Fintech, mengapa harus lahir di zaman now?? Seberapa penting dan pengaruh kehadiran nya berdampak pada model bisnis dan industri jasa keuangan di Indonesia.

Sebagai negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar keempat di dunia, Indonesia merupakan pasar besar bagi fintech. Menurut Indonesia’s Fintech Association (IFA), jumlah pemain fintech di Indonesia tumbuh 78% pada tahun 2015-2016. Sampai November 2016, IFA mencatat sekitar 135 hingga 140 perusahaan startup yang terdata.

Kehadiran fintech di Indonesia diperkuat dengan momentum pertambahan jumlah middle-class and affluent consumer (MAC) yang diprediksi oleh Boston Consulting Group (BCG) akan melonjak dari 74 juta orang pada 2013, menjadi 141 juta orang pada 2020. MAC merupakan kelompok masyarakat yang secara sosial-ekonomi akan mulai menggunakan uangnya antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, kendaraan dan layanan keuangan.

Fintech sendiri lahir dikarenakan adanya revolusi industry ke IV, mengutip dari pendapat Klaus Schwab menjelaskan bahwa revolusi indutri ke empat ditandai oleh revolusi digital yang secara fundamental mengubah cara hidup, cara kerja dan cara berinteraksi satu sama lain. Revolusi digital mengubah wajah semua industri di seluruh negara. Terjadi transformasi besar-besaran disemua lini  dari mulai sistem produksi, manajemen dan tatakelola industry. Berbagai inovasi baru bermunculan dan berhasil mengubah, mengganti dan memperbaruhi model bisnis, struktur dan lingkungan kompetisi. Dicelah celah inovasi dan transformasi tersebut muncullah fintech ( financial technology) dengan sasaran bidik adalah mengarahkan industri jasa  keuangan pada model bisnis baru.

Gelombang fintech tak terbendung. Fintech menjadi tren dari  lahirnya perusahaan-perusahaan yang menyediakan teknologi untuk memfasilitasi layanan keuangan (startup) secara independen di luar lembaga keuangan konvensional. Hingga 2015, Silicon Valley Bank mencatat volume investasi pada fintech di dunia mencapai lebih dari US$12 miliar. Siapa saja yang mampu berinovasi dengan menciptakan aplikasi baru layanan keuangan berbasis teknologi, maka serta merta menjadi pemain fintech. Pergeseran pun terjadi dari bank driven menjadi consumer driven, yang membuka ruang bagi sedemikian banyak pemain baru di sektor jasa keuangan. Kini fintech menjadi isu dunia yang menyerap perhatian para pelaku ekonomi, khususnya di industri jasa keuangan.

Di Indonesia, gelombang Fintech kehadiran nya disambut baik oleh pemerintah. Menurut, Presiden Joko Widodo ini adalah sebuah terobosan baru, diharapkan  fintech dapat berperan untuk meningkatkan inklusi keuangan dengan  memfasilitasi pembiayaan usaha mikro dan mengkoneksikan kebutuhan pembiayaan usaha di berbagai penjuru tanah air.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Prof. Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa ada tiga prioritas pembangunan yang dapat digerakkan melalui pemanfaatan fintech. Pertama, mobilisasi modal untuk meningkatkan aktivitas ekonomi kelompok masyarakat yang kurang terlayani, seperti Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan UKM. Kedua, mobilisasi dana yang ada di masyarakat untuk membiayai infrastruktur dasar seperti sanitasi dan listrik. Ketiga, mobilisasi dana untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, seperti pembiayaan inovasi penting untuk meningkatkan produksi pertanian dan perikanan.

OJK juga mendukung pertumbuhan lembaga jasa keuangan berbasis teknologi informasi sehingga dapat lebih berkontribusi terhadap perekonomian nasional, dengan menerbitkan  Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau Peer-to-Peer (P2P) Lending. Menurut data OJK, kini terdapat 165 perusahaan startup di Indonesia. Sebanyak 17% di segmen P2P Lending, 43% di sistem pembayaran, dan sisanya berbentuk agregator,crowdfunding dan lainnya. Pada tahun 2017. sekitar 40 perusahaan startup tengah dalam proses pendaftaran. OJK menargetkan 50 perusahaan startup terdaftar pada akhir tahun 2017.

Massifnya perkembangan fintech sebagai pembiayaan alternative diluar lembaga keuangan konvensional, bagaimanapun juga mengharuskan adanya  sebuah bentuk kolaborasi antara industry keuangan dengan perusahaan startup. Kolaborasi merupakan faktor kunci dalam menciptakan nilai tambah fintech bagi pertumbuhan bisnis lembaga keuangan konvensional dan startup. Kolaborasi yang dibutuhkan terutama adalah dalam hal pemanfaatan  data yang dimiliki lembaga keuangan konvensional untuk  mengembangkan solusi melalui inovasi fintech bersama perusahaan startup.

Edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan layanan fintechkepada masyarakat juga mendasar untuk dilakukan. Dengan berkolaborasi, ekspansi pemanfaatan fintech bagi masyarakat luas kian bernilai guna dan berdampak signifikan dalam menggerakkan perekonomian hingga ke lapisan bawah. Akhirnya untuk merespon perkembangan fintech dan era digital secara luas, industri keuangan harus adaptif. Industri keuangan perlu menyiapkan strategi jangka panjang, inovasi dan kolaborasi untuk menciptakan pertumbuhan bisnis melalui teknologi digital. Seperti yang dijelaskan oleh McKinsey, bahwa lembaga keuangan akan mengalami penurunan profit 20% hingga 60% pada tahun 2025, jika gagal berinovasi secara digital.

Sumber : disadur dari Yogie Maharesi (Staf Departemen Komunikasi dan Internasional Otoritas Jasa Keuangan)

-LL