ORGANISATION for Economic Co-operation and Development (OECD) menyadari bahwa digital economy dan model bisnis digital economy menunjukkan beberapa aspek menonjol yang relevan dan menantang dari perspektif pajak.

Digital economy telah meningkatkan sejumlah tantangan pajak bagi otoritas pajak serta isu penciptaan nilai (value creation) sehubungan dengan pengumpulan data, analisis, dan penggunaan data.

Teknologi digital secara pesat menjadi elemen penting dalam proses value creationsuatu bisnis di dunia digital economy. Secara garis besar, pengertian digital economy adalah penggunaan internet sebagai media untuk transaksi perdagangan barang dan jasa (Huibregtse dan Sood, 2016).

Gupta (2017) menambahkan bahwa digital economy ditandai dengan meningkatnya jumlah penggunaan teknologi yang mengarah pada perusahaan-perusahaan start-up, skalabilitas bisnis yang berkembang pesat dan masif, operasional bisnis yang terintegrasi di seluruh dunia, kantor virtual, akses digital, dan lain-lain.

Proyek Aksi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 1 memaparkan bahwa ciri-ciri digital economy yaitu bersifat bergerak (mobile) dan tidak berwujud, sangat bergantung pada data, memerlukan network, dan menggunakan multi-sided business model.

Selain itu, digital economy cenderung menuju monopoli atau oligopoli pada model bisnis tertentu karena sangat bergantung pada efek network serta terdapat volatilitas yang disebabkan oleh rendahnya hambatan untuk masuk dan pesatnya teknologi.

Gupta (2017) memaparkan bahwa digital economy secara inheren bersifat dinamis karena seluruh fondasinya cenderung merupakan upaya inovasi yang intens dan berkelanjutan serta terdapat kemudahan dalam akses pendanaan modal dalam jumlah besar.

Kemudian, terdapat pertumbuhan mata uang virtual, adanya fenomena free labor karena bisnis digital economy yang bergantung pada data konsumen virtual, terdapat bidang Internet of Things (IOT) dan robotik, dan saat ini digital economy telah masuk ke berbagai sektor (multi-sector).

Value Creation
BERKEMBANGNYA digital economy  tentu memberikan -tantangan tersendiri bagi otoritas pajak maupun pelaku ekonomi. Tantangan tersebut meliputi konsep territorial yang kurang diakui karena pelaku ekonomi di dunia digital economy beroperasi secara jarak jauh melalui websites, aplikasi mobile, dan teknologi berkembang seperti IOT yang jarang membutuhkan kehadiran fisik dalam melakukan transaksi bisnis.

Selain itu, bisnis digital economy beroperasi dalam skala tinggi, minimnya kehadiran fisik, dan besarnya penciptaan serta ketergantungan pada aset tidak berwujud (intangibles) menimbulkan adanya kemungkinan perencanaan pajak ganda (multiple tax planning) bagi Multinational Enterprise (MNE), serta ditambah adanya kesulitan untuk mengidentifikasi dan menilai aset maupun transaksi intangibles dalam dunia digital economy (Gupta, 2017).

Sehubungan dengan isu value creation dan penggunaan aset dalam dunia digital economy, OECD telah melakukan update padaOECD TP Guidelines (OECD TPG) 2017 pada Bab VI mengenai value creation dan intangibles yang secara spesifik direvisi dari Proyek Aksi BEPS 8-10: Aligning Transfer Pricing Outcomes with Value Creation. Namun, di dalam kedua laporan tersebut serta Proyek Aksi BEPS 1 juga tidak didefinisikan dengan jelas mengenai value creation.

Dalam dunia digital economy, tantangan utama adalah menentukan di mana penciptaan nilai terjadi secara geografis. BEPS Monitoring Group memaparkan bahwa setidaknya terdapat tiga aspek relevan sehubungan dengan value creation.

Tiga aspek tersebut, yaitu (i) teknologi yang memungkinkan mendekatkan produsen dan konsumen, (ii) penyerahan jasa yang biasanya diberikan tanpa biaya langsung (direct charge) kepada pengguna (users), dan (iii) digitalisasi memungkinkan beberapa perusahaan untuk mengkarakterisasi diri mereka sebagai platform antara produsen dan konsumen daripada sebagai produsen atau penyedia jasa.

Data sendiri memberikan kontribusi terhadap proses value creation. Oleh karena itu, data dalam digital economy dikualifikasikan sebagai intangibles. Dalam Proyek BEPS 1 dituliskan bahwa pengembangan dan penggunaan intangibles merupakan karakteristik utama dari digital economy.

Lebih lanjut, OECD TPG 2017, diatur bahwa intangibles adalah suatu aset yang bukan termasuk ke dalam aset finansial dan aset berwujud. Horvath dan Chodikoff (2008) menambahkan bahwa intangibles suatu perusahaan adalah penggunaan teknologi yang merupakan hasil dari pemikiran, penelitian, dan pengembangan yang telah mengembangkan suatu operasi, proses, atau produk tersebut.

Dalam OEDCD TPG 2017 juga disebutkan bahwa kepemilikan legal tidak cukup untuk merepresentasikan kepemilikan intangibles, melainkan harus dilihat dari pihak entitas mana yang menanggung biaya, investasi, dan beban lainnya sehubungan dengan pengembangan, perbaikan, pemeliharaan, perlindungan, dan penggunaan (DEMPE) intangibles tersebut.

Namun, OECD tidak mengelaborasi bagaimana kontribusi intangibles terhadap pertumbuhan dan value creation dari suatu perusahaan digital. Oleh karena itu, diproyeksikan tantangan utama yang muncul bagi para stakeholders adalah untuk mengidentifikasi secara terpisah nilai dan remunerasi yang tepat atas intangibles berpotensi yang mungkin digunakan dan diciptakan oleh berbagai fungsi dalam suatu perusahaan, misalnya dalam divisi marketing dan R&D.

Data Digital
DATA digital dapat dilihat sebagai bagian dari intangibles dan proses pengumpulan serta analisis data dapat berkontribusi secara signifikan dalam value creation. Data digital dihasilkan oleh setiap users yang melakukan kegiatan ekonomi dan meninggalkan jejak virtual. Jejak virtual ini mengambil, menyusun, membersihkan, dan menjalankan suatu analisis canggih secara tertutup atau terbuka untuk menghasilkan suatu informasi yang berguna.

Secara umum, data dapat diberikan secara terbuka oleh users ketika mendaftar atau membuat user profile misalnya. Oleh karena itu, data merupakan intangibles yang paling mudah untuk ditukarkan namun sangat berharga di era perekonomian saat ini (Gupta, 2017).

Ciri-ciri dari data digital berbeda dengan data berwujud (tangibles). Data digital bersifat bergerak (mobile) dan tidak berwujud sehingga memungkinkan users secara aman melakukan navigasi dan transaksi secara digital.

Data tangibles pada ekonomi tradisional mencerminkan investasi dalam laporan keuangan dan secara mudah dapat diidentifikasi, dicatat, dilacak, dan dinilai, sedangkan data intangibles sangat sulit untuk diidentifikasi, dicatat, dilacak, dan dinilai khususnya dataintangibles yang dihasilkan sendiri. Sifat ini yang membedakan data digital dengan data tangibles yang bersifat brick dan mortar(Gupta, 2017).

Kemudian, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menghubungkan nilai dengan kegiatan menghasilkan, mengumpulkan,menyimpan, dan menggunakan data? OECD melihat bahwa pengumpulan dan analisis data menghasilkan nilai bagi bisnis.

Pihak yang melakukan pengumpulan data akan menciptakan suatu nilai dari fungsi, aset, dan risiko yang menganalisis di mana lokasi data tersebut berada. Walaupun demikian, OECD menyadari hampir tidak mungkin untuk menentukan berapa banyak nilai bisnis yang berkaitan dengan data dari suatu platform spesifik users atau jenis data lainnya.

International Transfer Pricing Journal (Baumgartner, 2018) menyebutkan bahwa untuk melihat suatu nilai diciptakan, dapat dilakukanValue Creation Analysis (VCA) untuk memerinci fungsi-fungsi berbeda dari suatu perusahaan dan memeriksa biaya-biaya yang dikeluarkan.

Dalam konteks transfer pricing, VCA juga mendefinisikan aktivitas yang terjadi antara supply chain yang menciptakan keunggulan kempetitif dari pelaku bisnis sejenis. VCA memiliki persamaan dengan analisis kesebandingan.

Analisis kesebandingan dilakukan untuk menganalisis satu transaksi antara pihak afiliasi dan pihak independen, sedangkan VCA memiliki tujuan untuk mendefinisikan strategi kompetitif dari keseluruhan perspektif.

Tujuan dari setiap strategi adalah untuk mencapai keunggulan profitabilitas. Adapun lima langkah yang diusulkan dalam VCA, yaitu (i) melakukan analisis industri, (ii) melakukan analisis perusahaan yang dianalisis, (iii) memetakan value chain dan factor pendukung inti, (iv) menggambarkan value chain, dan (v) menerima feedback selama melakukan semua langkah VCA tersebut.

Sebagai kesimpulan, analisis fungsional yang benar atas perusahaan secara spesifik dan value chain akan menjawab pertanyaan di atas dan merupakan jawaban untuk menilai suatu data digital.*

sumber ; https://news.ddtc.co.id/antara-data-digital-dan-penciptaan-nilai-15112

MSD