Runtuhnya Bank Century dimana pemilik Bank bisa mengalihkan uang nasabah keluar negeri dan tertipunya nasabah Bank Century dengan penjualan Discretional Fund Antaboga, membuka mata masyarakat tentang sudah seriusnya “Finacial Crime” (kejahatan di bidang keuangan) di Indonesia. Kejahatan ini tidak saja berakibat merugikan sekelompok individual Nasabah Bank Century, tetapi dapat meruntuhkan kepercayaan kepada bank-bank lainnya, yang selanjutnya bisa mengacaubalaukan perekonomian secara keseluruhan. Kejahatan lainnya yang sudah terjadi berkenaan dengan mengambil uang nasabah melalui ATM bank yang bersangkutan, pemalsuan kartu kredit, undian bohong, dan hipnotisme.

Financial Crime atau kejahatan di bidang keuangan telah berkembang dari bentuknya yang paling sederhana, bermula dari kejahatan narkotic kemudian berlanjut kepada pencucian uang (money laundring). Sekarang ini berkembang menjadi cyber crime, intelectual property crime, corporate crime, sampai pengumpulan dana untuk tujuan teror. Globalisasi dan kemajuan teknologi telah menjadikan “financial Crime” menjadi kejahatan transnasional, yang tidak mengenal waktu dan batas-batas negara.  Negara-negara tidak bisa lain harus bekerja sama, karena “Financial Crime” ini tidak dalam lingkup domestik saja, tetapi seperti dikatakan tadi, telah melewati batas-batas negara.

Kerjasama Internasional

Intergovernment Organization telah memainkan perananan penting dalam regime penegakan keuangan internasional. Lahirnya Konvensi Vienna 1988 Tentang Anti (*Disampaikan pada seminar “Prinsip Kehati-hatian, Manajemen Resiko Serta Transparansi Guna Menghadapi Tantangan Inovasi dan Globalisasi”. Forum Komunikasi Direktur Kepatutan Perbankan, Jakarta 18 Maret 2010.)

Traffiking in Illegal Narcotic and Psychotropic Substance dan UN Convention on Transnational Organized Crime di Palerino, Italia tahun 2000 adalah sebagian usaha negara-negara memerangi “Financial Crime”. Konvensi-konvensi ini diikuti oleh “mutual legal assistance”, extradition, law enforcement corporation, technical assistance dan training.1

Bank-bank di dalam negeri tidak dapat menghindar dari kerjasama internasional ini untuk menjaga reputasinya. Financial Action Task Force (FATF) suatu group yang dibentuk oleh Group of Seven (G-7) tahun 1989 di Paris, sekarang sudah beranggotakan 31 negara dan beberapa organisasi internasional, tahun 1999 mempublikasikan rekomendasinya, antara lain :

  1. Recomendation to Strengthen National Legal System;
  2. Recomendation to Strengthen Customer Due Deligent Reporting of Suspicious

Transactions, Regulation and Supervision;

  1. Recomendation to Strengthen International and Other Measures; and
  2. Recomendation to Strengthen International Cooperation and Mutual

Assistance Measures.

Bukti mengindikasikan mayoritas negara telah mengambil langkah-langkah untuk implementasi regime hukum internasional baru di dalam jurisdiksi nasional masingmasing.

Money Laundring
Pencegahan money laundring keluar negeri adalah kombinasi pengaturan dan politik.3 Money Laundring tidak selalu dalam bentuk internasional, dalam banyak kasus semata-mata pencucian uang domestik. Namun sesudah “dicuci”, uang tersebut mengalir keluar negeri. Amerika Serikat setelah terjadinya peristiwa 11 September 2001 telah meningkatkan pengaturan money laundring ini. The Bank Secrecy Act (“BSA”) juga dikenal sebagai The Currency and Foreign Transaction Reporting Act, tetap menjadidasar anti money laundring di AS. BSA memperbolehkan usaha anti money laundring menelusuri aliran mata uang dan instrument keuangan lainnya melalui institusi keuangang Amerika. Dengan Patriot Act, pemerintah AS memperluas kebijakan anti money laundring dengan :

  1. Memperluas kebijaksanaan anti money laundring tidak terbatas kepada bank saja, mencakup institusi keuangan lainnya.
  2. Melarang bank melakukan transaksi dengan bank bayangan luar negeri.
  3. Menambah tanggung jawab bank terhadap “Customer Due Deligent”.
  4. Memperluas institusi keuangan yang harus menyampaikan laporan transaksi yang mencurigakan.
  5. Memperberat hukuman pidana dan perdata dalam kejahatan pencucian uang.

Corporate Crime
Masalah penghindaran pajak dalam perusahaan dan pemutarbalikan pembukuan merupakan financila crime juga. Di Amerika Serikat kasus Enron Corporation tidak yang pertama kali. Skandal perusahaan sebelumnya adalah, antara lain Cendant, Adelphia, Dynergy, Tyco, Rite Aid, Im Clone, dan World Com. Di Indonesia corporate crime inipun sudah ada.

Terorisme
Mencegah mengalirnya keuangan untuk terorist adalah langkah yang hampir tidak mungkin. Uang datang dari sumber yang sah seperti donasi sampai kepada hasil kejahatan seperti penyelundupan, perampokan, dan penjualan narkotik.Diakui lebih sukar menelusuri keuangan terorist dari pada money laundring yang biasa. Money laundring bermula pada uang haram, “dicuci”, dan kemudian kelihatan menjadi uang bersih. Terorist sebaliknya, memulai pembiayaan dari uang bersih seperti sumbangan sukarela untuk kaum miskin, tetapi  dipergunakan untuk tujuan yang salah.

Peranan Penasehat Hukum
Hampir semua tanpa kecuali, klien datang ke penasehat hukum (lawyer) dalam usaha untuk menentukan haknya dan aspek hukum dari peraturan yang rumit, untuk menghindarkan pelanggaran hukum. Namun, di Amerika Serikat penasehat hokum diwajibkan membuka hubungan kerahasiaan antara lawyer dan kliennya kepada pihak ketiga, kalau terjadi perbuatan melanggar hukum oleh pejabat-pejabat perusahaan, bila ia yakin hal itu akan menyebabkan kerugian keuangan kepada perusahaan atau investor. Namun demikian tidak jarang penasehat hukum didakwa ikut di dalam corporate crime. Antara tahun 1993 dan 2002, dilaporkan ada 56 Law Firm dan 59 pengacara individu terlibat dalam Investment Fraud. Dua puluh sembilan Law Firm ditutup oleh pihak yang berwajib dan empat lainnya menutup kantor mereka secara sukarela.

Mass Media Cetak dan Elektronik
Mass media juga memegang kunci mengungkapkan “Financial Crime”. Masyarakat terkejut sebagian dari tokoh-tokoh politik disangka menerima suap, terlibat dalam perkara LC, korupsi dan sebagainya. Di samping menjadikan berita, kasus-kasus bisa menjadi semacam “infotainment” ketika individu dan corporate celebrities dalam kesulitan.

 

Seminar ini akan berlangsung di Binus University pada bulan Maret 2016 dengan pembicara Bobby Sutono (Financial Crime Compliance, Senior Vice President)

msd