Praktik Pendiskontoan Liabilitas/Kewajiban

Dapat dilihat pada kasus perusahaan-perusahaan yang memproduksi rokok, yang sudah jelas bahwa produk rokok mempengaruhi kesehatan masyarakat, tetapi aspek eksternalitas ini diabaikan oleh perusahaan bersangkutan dalam laporan pertanggungjawabannya.

Sebagai ilustrasi, misalnya kita memiliki perusahaan yang saat ini sedang melakukan aktivitas yang memerlukan pengeluaran di masa mendatang dalam rangka melakukan pemulihan atau perbaikan lingkungan. Aktivitas tersebut akan memakan waktu beberapa tahun. Sebagai hasil dari pendiskontoan kita tidak akan mengakui adanya biaya sekarang, atau mungkin hanya dalam jumlah yang sangat rendah. Misalnya, jika aktivitas perusahaan tersebut diantisipasikan akan mengakibatkan adanya tagihan sebesar $100 juta selama 30 tahun, jika rate of return dari laba normal ditentukan sebesar 10%, maka biaya yang akan diakui dalam laporan keuangan saat ini sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum adalah sebesar $5.73 juta $100 juta (1+10%).

Pendiskontoan tersebut bagus secara ekonomi karena menunjukkan komparabilitas yang rasional kejadian mendatang yang diukur dengan nilai sekarang, tetapi pendiskontoan seperti itu tidak baik bagi kelangsungan ekologi. Menurut Gray, Owen & Adams (1996), pendiskontoan seperti itu akan menjadikan kita menganggap tidak penting aktivitas pembersihan lingkungan, dan cenderung akan mendorong organisasi/perusahaan untuk melakukan aktivitas yang merusak lingkungan tetapi tidak melakukan aktivitas pemulihan atau perbaikannya. Praktik pendiskontoan tersebut merupakan pengalihan masalah lingkungan yang kita timbulkan saat ini kepada generasi mendatang, sesuatu yang sangat tidak konsisten dengan agenda pembangunan berkelanjutan.

Asumsi Business Entity

Akuntansi keuangan mengadopsi asumsi business entity, yang mensyaratkan suatu organisasi/perusahaan harus diperlakukan sebagai entitas yang terpisah dengan para pemiliknya, organisasi lain, atau para pemegang saham. Konsep business entity tersebut ditanamkan kepada mahasiswa akuntansi di tingkat dasar, pada umumnya di mata kuliah pengantar akuntansi semester pertama. Menurut konsep tersebut, sebuah organisasi/perusahaan harus diperlakukan sebagai unit akuntansi yang sangat berbeda dan terpisah dengan para pemilik atau organisasi lainnya. Akuntan dalam organisasi/perusahaan tersebut harus membuat definisi yang membatasi kejadian atau transaksi apa saja yang bisa dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Organisasi/perusahaan dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) harus diperlakukan sebagai entitas akuntansi yang terpisah.

Asumsi business entity memungkinkan akuntan untuk mengukur posisi dan kinerja keuangan suatu organisasi/perusahaan secara independen dari entitas yang lainnya. Menurut asumsi business entity, jika sebuah transaksi atau kejadian tidak secara langsung berkaitan dan berpengaruh terhadap entitas bersangkutan, maka transaksi atau kejadian tersebut harus dikeluarkan dari laporan akuntansi entitas tersebut. Hal ini berarti eksternalitas yang disebabkan dari beroperasinya sebuah organisasi/perusahaan, secara tipikal akan diabaikan; sehingga ukuran-ukuran kinerja (misalnya ukuran profitabilitas) menjadi tidak lengkap jika dipandang dari sudut perspektif sosial yang lebih luas.

Dapat dilihat pada kasus perusahaan-perusahaan yang memproduksi rokok, yang sudah jelas bahwa produk rokok mempengaruhi kesehatan masyarakat, tetapi aspek eksternalitas ini diabaikan oleh perusahaan bersangkutan dalam laporan pertanggungjawabannya. Laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan rokok sama sekali tidak dipengaruhi oleh aspek eksternalitas berupa memburuknya kesehatan pernafasan masyarakatnya.

Salah satu area di mana sistem akuntansi keuangan tradisional menghasilkan hal-hal yang agak aneh adalah dalam hal perdagangan ijin pembuangan limbah. Di sejumlah negara perusahaan-perusahaan tertentu memiliki ijin tersebut, sering tanpa biaya, dan memungkinkan pemegang ijin tersebut untuk mengalihkan kepemilikan dari ijin pembuangan limbah tersebut. Misalnya, jika ijin tersebut tidak sesuai dengan karakteristik dan jumlah limbah perusahaan bersangkutan, maka ijin tersebut dapat dijual kepada perusahaan lain.

Apa yang terjadi dari sisi hukum adalah perusahaan tersebut memperlakukan kepemilikan ijin pembuangan limbah sebagai aset/aktiva perusahaan, karena bisa diperjualbelikan. Dari perspektif ekonomi berarti ada peningkatan aktiva perusahaan, tetapi apa yang akan terjadi jika dipandang dari sudut pandang sosial yang lebih luas, jika sebuah organisasi/perusahaan yang mempunyai potensi mencemari lingkungannya mengakui potensi tersebut sebagai aktiva.

Sangat masuk akal jika akuntansi harus mendukung pembangunan berkelanjutan, sehingga memerlukan modifikasi, salah satunya adalah meninggalkan asumsi business entity.

 Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 94-96.

source : http://keuanganlsm.com/praktik-pendiskontoan-liabilitaskewajiban/

msd