Kelahiran Undang-Undang Desa 2014, sangat dinanti-nanti karena UU ini diharapkan mampu untuk mewujudkan pembangunan yang merata di Indonesia. Dengan semangat itu pulalah kemudian Dana Desa digelontorkan mulai dari tahun 2015 sampai sekarang. Tidak tanggung-tanggung, dana desa yang didistribusikan ke desa-desa jumlahnya triliunan rupiah. Berdasarkan buku saku dana desa Kemenkeu dana desa untuk tahun 2015, 2016 dan 2017 masing masing sebesar 20 triliun rupiah, 47 triliun rupiah, dan 60 triliun rupiah. Jumlah ini diperkirakan meningkat di tahun 2018 dan 2019.

   Dengan dana desa yang memadai ini, desa diberi kewenangan penuh dalam mengatur dan mengelola keuangannya untuk mengeksplorasi semua potensinya demi meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sesuai dengan UU Desa, Dana desa ini merupakan salah satu pendapatan desa yang antara lain digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa dan memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

   Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes merupakan badan usaha milik desa yang dikelola secara professional untuk mengembangkan produk unggulan desa yang akan menjadi alat penggerak ekonomi desa.

   Banyak desa yang telah berhasil mendirikan dan mengelola BUMDes yang telah menghasilkan keuntungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun tidak sedikit pula BUMDes yang belum berhasil. Bahkan banyak pula desa yang belum berani untuk mendirikan BUMDes. Seperti juga badan usaha yang lain, BUMDes akan berhasil jika dikelola dengan tata kelola yang baik termasuk pelaporan yang transparan dan akuntabel. Lagi-lagi peran akuntan sangat diperlukan di sini. Mari akuntan, ikutlah membangun desa.

-HK-