PSAK 102  REVISI 2013

Bagian 2 dari 2 Tulisan

Mohamad Heykal, SE,M.Si

FM-RC Jurusan Akuntansi Bina Nusantara University

 

Dalam bagian pertama dari tulisan ini ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dengan adanya murabahah maka  pihak penjual harus memberitahukan harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Ini merupakan konsep murabahah yang diakui secara internasional. Dalam makalahnya yang disampaikan di suatu diskusi tentang akuntansi dan keuangan syariah di Karachi, Mohamed Mohsin Ahmed juga menyatakan bahwa. Murabaha is a particular kind of sale where the seller discloses its cost and profit charged thereon. Meskipun begitu fakta yang ada membuktikan bahwa bank syariah di Indonesia banyak menerapkan konsep murabahah dalam bentuk pembiayaan murabahah, atau tamwil bil murabahah. Karena itulah ketika DSAS IAI mengeluarkan PSAK 102 tentang murabahah dimana dalam PSAK tersebut merujuk pada pengertian murabahah secara umum dan diterima dalam konsep fiqh muamalah, maka PSAK 102 tersebut menjadi banyak tidak diaplikasikan secara penuh oleh perbankan syariah, meskipun, meminjam istilah dari ketua DSAS IAI HM Jusuf Wibisana banyak akuntan public yang tidak menyampoaikan hal tersebut dalam laporan auditnya. Entitas syariah selama ini hanya menerapkan PSAK 102 sepotong-sepotong dan menggabungkanya dengan PSAK 55 tentang instrument keuangan yang hanya  diambil pada bagian yang menguntungkan perusahaan .  Atas dasar itulah maka sebagai sebuah terobosan IAI mengeluarkan PSAK 102 revisi 2013. Ini untuk mengakomodasi konsep pembiayaan murabahah yang berbasis jual beli dan banyak dilakukan oleh bank syariah. Dalam rangka itu DSAS IAI meminta fatwa dari DSN. Maka keluarlah fatwa DSN MUI No 84 /DSN-MUI/XII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bil Murabahah di lembaga keuangan syariah yang menyatakan  “ Pengakuan Keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh para pedagang ( al tujjar ) yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan urf ( kebiasaan ) yang berlaku di kalangan para pedagang “. Fatwa ini, menurut Dewi Astuti, dalam perbincangannya dengan penulis dikeluarkan dalam rangka memberikan panduan bagi konsep pembiayaan murabahah atau tamwil bil murabahah yang selama ini banyak dilakukan oleh bank syariah di Indonesia. Selain itu dalam fatwa ini juga disebutkan bahwa “ pengakuan keuntungan al tamwil bil murabahah dalam bisnis yang dilakukan oleh lembaga keuangan syariah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas selama sesuai dengan urf ( kebiasaaan ) yang berlaku di kalangan LKS “. Yang terpenting dari fatwa ini adalah bagian terakhir dari fatwa tersebut yang menyatakan bahwa “ metode pengakuan keuntungan at tamwil bil murabahah yang ashlah ( bermanfaat ) dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode anuitas “.

Dikarenakan menganut konsep anuitas, maka PSAK 102 revisi 2013 harus dilekatkan dengan PSAK lain yang menerapkan metode anuitas. PSAK tersebut adalah PSAK 50,55 dan juga PSAK 60. Bagaimana menerapakan PSAK 102 ( revisi 2013 ) dan bagaimana perbedaannya dengan PSAK 102 sehingga LKS tidak salah menerapkan kedua PSAK tersebut? DSAS IAI telah memberikan panduan yang cukup sebagai berikut :

Pertama perlu dilihat posisi LKS sebagai penjual. Apabila ingin menerapkan PSAK 102 , maka sebagai penjual  LKS perlu memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut : LKS memiliki resiko kepemilikan persediaan yang signifikan dimana di sana terdapat :

  1. Risiko perubahan harga persediaan
  2. Keusangan dan kerusakan persediaan
  3. Biaya pemeliharaan dan penyimpanan persediaan
  4. Resiko pembatalan pesanan pembelian secara sepihak.

Ke 4 karakter tersebut merupakan karakteristik dari LKS yang menerapkan murabahah secara murni, seperti yang banyak dilakukan oleh bank syariah dan LKS di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Bila semua jawabannya adalah iya, maka PSAK yang diterapkan adalah PSAK 102. Sedangkan bila jawabannnya adalah tidak, maka PSAK yang diterapkan adalah PSAK 102 revisi 2013 yang dilekatkan dengan PSAK 50,55 dan 60. Penerapan PSAK  50,55 dan 60 ini dilakukan untuk pembiayaan murabahah yang terkait dengan adanya ketentuan berkaitan dengan asset keuangan dalam kategori pinjaman yang diberikan dan juga piutang. Selain itu juga  ditegaskan bahwa penerapan PSAK 102 dan PSAK 50,55 dan 60 ini bukan merupakan kebijakan akuntansi yang bersifat pilihan atau not policy option choice.

Meskipun begitu DSAS IAI sangat menyadari bahwa terdapat elemen dalam gabungan PSAK 50,55 dan 60 tersebut yang belum sesuai dengan karakteristik syariah. Karena itulah  dibuat serangkaian penyesuian yaitu  :

  1. Istilah Effective Interest Rate menjadi rate of return
  2. Effective Rate Of Return merupakan alokasi keuntungan murabahah yang tidak sama dengan rate of return dalam bank konvensional
  3. Ketika masa akad murabahah selesai tidak ada tambahan keuntungan murabahah karena keuntungan murabahah bersifat tetap
  4. Tidak ada off market interest rate.

Yang juga membedakan antara PSAK 102 dengan PSAK 102 revisi 2013 adalah pada PSAK 102 tidak dilakukan pengaturan tentang  cadangan penurunan nilai. Sementara dalam penerapan awal PSAK 102 (2013 ) ini ditentukan penurunan nilai berdasarkan kondisi yang ada pada saat itu. Dan selisihnya yang terjadi diakui di saldo laba awal. Sementara jika penentuan penurunan nilai tersebut tidak dilakukan pada awal penerapan PSAK 50,55 dan 60, maka dilakukan pemisahan penurunan nilai yang berasal dari periode berjalan yang diakui di laba rugi dan periode sebelumnya yang diakui di saldo laba.

Berikut adalah contoh kasusnya :

Pada akhir tahun 20XO LKS melakukan transaksi murabahah secara tangguh dengan nasabah. Biaya perolehan persediaan murabahah adalah Rp 100, margin murabahah Rp 50, dan angsuran Rp 30 per tahun selama 5 tahun yang dibayarkan pada setiap akhir tahun. Berikut adalah perlakuan akuntansi berdasarkan PSAK 102 dan PSAK 102 revisi 2013 :

Jurnal Berdasarkan PSAK 102 :

20X0

Piutang Murabahah    150

Persediaan                          100

Margin Murabahah               50

20X1

Kas                                       30

Piutang Murabahah                           30

Margin Murabahah tangguhan 10

Keuntungan Murabahah                       10

Jurnal Tersebut berlaku hingga 20X5

Jika Menerapkan PSAK 102 revisi 213, dimana diterapkan PSAK 50,55 dan 60 adalah ( ERR adalah 15,24%.

Maka Jurnalnya adalah :

Tahun 20X0

Piutang Murabahah      150

Persediaan                               100

Margin Murabahah                50

20X1 ( tahun Pertama )

Kas                                 30

Piutang Murabahah                    30

Margin Murabahah        15,24

Keuntungan Murabahah                 15,24

 

Tahun kedua ( 20X2)

Kas                 30

Piutang Murabahah          30

Margin Murabahah  12,99

Keuntungan Murabahah       12,99

Pada akhirnya PSAK 102 ( 2013 ) ini merupakan usaha yang dilakukan oleh DSAS IAI dan dengan fatwa DSN MUI untuk memastikan operasional entitas syariah  yang selama ini berjalan dapat dilakukan dengan baik dan juga tidak bertentangan secara syariah serta entitas syariah memberlakukan PSAK tersebut secara penuh. Ini juga merupakan tantangan bagi entitas syariah. Meminjam tanggapan salah seorang anggota DSAS IAI , Cecep Maskanul Hakim dari Direktorat Perbankan Syariah BI ( kini OJK ), yang sudah banyak berpengalaman melihat entitas syariah ( bank syariah ) di negara lain, seperti Sudan, Pakistan, dan di kawasan Timur Tengah, maka entitas syariah harus memberlakukan prinsip akad fiqh muamalah ( bisnis )  syariah secara murni. Dan PSAK ini dapat menjadi salah satu jalan keluarnya.