Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Air bersih merupakan kebutuhan yang penting bagi masyarakat serta merupakan kebutuhan dasar. Oleh karena itu untuk mendukung pengembangan sistem penyediaan air minum, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan atas penyerahan air bersih. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2015, disebutkan bahwa atas penyerahan air bersih oleh pengusaha dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Salah satu perusahaan yang dapat memanfaatkan fasilitas pembebasan ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM merupakan badan usaha yang dimiliki pemerintah daerah yang berfungsi mendistribusikan air bersih bagi masyarakat umum. Dalam pasal 16B Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 disebutkan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya di antaranya untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu.

Perbedaan perlakuan antara fasilitas tidak dipungut dan dibebaskan adalah dalam hal pengkreditan pajak masukan. Pada fasilitas tidak dipungut, Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud tetap dapat dikreditkan. Hal ini disebabkan Pajak Keluaran  pada fasilitas ini tetap terutang, tetapi tidak dipungut.  Berbeda pada fasilitas dibebaskan yang berimplikasi pada tidak adanya Pajak Keluaran. Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan/atau JKP yang memperoleh pembebasan tidak dapat dikreditkan.

Walaupun PDAM dalam salah satu kegiatannya mendapatkan fasilitas pembebasan, namun dalam kegiatan yang lain, penulis berpendapat, PDAM tetap wajib memungut PPN. Pada hal apakah itu? Penulis akan mencoba memaparkan pendapat penulis pada tulisan ini.

Dua Jenis Pendapatan PDAM

Dalam Pasal 3 PP Nomor 40 Tahun 2015, yang dimaksudkan dengan dengan air bersih yang dibebaskan dari PPN adalah air bersih yang belum siap untuk diminum dan/atau air bersih yang sudah siap untuk diminum. Air minum dalam kemasan bukan termasuk dalam jenis air bersih dimaksud. Dalam Pasal 4 peraturan tersebut disebutkan bahwa pengusaha yang melakukan penyerahan air bersih yang mendapatkan fasilitas dimaksud, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan demikian, dalam kegiatan penyerahan air bersih sebagai diatur, PDAM berhak menggunakan fasilitas dibebaskan. Namun PDAM harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Namun, secara umum, PDAM mempunyai dua jenis sumber pendapatan. Dua jenis sumber pendapatan tersebut adalah pendapatan air dan pendapatan non air. Pendapatan air merupakan pendapatan atas penjualan air bersih, sedangkan pendapatan non air adalah pendapatan yang diperoleh selain atas pendapatan penjualan air bersih. Sebagai contoh pendapatan non air adalah pendapatan sambungan baru, pendapatan penggantian pipa, dan pendapatan non air lainnya. Pendapatan non air inilah yang harus menjadi perhatian PDAM dalam hal pelaksanaan hak dan kewajiban PPN sesuai peraturan yang berlaku.

Untuk itu, PDAM yang telah dikukuhkan sebagai PKP, penulis berpendapat, tetap ada kewajiban memungut PPN atas pendapatan non air tersebut. Atas penyerahan BPK serta JKP selain air bersih adalah objek PPN, sehingga ketentuannya tetap mengikuti pemungutan PPN pada umumnya sesuai ketentuan. Bila PDAM tidak memungut PPN sebagaimana dimaksud, akan dikenakan sanksi.               

Sama Dengan PKP Pada Umumnya

Dalam pelaksanaan, penulis berpendapat, hak dan kewajiban PDAM tetap sama dengan PKP pada umumnya. Setelah melaporkan usahanya sebagai PKP, maka ada beberapa hal yang wajib dilakukan dalam penyerahan BPK dan/atau JKP. Kewajiban tersebut di antaranya adalah dalam pembuatan faktur pajak, penyetoran PPN bila terdapat kurang bayar, dan pelaporan SPT Masa PPN.

Untuk penyerahan air bersih, kode faktur pada dua digit pertama yang digunakan adalah 08. Faktur ini nanti dilaporkan melalui SPT Masa PPN, pada bagian penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PDAM, kode faktur pada dua digit pertama yang digunakan adalah 01.

Ada berbagai sanksi yang dapat dikenakan bila Wajib Pajak tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana aturan yang berlaku. Salah satu sanksi yang dapat dikenakan adalah bila PDAM yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak waktu diatur dalam pasal 14 ayat (4) UU Nomor 28 Tahun 2007. Terhadap pelanggaran tersebut, selain wajib menyetor pajak yang terutang, juga dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak. Sanksi lainnya berhubungan dengan pelaporan SPT Masa PPN. Apabila SPT Masa PPN tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda lima ratus ribu rupiah.

Kesimpulan

Dari paparan di atas, sesuai dengan pendapat penulis, tidak semua penyerahan yang dilakukan PDAM mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan pajak. Oleh karena itu, perlunya pemahaman bersama atas permasalahan tersebut, agar PDAM dapat terhindar dari pemeriksaan dan ataupun tindakan lain yang dilakukan fiskus berdasarkan undang-undang.

Bagi fiskus, dalam hal pemberian bimbingan kepada PDAM, dapat melakukan penelitian melalui laporan keuangan PDAM. Dalam laporan keuangan tersebut, akan jelas terlihat jenis-jenis pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut. Dengan bimbingan yang baik, maka diharapkan pemungutan pajak dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pdam-masih-wajibkah-pungut-ppn

SH