Pertama kalinya istilah corporate governance diperkenalkan oleh Komite Cadbury pada tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadburry Report. Laporan inilah yang menentukan praktik corporate governance diseluruh dunia. Isu corporate governance semakin berkembang ketika beberapa peristiwa ekonomi penting terjadi. Krisis keuangan Asia pada tahun 1997, dilanjut dengan kejatuhan perusahaan besar seperti Enron dan Worldcom tahun 2002, serta adanya isu terbaru yaitu krisis subprime mortage di Amerika Serikat pada tahun 2008.  Peristiwa tersebut menyadarkan dunia akan pentingnya penerapan good corporate governance. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan.

Berdasarkan kondisi tersebut, pemerintah indonesia dan lembaga-lembaga keuangan internasional memperkenalkan konsep good corporate governance. Dalam studi yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) krisis yang terjadi di Asia disebabkan oleh lemahnya penerapan corporate governance. Konsep good corporate governance diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stockholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya.  Penerapan corporate governance didasarkan pada teori agensi, yaitu teori agensi menjelaskan hubungan antara manajemen dengan pemilik. Manajemen sebagai agen bertanggungjawab mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak.

Shaw (2012) menjelaskan bahwa terdapat dua teori utama yang terkait dengan GCG yaitu stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia (kepercayaan) yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder. Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham.

Corporate governance dapat didefiniskan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI, 2003). Berikutnya dikemukakan oleh OECD (2004) good corporate governance merupakan satu set hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya.  Selanjutnya menurut Prakarsa (2007:120) Corporate Governance adalah mekanisme administratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain.

Tujuan utama dari good corporate governance adalah untuk menciptakan sistem pengendalian dan keseimbangan (check and balance) untuk mencegah penyalahgunaan dari sumber daya dan tetap mendorong terjadinya pertumbuhan perusahaan (nur ainy, Nurchahyo, A & B, 2013).

            Terdapat 5 pilar GCG yang ditetapkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), yang biasa kita kenal dengan konsep TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, and Fairness), yaitu :

  1. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
  2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
  3. Pertanggungjawaban (Responsibility), yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
  4. Kemandirian (Independecy), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
  5. Kewajaran (Fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak Stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan menurut Kaen dan Shaw (2012) terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep GCG yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

(MY)

Image Sources: Google Image