smith ini ditekankan bahwa dalam kegiatan perekonomian seyogyanya diusahakan adanya keterlibatan pemerintah yang seminimal mungkin. Konsep ini pada intinya ingin menekankan bahwa kegiatan ekonomi akan berjalan dengan lebih baik bila keterlibatan pemerintah dapat dikurangi. Selama kurang lebih 200 tahun lamanya, pemikiran inu banyak mendominasi pemikiran para ekonom dunia lainnya. Akan tetapi setelah masa depresi besar yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1930-an, ada lagi pemikiran ekonomi yang menekankan pada pentingnya peranan pemerintah dalam perekonomian. Paling tidak dengan adanya peranan pemerintah, maka kerusakan dalam perekonomian yang diakibatkan oleh konsep pasar bebas dapat diatasi, meskipun tidak akan bisa sempurna sama sekali. Akan tetapi, paling tidak dampak buruk dari kegagalan konsep ekonomi pasar bebas yang selalu diagung-agungkan oleh para penganut konsep klasik dalam perekonomian dapat diatasi secara sebagian. Landasan dari prinsip ini adalah kebijakan fiskal yang berintikan pada kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang keuangan publik dan juga pada sektor perpajakan. Disadari atau tidak bahwa konsep ini merupakan pemikiran dari Ibnu Khaldun dalam bidang perekonomian, dan kini banyak dikenal dengan mazhab ekonomi ” Keynesian”
Konsep ini sendiri dalam dunia ekonomi modern dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi yang bernama John Maynard Keynes. John Maynard Keynes merupakan seorang pemikir ekonomi yang percaya bahwa dalam perekonomian, pemerintah memiliki peranan yang cukup besar untuk mengatur jalannya perekonomian, atau dengan kata lain perekonomian tidak hanya bisa diserahkan kepada swasta. Pemikiran yang dilahirkan oleh Keynes ini memang mulai banyak berkembang seiring dengan terjadinya depresi yang cukup besar dalam perekonomian dunia, terutama AS pada awal tahun 1930-an. Salah satu instrumen penting untuk memperkokoh peranan pemerintah dalam perekonomian adalah kebijakan fiskal ( fiscal policy ), yang menjadi penekanan utama dalam kebijakan yang diambil oleh Keynes ( stressing point ). Inti dari pemikiran yang dimiliki oleh Keynes ini adalah bahwa pada kondisi tertentu dalam perekonomian peran pemerintah juga diperlukan. Ada 2 contoh yang diberikan oleh Keynes dalam hal ini, yaitu dalam usaha untuk memberantas pengangguran serta usaha untuk mengendalikan harga-harga yang dapat cenderung meninggi. Dalam usaha untuk memberantas pengangguran pemerintah bisa mengatasinya dengan memperbesar program padat karya untuk menyalurkan banyak tenaga produktif yang menganggur. Dan ini bisa dilakukan melalui anggaran belanja negara yang dikendalikan oleh pemerintah. Sedangkan dalam usaha untuk mengendalikan tingkat harga yang kadangkala cenderung naik, maka pemerintah bisa mengatasinya dengan menerapkan pajak untuk mengembalikan harga ke tingkat yang proporsional. Tujuan dari penerapan pajak yang tinggi tersebut adalah untuk mengendalikan jumlah uang beredar yang ada di kalangan masyarakat. Bahkan kebijakan fiskal dalam sektor perpajakan juga dapat meningkatkan produktivitas dan pada akhirnya akan dapat pula meningkatkan lapangan kerja di masyarakat, dengan berkembangnya kesempatan dan meningkatnya insentif untuk membuka lapangan usaha, seperti yang diberikan dalam contoh di bawah ini.
APLIKASI 1: KEBIJAKAN PERPAJAKAN MODERN ( IMPLEMENTASI TEKNIS KONSEP IBNU KHALDUN )
Diketahui secara luas bahwa pada periode awal tahun 1960-an, perekonomian negara Amerika Serikat, salah satu negara adi daya dunia hingga sekarang berada dalam situasi resesi ekonomi yang cukup parah, dengan adanya jurang GNP 3,2% pada tahun 1963. Hal ini dipandang sama sekali tidak bisa dibiarkan oleh pemerintah AS. Sebagai akibatnya, pemerintahan John F Kennedy dan penerusnya, Lyndon B Johnson memberlakukan keputusan untuk melakukan pemotongan pajak dalam sebuah paket kebijakan ekspansi fiskal. Program ini pada dasarnya terdiri dari dua bagian, yaitu keputusan untuk memberlakukan pemotongan pajak pendapatan secara perorangan dan juga keputusan pemotongan pajak yang berlaku dan dibebankan kepada perusahaan. Rangkaian program ini dijalankan mulai pada bulan Januari 1964, seiring dan bersamaan dengan satu kebijakan fiskal lainnya yang diterapkan pula oleh pemerintah, yaitu adanya subsidi investasi, dimana kebijakan yang terakhir tersebut sudah mulai dilaksanakan pada akhir tahun 1962. Dalam UU Perpajakan Amerika Serikat yang berlaku pada tahun 1964 dikatakan bahwa pemotongan pajak tersebut berlaku secara permanen bagi para wajib pajak, baik yang berasal dari perorangan maupun para wajib pajak yang berasal dari perusahaan. Bagi individu, tingkat pajak perorangan dipotong hingga mencapai lebih dari 20%, sedangkan bagi wajib pajak yang berasal dari perusahaan tingkat pemotongan pajak berkisar hingga 8% dari jumlah yang sebelumnya harus dibayarkannya kepada negara. Perlu diketahui bahwa sebelum kebijakan pemotongan pajak tersebut tarif pajak perorangan yang diberlakukan oleh negara adalah sebesar 20 hingga 91%, sedangkan setelah kebijakan tersebut diberlakukan, tarif pajaknya berkisar antara 14 hingga 70%. Sedangkan bagi perusahaan, tarif pajaknya menurun menjadi 48% dari sebelumnya adalah 52%. Dengan adanya rangkaian kebijakan fiskal seperti itulah, maka tingkat pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mulai kembali bergerak, setelah mengalami resesi yang cukup berat. Dengan adanya keputusan untuk memberlakukan tingkat pemotongan dan pengurangan pajak, maka gairah masyarakat Amerika Serikat untuk kembali berusaha dan meningkatkan taraf hidup mereka kembali meningkat. Apalagi ditambah dengan adanya subsidi investasi bagi berbagai perusahaan yang ada di negara tersebut.[8]. Rangkaian kebijakan tersebut memang tepat. Arthur Okun, penemu hukum “ Okun’s Law “ dalam bukunya “ The Political Economy of Prosperity “ juga menyatakan bahwa “ …. tetapi kebijakan moneter yang dilaksanakan tidak akan mampu untuk mempercepat langkah perekonomian secara sendirian. Ia menyediakan seperangkat roda yang baik bagi perekonomian untuk terus berjalan, tetapi kebijakan fiskal merupakan mesin ( penggerak ) pertumbuhan ekonomi “ .
Selain contoh tersebut, juga terdapat contoh lain yang sama dengan konsep kebijakan fiskal dan keuangan publik dalam bidang perpajakan yang berintikan pemikiran dari Ibnu Khaldun. Konsep ini terimplementasi dari Arthur Laffer, salah seorang penasehat ekonomi Presiden Reagan dari Amerika Serikat pada tahun 1981-1989.
APLIKASI 2 : KEBIJAKAN PERPAJAKAN REAGAN
Pada tahun 1981, beberapa saat setelah dirinya dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat, Ronald W Reagan mengumumkan keputusan pemerintahannya untuk memberlakukan pemotongan pajak yang baru, sebagai usaha untuk mengatasi depresi dan resesi di Amerika Serikat selama masa 4 tahun terakhir. Kebijakan yang dilakukan oleh Reagan ini diberlakukan dengan adanya beberapa alasan yang utama, yaitu adanya pemikiran dari para ekonom Amerika Serikat yang menganut paham Keynesian bahwa dengan adanya kebijakan pemotongan pajak maka akan dapat meningkatkan lapangan kerja yang ada dan dengan begitu mengurangi tingkat pengangguran yang ada di Amerika Serikat. Dengan sendirinya laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami peningkatan dan laju inflasi juga dapat ditekan dengan lebih cepat. Selain itu, pemerintahan Reagan menyadari bahwa dengan adanya pajak yang sangat tinggi, maka pemerintah harus memiliki berbagai macam program yang sangat banyak untuk menyalurkan dana yang didapat dari pungutan pajak tersebut. Hal ini justru akan membuat anggaran pemerintah menjadi besar, sehingga pada akhirnya akan banyak tercipta berbagai program yang tidak efektif untuk dijalankan.
Apa yang dilakukan oleh pemerintahan Reagan pada dasarnya merupakan aplikasi dari konsep kebijakan fiskal dalam bidang perpajakan yang dihasilkan dari pemikiran Ibnu Khaldun. Tidak hanya pemerintahan Reagan yang melakukan hal itu, akan tetapi beberapa pemerintahan Amerika Serikat sejak periode tahun 1960-an juga mulai melakukan hal itu. Salah satu cirinya adalah dengan semakin meningkatnya peranan pemerintah negara adi daya tersebut dalam kegiatan ekonomi sejak periode 1960-an. Dan hal itu tidak hanya terjadi pada Amerika Serikat saja, akan tetapi di banyak negara juga terlihat peranan pemerintah yang meningkat dalam perekonomian. Menguatnya peranan pemerintah dalam kegiatan ekonomi terjadi seiring dengan banyaknya pendapat yang menyatakan bahwa berbagai dana yang ada di dalam anggaran pemerintah diperuntukkan untuk berbagai kegiatan yang tidak efektif. Dalam masa pemerintahan Reagan pendapat dan kritik akan hal ini mencapai puncaknya. Diketahui bahwa pada masa tersebut banyak penggunaan anggaran yang tidak memadai yang didapatkan oleh pemerintah melalui pajak, sedangkan secara bersamaan pula beban pajak yang diterima oleh masyarakat Amerika Serikat terlalu tinggi. Karena banyaknya program pemerintah yang tidak efektif yang dananya justru berasal dari para pembayar pajak, maka pemerintahan Reagan hanya meneruskan berbagai program pemerintah yang efektif dan bermanfaat bagi masyarakat banyak. Dengan begitu, masyarakat pembayar pajak di Amerika Serikat tidak lagi dibebani dengan pajak yang terlalu besar. Dampaknya secara ekonomis adalah tingkat kesejahteraan dari masyarakat menjadi meningkat seiring dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Reagan tersebut, dan dengan begitu roda perputaran ekonomi masyarakat Amerika Serikat juga akan semakin meningkat. Secara ekonomis dengan begitu daya beli masyarakat Amerika Serikat juga akan meningkat.
Seperti Ibnu Khaldun, Keynes pada dasarnya percaya dengan peranan yang ada dan perlu dilakukan oleh pemerintah di dalam perekonomian. Dengan kebijakan fiskal yang ada dan dapat dilakukan oleh pemerintah, maka dengan begitu pemerintah dapat juga mengatur jalannya perekonomian, agar perkembangan ekonomi di dalam suatu negara tidak menjadi tidak terkendali. Meskipun begitu, tidak semua pemikiran yang ada dalam konsep ekonomi ” Keynesian ” yang sesuai dengan yang ada dalam konsep Ibnu Khaldun tentang pentingnya peranan pemerintah dalam kebijakan ekonomi yang pada akhirnya akan bermuara pada kebijakan fiskal, karena penekanan yang ada pada Keynesian adalah peranan pemerintah, tanpa ada sama sekali peranan nilai-nilai etika dan moral yang justru seringkali disampaikan oleh Ibnu Khaldun dalam karyanya tersebut. Meskipun begitu, tidak bisa disangkal bahwa kebijakan fiskal yang berintikan pada konsep keuangan publik dan juga perpajakan sangat ditekankan dalam konsep ekonomi Islam, dan mendapatkan perhatian yang sangat penting. Ini merupakan sumbangan Islam dalam kegiatan perekonomian, dan khususnya juga peranan Ibnu Khaldun dalam merumuskan konsep ini secara jelas dan cukup terperinci dengan tata bahasa yang sangat tinggi dalam karyanya Muqaddimah. Bahkan penasehat ekonomi Presiden AS ( 1981-1989 ) Ronald W Reagan, Professor Laffer yang terkenal dengan konsep Laffer Curve-nya mengakui bahwa banyak kebijakan fiskal pada masa pemerintahan Reagan yang didasari dari pemikiran Ibnu Khaldun.
8.KESIMPULAN
Dari rangkaian pembahasan di atas, dapat dilihat secara jelas bahwa pemikiran Ibnu Khaldun dalam konsep keuangan publik berintikan pada sektor perpajakan menjadi landasan pengembangan konsep kebijakan fiskal dalam dunia ekonomi makro sekarang Semakin besar anggaran belanja yang dialokasikan oleh pemerintah untuk kepentingan masyarakat akan semakin memberikan dampak positif bagi perekonomian. Dengan kata lain, Ibnu Khaldun ingin menyampaikan bahwa dalam kegiatan perekonomian, negara memiliki peranan yang penting melalui kebijakan keuangan publik. Pandangan Ibnu Khaldun ini secara teoritis sangat diakui oleh para ekonom yang ada di dunia. Dengan adanya pandangan yang jernih dari Ibnu Khaldun pula saat ini diyakini bahwa berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang ekonomi dapat dipastikan akan berdampak pada perekonomian sektor swasta yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam masyarakat internasional yang sekarang hidup di dalam era globalisasi, setiap pemerintahan yang ada di dunia harus selalu menjaga agar kebijakan perpajakan yang ada di dalam setiap negara berlaku secara proporsional, sehingga negara tersebut tidak mengalami ancaman menurunnya jumlah investasi ataupun menurunnya kegiatan produksi di dalam negara tersebut yang akan berdampak pula dengan meningkatnya laju pengangguran. Dari sini dapat dilihat bahwa konsep keuangan publik Ibnu Khaldun yang dikeluarkan lebih 600 tahun yang lalu ini benar-benar berpengaruh dan dilaksanakan dalam era modern sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis, 2005, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Pustaka Asatruss, Jakarta
Chapra, M Umer, 2000, The Future Of Economics, An Islamic Perspective, The Islamic Foundation, UK
Dornbusch, Rudiger & Stanley Fischer, J Mulyadi(ed), 1996, Makroekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta
Kahf, Monzer ( Terj), 1995, Ekonomi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Karim, Adiwarman A, 2003, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (R), Rajawali Pers, Jakarta
Khaldun, Ibnu, 2000, Muqaddimah ( Terjemahan ), Pustaka Firadus, Jakarta
Smith, Adam, 1776, The Wealth Of Nation, revised edition 2003, Bantam Dell, USA
Yaumiddin, Umi Karomah, 2005, dalam Masyhuri (Ed), Sistem Fiskal Tanpa Bunga, Kreasi Wacana, Yogyakarta
[1] Chapra, M Umer, The Future Of Economics, An Islamic Perspective
[2] Boulakia, Jean David C, Ibn Khaldun : A Fourteenth Century Economist
[3] Ibid
[4] M Umer Chapra, op.cit, hal 335
[5] Umi Karomah Yaumiddin, ” Sistem Fiskal Tanpa Bunga ”, artikel dalam buku Teori Ekonomi Dalam Islam, hal 62&67
[6] Monzer Kahf, ” Ekonomi Islam ”, hal 137
[7] Amalia, Euis, Sejarah Pemikiran Ekonomi, hal 195
[8] Dornbusch, Rudiger & Stanley Fischer, Macroenomics ( Indonesia Edition ), hal 153
Comments :