Oleh: Dian Anggraeni, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) semakin menunjukkan perannya  dalam pertumbuhan ekonomi negara. Dominasi sektor UMKM dalam  beberapa tahun terakhir semakin meningkat. Pada tahun 2017, jumlah unit usaha UMKM tercatat sebanyak 98.8% dari total unit usaha dengan serapan tenaga kerja sebesar 96.99% dari total tenaga kerja. UMKM juga telah menyumbangkan 60.3% dari jumlah Produk Domestik Bruto.

Demikian pula dengan data penerimaan pajak. Dari tahun ke tahun, kontribusi sektor UMKM dalam penerimaan pajak semakin meningkat. Selama tiga tahun terakhir saja, statistik penerimaan pajak dari sektor UMKM menunjukkan grafik yang terus meningkat. Penerimaan pada tahun 2015 sebesar 3,4 triliun  kemudian 4,4 triliun di tahuh 2016 dan 5,7 triliun di tahun 2018.

Peran strategis sektor UMKM ini tentu memerlukan perhatian khusus dari Pemerintah. Harmonisasi pengaturan dari berbagai instansi terkait dengan pengembangan UMKM menjadi suatu keharusan. George. J. Stigler dalam Mandala Harefa (2008: 206), mengatakan, “Regulasi adalah seperangkat aturan yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan manfaat untuk masyarakat pada umumnya atau pada sekelompok masyarakat.”

Pemerintah secara bersama-sama melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan UMKM yang  tangguh dan mandiri serta dapat berkembang untuk mewujudkan perekonomian nasional yang kukuh. Instansi yang terlibat dalam hal ini adalahKementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, BUMN juga institusi keuangan baik bank maupun nonbank. Dukungan paling besar selama ini diberikan dalam bentuk dukungan dana ataupun kemudahan akses dana.

Pajak yang selama ini dianggap sebagai urusan yang paling rumit dan menyusahkan, kini hadir menawarkan kemudahan bagi UMKM. Kemudahan dalam bentuk tarif yang rendah, cara penghitungan, pelunasan dan pelaporan yang mudah, dikemas dalam peluncuran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018).

PP 23/2018 mengatur bahwa tarif PPh atas UMKM adalah sebesar 0,5%, terhitung sejak 1 Juli 2018. Tarif istimewa ini berlaku atas penghasilan dari usaha yang jumlah omzetnya tidak melebihi 4,8 miliar selama satu tahun.

Selain penurunan tarif, cukup banyak pokok perubahan yang diatur oleh PP 23/2018, yang menuntaskan berlakunya aturan terdahulu yakni PP Nomor 46 Tahun 2013. Sebelumnya, wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan atau menyerahan jasa dengan menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang  atau menggunakan tempat umum tidak termasuk subjek tarif PPh final atas UMKM. Artinya, para pedagang keliling  atau pedagang yang menggunakan gerobak tidak masuk di dalam pengaturan pengenaan PPh  final atas UMKM.

Kini pengecualian pengenaan tarif PPh final atas UMKM menekankan kepada wajib pajak yang memilih untuk menghitung pajaknya dengan tarif umum, yakni tarif yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh.  Artinya, selama wajib pajak menjalankan usaha dengan omzet setahun di bawah 4.8 miliar dan tidak memilih menggunakan tarif umum, maka ia  harus melaksanakan kewajiban pembayaran PPh berdasarkan aturan ini.

Lebih lanjut, PP  23/2018 juga mengaktifkan alarm waktu bagi penggunanya. Tarif 0,5% ini hanya dapat dinikmati dalam periode tertentu. Bagi orang pribadi, alarm akan berbunyi tujuh tahun lagi atau tujuh tahun sejak ia terdaftar menjadi wajib pajak, jika status wajib pajak baru disandang setelah PP ini lahir. Periode yang diberikan lebih pendek untuk badan usaha. Badan usaha berbentuk CV/firma/koperasi diberi waktu empat 4 tahun, sedangkan badan hukum berbentuk PT tiga tahun.  Jika periode waktu yang diberikan sudah berlalu, maka wajib pajak harus menggunakan tarif umum.

Penggunaan tarif umum yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh merupakan cara paling adil untuk menentukan pajak yang terutang. Pasal 17 UU PPh mengatur pengenaan tarif pajak atas penghasilan yang didapat dari pengurangan biaya-biaya terkait atas peredaran bruto. Akibatnya, jika usaha wajib pajak mengalami kerugian, maka tidak ada pajak yang  dibayarkan. Namun sebelum menggunakan tarif Pasal 17 dibutuhkan pembukuan yang dapat menyuguhkan data penjualan dan biaya-biaya secara detil.

Pengaturan bahwa semua wajib pajak yang menjalankan usaha dengan omzet dibawah 4,8 miliar merupakan subjek PP 23/2018 dalam periode tertentu, mengundang berbagai opini di masyarakat. Keluhan yang disampaikan oleh pelaku UMKM terutama karena adanya perluasan subjek. Kini semua orang pribadi yang melakukan usaha dengan omzet di bawah 4.8 miliar dimasukkan ke dalam lingkup subjek PP 23 /2018. Karena memang jiwa dari PP 23 /2018 adalah untuk mendorong masyarakat berperan dalam ekonomi formal.

Belum lagi pembatasan waktu bagi pemanfaatan tarif rendah dan mudah ini. Apabila jangka waktu sudah terlewati maka wajib pajak harus menggunakan tarif pasal 17 dalam menghitung pajaknya. Artinya, pada saat itu, wajib pajak badan atau orang pribadi dengan omzet di atas 4,8 milyar sudah harus mampu menyelenggarakan pembukuan.

Pajak yang awalnya tampil membawa angin segar dengan memberikan kemudahan bagi UMKM, ujung-ujungnya seolah kembali membuat kening berkerut. Padahal sesungguhnya, PP 23 /2018 ini menyimpan banyak kebaikan untuk para pelaku UMKM. Periode waktu yang ditentukan dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi UMKM untuk belajar menyelenggarakan pembukuan.

Selain untuk kepentingan penghitungan penghasilan bersih yang akan dijadikan dasar penghitungan pajak, pembukuan dibutuhkan untuk menunjukkan performa perusahaan. Ketika perusahaan berkeinginan memperluas usaha dan membutuhkan suntikan dana, maka  dalam skala tertentu pihak bank akan meneliti sehat atau tidaknya perusahaan melalui laporan keuangan. Laporan keuangan tentunya disusun berdasarkan pembukuan yang berisi jurnal-jurnal dari setiap transaksi.

Pembukuan yang rapi juga akan membantu pelaku usaha untuk lebih tertib dalam penggunaan kas atau sumber daya yang lain. Hal ini tentu bermanfat dalam menjaga pelaku usaha dari kebangkrutan karena tidak cakap dalam mengelola keuangan.

Tidak perlu juga menambah kerutan di kening ketika membayangkan sulitnya menyelenggarakan pembukuan dan penyusunan laporan keuangan. Di era digital seperti sekarang, telah tersedia aplikasi pembukuan khusus untuk UMKM. Aplikasi tak berbayar ini dapat dengan mudah diunduh dari gawai yang kini sudah menjadi barang yang selalu berada dalam genggaman setiap orang. Tinggal klik di setiap perintah, aplikasi ini akan mengantarkan seorang pelaku UMKM menjadi mahir pembukuan bak sarjana akuntansi. Aplikasi ini bahkan membantu menyelesaikan tugas UMKM sampai kepada pengisian Surat Pemberitahuan (SPT )Tahunan .

Jadi, tunggu apa lagi? Segera berbenah dan manfaatkan semua kesempatan yang diberikan. Tuntaskan semua kewajiban dan siapkan diri untuk menapaki tiap anak tangga menuju kesukesan.(*)

Pajak Tuntas, UMKM Naik Kelas

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pajak-tuntas-umkm-naik-kelas

SH