Oleh: Johana Lanjar Wibowo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Setiap tanggal 19 Desember diperingati sebagai Hari Bela Negara. Penetapan ini melalui Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 2006. Setiap warga negara wajib memiliki kesadaran bela negara. “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.” (Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945)

Sebagai implementasinya, Presiden menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018. Isinya mengenai rencana aksi nasional bela negara tahun 2018-2019. Tahapan ada tiga, yaitu: (a) sosialisasi, harmonisasi, sinkronisasi, koordinasi, dan evaluasi; (b) internalisasi nilai-nilai dasar bela negara; dan (c) aksi gerakan.

Ancaman terhadap bangsa Indonesia tidak hanya ancaman militer, tetapi juga ancaman nirmiliter mungkin saja terjadi. Urusan bela negara bukan saja tanggung jawab Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Melainkan, tanggung jawab bersama, baik kementerian/lembaga/pemerintah daerah ataupun masyarakat.

Ancaman nirmiliter yang mungkin terjadi, meliputi bidang (a) demografi, (b) geografi, (c) sumber kekayaan alam dan lingkungan hidup, (d) ideologi, (e) politik, (f) ekonomi, (g) sosial budaya, dan (h) teknologi.

Ancaman Ekonomi

Kebocoran dan ketidakefektifan pendapatan dan belanja negara menjadi salah satu ancaman nirmiliter di bidang ekonomi. Penulis menyoroti dari sektor penerimaan pajak. Penerimaan pajak selalu menjadi sumber paling besar dari penerimaan negara.

Berbicara penerimaan pajak, tidak lepas dari dua hal, yaitu: (1) target dan kontribusinya, dan (2) tingkat kepatuhan wajib pajak (WP). Target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2018 sebesar Rp1.618,1 triliun. Angka ini naik sebesar 9,3% dari APBNP 2017 (Rp1.472,7 triliun).

Namun, dalam perkembangannya, realisasi pajak diproyeksikan sebesar Rp1.548,5 triliun (95,7% dari target) hingga akhir tahun. Peranannya 81,37% dari total penerimaan pajak sebesar Rp1.903 triliun. (Data Outlook APBN 2018)

Tahun depan, sebagaimana Undang-Undang Nomor 12 tahun 2018, target pajak dipatok sebesar Rp1.786,38 triliun. Jika dibandingkan dengan outlook APBN 2018, target ini naik sebesar 15,0%. Sektor pajak diharapkan berkontribusi sebesar 82,51% dari keseluruhan target penerimaan negara (Rp2.165,1 triliun). Semakin besar sumbangsih sektor pajak dalam APBN, semakin mandiri APBN. Penerimaan perpajakan terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan perdagangan internasional.

Pendapatan pajak dalam negeri, meliputi: (a) pajak penghasilan (PPh) migas dan nonmigas, (b) pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPn BM), (c) pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, dan lainnya. Sedangkan, pendapatan pajak perdagangan internasional meliputi pendapatan bea masuk dan keluar. Keduanya dikelola dan diadministrasikan masing-masing oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Sementara itu, dari aspek tingkat kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh, belum seluruhnya WP terdaftar yang wajib menyampaikan SPT Tahunannya telah melaporkan SPT-nya. DJP, dalam Laporan Tahunan 2017, mencatat dari 16.598.887 WP terdaftar wajib SPT, baru 72,64%-nya yang sudah lapor SPT Tahunan. Rasionya didominasi oleh WP orang pribadi (OP) karyawan sebesar 74,89%, diikuti WP Badan (65,32%) dan OP nonkaryawan (61,66%).

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan juga DJP telah melaksanakan pelbagai aksi guna menangkal ancaman di atas. Pertama, publikasi UU APBN beserta Nota Keuangan (NK)-nya, buku informasi dan infografis APBN, APBNKita, dan manfaat pajak, baik melalui laman resmi Kemenkeu atau DJP maupun media sosial resmi instansi. Pajak Bertutur sebagai bagian dari Pekan Inklusi yang beberapa waktu yang lalu dihelat, menjadi sarana edukasi dan sosialisasi pajak untuk calon wajib pajak.

Kedua, kebijakan online single submission (OSS) atau sistem perizinan terintegrasi secara elektronik yang mewajibkan konfirmasi status wajib pajak (KSWP). Melalui integrasi kedua kebijakan ini, pengguna layanan perizinan diwajibkan memenuhi pelaporan dan pembayaran pajaknya.

Ketiga, pelayanan pelaporan dan pembayaran pajak berbasis digital. Contohnya: e-filing, e-spt, e-faktur, dan e-billing. Ditambah lagi fitur pre-populated tax return (SPT Siap Saji) dan e-bupot.

Keseluruhannya menjadi gerakan sadar dan taat pajak sebagai salah satu rencana aksi Pemerintah. Harapannya, terciptanya pemahaman masyarakat bahwa pajak adalah tulang punggung pembangunan negara guna mewujudkan kemandirian ekonomi nasional.

Selain itu, tersosialisasikannya berbagai macam pajak yang berlaku di Indonesia seluruh masyarakat, termasuk aparatur negara dan pelaku usaha. Bukan itu saja, kesadaran seluruh masyarakat untuk taat pajak mulai terbangun. Hingga, jaringan teknologi informasi dan komunikasi yang praktis serta memudahkan para wajib pajak. Itulah keempat indikator keberhasilan dari gerakan tersebut. (*)

Sumber:http://www.pajak.go.id/article/bela-negara-lewat-pajak

SH