Oleh: Nela Gustina Muliawati, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) merupakan statistik yang mencatat transaksi ekonomi antara penduduk Indonesia dengan bukan penduduk pada suatu periode tertentu. Komponen NPI terdiri dari transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial. Berdasarkan Laporan Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan III 2018 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, NPI tercatat mengalami defisit sebesar USD4,4 miliar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan defisit transaksi berjalan yang tidak dapat dibiayai oleh surplus transaksi modal dan finansial. Transaksi berjalan tercatat defisit sebesar USD8,8 miliar sedangkan transaksi modal dan finasial tercatat surplus USD4,2 miliar.

Transaksi berjalan terdiri dari neraca perdagangan barang, neraca perdagangan jasa, neraca pendapatan primer, dan neraca pendapatan sekunder. Defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi oleh defisit neraca pendapatan primer sebesar USD8 miliar. Selain itu, defisit transaksi berjalan juga dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan jasa sebesar USD2,2 miliar.

Dimensi Defisit Pendapatan Primer

Neraca pendapatan primer terdiri dari kompensasi tenaga kerja dan pendapatan investasi. Pendapatan investasi dapat berasal dari investasi langsung, investasi portofolio, maupun investasi lainnya. Investasi langsung merupakan investasi yang memungkinkan investor memiliki kendali pada perusahaan sedangkan investasi portofolio tidak memberikan kendali perusahaan pada investor, hanya sebatas pendapatan atas saham atau obligasi yang dibeli atau dimiliki. Pendapatan investasi dapat berupa keuntungan, dividen, dan bunga. Penyumbang terbesar defisit pendapatan primer adalah pembayaran pendapatan investasi langung dengan defisit sebesar USD4,4 miliar. Penyumbang terbesar kedua adalah pendapatan investasi portofolio yang tercatat defisit sebesar USD2,7 miliar. Hal ini mencerminkan tingginya aliran keluar pendapatan investasi asing (WNA) dibandingkan aliran masuk pendapatan investasi nasional (WNI).

Kaitannya dengan sektor fiskal, pajak memiliki peran agar pendapatan investasi asing di Indonesia tidak serta merta kembali ke negara asalnya. Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengenakan PPh Pasal 26 atas pendapatan dividen, bunga, royalti, serta pendapatan lainnya yang diperoleh di Indonesia. Lebih dari itu, Ditjen Pajak mengenakan pajak tambahan yang disebut branch profit tax.

Branch profit tax merupakan pajak tambahan yang dikenakan atas laba setelah pajak yang diterima oleh Badan Usaha Tetap (BUT). BUT merupakan bentuk usaha yang digunakan oleh warga negara asing (WNA) untuk melakukan usaha atau kegiatan di Indonesia. BUT dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik, bengkel, pertambangan dan penggalian sumber alam, dan bentuk lainnya sesuai peraturan perpajakan. Walaupun dimiliki oleh WNA, perlakuan perpajakan BUT relatif sama dengan perlakuan perpajakan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. Oleh karena itu, atas laba BUT dikenakan pajak penghasilan badan (tarif PPh pasal 17).

Atas laba setelah pajak tersebut, dikenai pajak tambahan (branch profit tax) berupa PPh Pasal 26 apabila laba tersebut tidak ditanamkan kembali di Indonesia (pendapatan investasi kembali ke negara asal). Apabila laba tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, maka tidak dikenakan pajak tambahan PPh 26 sepanjang memenuhi persyaratan atas ketentuan penanaman modal kembali. Walaupun sudah ada upaya pencegahan aliran dana ke luar negeri dari sektor fiskal khususnya perpajakan, neraca pendapatan primer tetap mengalami pembekakan defisit yang mencapai angka USD 8 miliar pada triwulan III 2018. Defisit pendapatan primer memberikan pengaruh yang cukup buruk pada melemahnya nilai kurs rupiah.

Di sisi lain, investasi asing menyumbang pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB dapat dihitung melalui beberapa pendekatan, salah satunya pendekatan pengeluaran. Dengan pendapatan pengeluaran, PDB dihitung dengan menjumlahkan total konsumsi rumah tangga (C), total investasi (I), total pengeluaran pemerintah (G), dan total ekspor bersih (X-M). Selain menyumbang PDB, investasi juga memberikan efek pengganda (multiplier effect) pada PDB. Efek pengganda merupakan gejala kenaikan salah satu komponen PDB yang menyebabkan kenaikan PDB lebih dari proporsional. Dalam hal ini, efek pengganda investasi dapat menaikan PDB lebih dari kenaikan investasi itu sendiri. Hal ini dapat dijelaskan dengan terserapnya tenaga kerja akibat adanya investasi. Penyerapan tenaga kerja ini akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga meningkatkan potensi konsumsi rumah tangga (C) yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan PDB.

Selain menyumbang pada pertumbuhan PDB, investasi asing juga ikut menyumbang penerimaan pajak, khusunya investasi dalam bentuk BUT. BUT tidak hanya dikenakan PPh Pasal 26, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tetapi juga dikenakan pajak lainnya sebagaimana perlakuan pajak untuk badan usaha dalam negeri. Pajak yang dikenakan antara lain PPh Pasal 4(2), Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, Pasal 29 sampai dengan PPN.

Dibalik Fenomena Defisit Perdagangan Jasa

Neraca perdagangan jasa tercatat defisit USD2,2 miliar pada triwulan III tahun 2018. Penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan jasa adalah defisit neraca jasa transportasi sebesar USD2,4 miliar. Walaupun komponen lain dari neraca perdagangan jasa mengalami surplus, hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap defisit perdagangan jasa.

Salah satu penyumbang defisit neraca jasa transportasi adalah lebih tingginya kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri dibandingkan dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi ironi bagi masyarakat Indonesia karena belum mampu mendukung potensi pariwisata Indonesia dengan anugerah keindahan alam Indonesia yang menyandang gelar surga dunia (heaven earth).

Di sisi lain, tingginya kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri dapat menunjukan peningkatan  kemampuan ekonomi masyarakat Indonesia. Frekuensi kunjungan ke luar negeri dapat menjadi salah satu indikator kondisi keuangan suatu rumah tangga. Lebih dari itu, data kunjungan ke luar negeri dapat dijadikan sebagai salah satu sumber data untuk penggalian potensi pajak.

Pada era keterbukaan informasi, Ditjen Pajak dapat bekerja sama dengan instansi terkait untuk mengumpulkan data kunjungan ke luar negeri. Data tersebut perlu digolongkan dengan kriteria tertentu, antara lain berdasarkan pekerjaan, tujuan ke luar negeri, frekuensi kunjungan ke luar negeri, sampai dengan lamanya di luar negeri sehingga dapat mencerminkan kondisi keuangan suatu rumah tangga yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk penggalian potensi perpajakan.

Pajak Memandang Defisit Transaksi Berjalan

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, pajak memiliki peranan dalam Neraca Pembayaran Indonesia, khususnya terkait dengan transaksi berjalan. Salah satunya berperan mencegah aliran dana ke luar negeri dengan pengenaan pajak atas dividen, bunga, dan royalti serta adanya branch profit tax. Selain itu, banyaknya kunjungan wisatawan ke luar negeri yang mengakibatkan defisit pada neraca perdagangan jasa dapat dimanfaatkan sebagai bahan penggalian potensi perpajakan.(*)

Laporan Neraca Pembayaran Indonesia dipublikasikan oleh Bank Indonesia

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/pajak-memandang-defisit-transaksi-berjalan

SH