Pengukuran dalam Elemen Akuntansi

Kriteria pengakuan dalam elemen akuntansi (aset/aktiva, utang/kewajiban, biaya-biaya, dan pendapatan) tergantung kepada nilai harga pokok item tersebut atau nilai lain yang dapat diukur secara andal atau reliable.

Sebuah item dapat dicatat dalam akuntansi keuangan jika item tersebut dapat diukur dengan tingkat akurasi yang memadai. Kriteria pengakuan dalam elemen akuntansi (aset/aktiva, utang/kewajiban, biaya-biaya, dan pendapatan) tergantung kepada nilai harga pokok item tersebut atau nilai lain yang dapat diukur secara andal atau reliable.

Percobaan penilaian terhadap eksternalitas akan menyebabkan sebuah organisasi/perusahaan akan menghadapi bermacam-macam estimasi atau perkiraan. Sebagai konsekuensinya, secara tipikal pengakuan terhadap eksternalitas dikeluarkan dari rekening keuangan karena akan membawa dampak potensial ketidakakuratan pengukuran.

Selain kritisi yang dapat ditujukan kepada bagaimana sebuah organisasi/perusahaan mengukur kinerja keuangannya berdasar prinsip akuntansi berterima umum, kita juga dapat mengkritisi bagaimana sebuah negara mengukur keberhasilan ekonominya. Sebagai contoh, kinerja pemerintah yang juga merupakan kinerja bangsa/negara, biasanya diukur dan dikaitkan dengan output dari sistem rekening nasional, dalam ekonomi makro dikenal dengan produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan sistem tersebut, semakin tinggi tingkat PDB maka semakin sukses pula kinerja ekonomi pemerintah.

Pengukuran seperti PDB tidak mempertimbangkan isu-isu seperti efisiensi sumber daya alam atau aspek kepemilikan yang berhubungan dengan bagaimana sumberdaya alam tersebut didistribusikan. Perhitungan PDB saat ini sering menghasilkan hasil yang aneh. Sebagai contoh, jika kita banyak membangun penjara (yang mencerminkan tingkat kerusakan sebuah masyarakat) akan membawa dampak positif terhadap perhitungan PDB.

Hal yang sama adalah jika tingkat penjualan rokok meningkat, maka juga akan meningkatkan PDB. Jika terjadi polusi air laut akibat tumpahnya minyak dari sebuah kapal tanker, maka usaha untuk membersihkan air laut tersebut juga akan membawa dampak positif terhadap PDB. Jelaslah bahwa agenda pembangunan berkelanjutan memerlukan perbaikan-perbaikan dalam hal indikator-indikator perhitungan PDB.

Sudah ada banyak penelitian untuk mengkalkulasi apa yang disebut dengan PDB hijau (Green Gross Domestic Product), yang mencoba menghitung berbagai dampak lingkungan ke dalam satuan moneter untuk dikurangkan terhadap PDB tradisional. Akan tetapi eksperimen-eksperimen PDB hijau banyak mendapat kritik, terutama berkaitan dengan lemahnya metodologi yang digunakan. The Economist dtalam edisi tanggal 18 April 1998, halaman 77, mengidentifikasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kalkulasi sumber-sumber alam dan lingkungan ke dalam satuan moneter:

Some assets, such timber; may have a market value, but that value does not encompass the trees’ role in harbouring rare beetles, say, or their sheer beauty. Methods for valuing such benefits are controversial. To get round these problems, the UN guidelines suggest measuring the cost of repairing environmental damage. But some kinds of damage such as extinction, are beyond costing, and other are hard to estimate.

Jik kita setuju bahwa sebuah organisasi/perusahaan bertanggungjawab terhadap kinerja sosial dan lingkungan, maka yang perlu kita lakukan adalah bagaimana mendefinisikan akuntansi keuangan agar mampu mengakomodasi pengukuran tersebut. Jika akuntan mampu mengakomodasi pengukuran tersebut maka akan konsisten dengan permintaan dari banyak organisasi/perusahaan. Sebagai contoh, dalam laporan yang diterbitkan pada tahun 1998 dengan judul Profits and Participles-Does There Have to Be a Choice? Perusahaan Shell menyatakan berikut tersedia di website-nya Shell (www.shell.com).

If sustainable development is to become a global reality rather than a remain seductive mirage, governments, communities, companies and individuals must wor together to improve their “triple-bottom-line” (economic, social and environmental) performance. To this end, we not only need new forms of accountability but also new forms of accounting.

Dalam kaitannya dengan bagaimana mengembangkan sebuah pelaporan. Shell lebih lanjut menyatakan seperti berikut ini:

Our intention is to develop ways for consistenly monitoring, measuring and reporting performance in a manner aligned to the expectations of society and our Statement of General Business Principles. This framework will encompass the three components of sustainable development (financial, environmental and society) and the Report will reflect the underlying values, system and performance in an integrated manner. It will draw upon internal and external engagement activities. We call this framework of values and process our Social Responsibility Management System.

Sebagai refleksi terhadap sudut pandang bahwa hasil laporan tersebut perlu mendapat perhatian dari para stakeholders sebagai sebuah ukuran kinerja aktual yang dapat dipercaya, Shell melanjutkan pernyataannya seperti berikut:

We shall seek to develop an approach to calculating the “net value” which Group companies add to the world in a given time frame by taking into account aour contribution to the three components of sustainable development. The concept of “net value added” is not new but the challenge is how to apply it in practice to an enterprise the size of the Shell Group. It will require measure of performance different from those used in conventional financial accounting. If this approach is to have credibility or value in helping companies asses their overall contribution to society then the basis o which it is calculated will nedd to be broadly recognized and accepted.

Akan tetapi dasar pendekatan agar dapat “diterima dan diakui secara luas” sebagaimana yang diperlukan oleh Shell, memerlukan dukungan dari organisasi profesi akuntansi untuk mencari bentuk-bentuk baru akuntansi yang mampu mengungkapkan isu-isu sosial dan lingkungan. Sampai saat ini dukungan dari organisasi profesi akuntansi tidak pernah terealisasikan. Organisasi profesi akuntansi di Australia, The Institue of Chartered Accountant in Australia (ICAA), telah membentuk apa yang disebut dengan Triple Bottom Line Issues Group dan mendorong penelitian di bidang akuntansi lingkungan, tetapi program pendidikannya sangat sedikit memberi perhatian kepada isu-isu sosial dan lingkungan.

Lebih memprihatinkan lagi badan penyusun standar akuntansi di Australia, the Australian Accounting Standards Board) (AASB) sama sekali tidak memiliki agenda pembahasan terhadap isu-isu sosial dan lingkungan dengan tujuan umum pelaporan keuangan. Diskusi mengenai apakah informasi non keuangan dapat dan mungkin dimasukkan ke dalam laporan keuangan sudah sangat diperlukan. Jika profesi akuntan tidak mampu dan tidak mau mengambil alih tugas pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, kemudian profesi apa yang semestinya mengambil tugas tersebut. Bukankah tugas ini berarti memperluas lahan pekerjaan akuntan?

Kita masih bisa agak lega karena beberapa kalangan perguruan tinggi di Australia memberikan perhatian serius terhadap isu sosial dan lingkungan dengan melakukan penelitian dan bahkan memasukkan ke dalam kurikulum undergraduate. Akan tetapi perhatian tersebut masih juga bersifat minor karena masih ada penolakan dari para akademisi lain tentang adanya relevansi antara kinerja sosial dan lingkungan dengan akuntansi.

Jika para akademisi kurang memberikan perhatian kepada isu kinerja sosial dan lingkungan, maka justru sejumlah industri dan pemerintah telah berinisiatif untuk menyediakan pedoman dan menerbitkan beberapa dokumen yang berkaitan dengan isu-isu pengukuran dan pelaporan kinerja sosial dan lingkungan.

Disarikan dari buku: Tujuan Pelaporan Keuangan, Penulis: Suwaldiman, M.Accy., SE., Akt., Hal: 98-101.

Source : http://keuanganlsm.com/pengukuran-dalam-elemen-akuntansi/

msd