Horison baru dunia masa depan akan dibangun melalui interaksi perekonomian, sosial politik, dan keprofesian. Ketiga elemen itu akan saling memperkuat dinamika global dalam rangka mencari keseimbangan baru. Akuntan akan menjadi satu episentrumnya.

Profesi akuntansi harus beradaptasi dengan tren baru dunia bisnis. Tren baru ini tidak hanya berdampak kepada korporasi besar yang beroperasi dalam skala global, namun juga entrepreneur mikro dan kecil di berbagai negara. Tidak hanya itu, profesi ini bahkan harus menyesuaikan diri dengan tatanan sosial politik dan kripto ekonomi yang membawa dunia ke arah tatanan baru. Semua gejala itu mengharuskan akuntan selalu me-maintain profesionalisme dengan segala kompetensi baru yang relevan. Kompetensi yang berevolusi sehingga adaptif dengan perkembangan teknologi baru, tren digital, hingga inovasi yang disruptif.

Perubahan berskala global ini di sisi lain telah menebar kekacauan baru di tengah masyarakat. Ada sisi ketidakseimbangan dalam pemerataaan pembangunan dalam rangka mencari equilibrium di era tersebut. Pertanyaan pentingnya, bagaimana positioning akuntan untuk survive, sekaligus menjadi agent of change kemaslahatan dunia?

Ketimpangan ekonomi, kemiskinan dan ketidakadilan sosial menjadi isu yang tak pernah padam dalam kehidupan sebuah bangsa. Persoalan klasik dan klise tersebut terus membesar dan meluas, bahkan semakin mengancam dan membahayakan. Kompleksitas masalah menjadi ujian berat bagi pemerintah dan publik untuk menemukan strategi solusi baru yang mumpuni. Kemajuan negara akan terhambat bila problematika itu tidak mampu terpecahkan, karena realitas tersebut tidak hanya berujung kehampaan pembangunan dan krisis kebangsaan, melainkan pula sumber mata air konflik sosial sebuah negeri.

Untuk konteks Indonesia, Bank Dunia bahkan telah mengungkapkan bahwa kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin masih memprihatinkan dan mengecewakan. Bank Dunia mencatat angka koefisien gini Indonesia selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2011 hingga tahun 2014 sebesar 0,41 tercatat sepanjang sejarah, setelah sebelumnya hanya berada di level 0,30 pada tahun 1999. Pertumbuhan  pendapatan 10 persen orang terkaya Indonesia menembus tiga kali pendapatan 40 persen orang termiskin Indonesia. Gini Ratio adalah ukuran ketidakmerataan pembangunan dimana angka 0 menunjukkan pemerataan sempurna, dan angka 1 menggambarkan ketimpangan sempurna.

Fenomena di negara-negara lain, ketimpangan ekonomi menjadi tantangan yang belum tuntas dan punah betul. Belum ada solusi paripurna untuk mengentaskan. Setiap pemerintah masih berkutat, dan masih belum mampu menjinakkan secara optimal. Ketimpangan ekonomi masih membayangi derap langkah kemajuan negara-negara global.

Masalah kemiskinan ekstrim masih menjadi masalah utama di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara berkembang. Sekitar 800 juta orang hari ini masih berjuang untuk lepas dari bahaya kelaparan. Sementara 60 juta lainnya terusir dari rumahnya, baik karena perang, bahaya terorisme, dan ancaman lainnya. Persoalan sosial tersebut tak begitu mudah untuk ditaklukkan di belahan negara-negara maju sekalipun, apalagi untuk kelas negara berkembang dan negara tertinggal.

Di tengah kondisi itu, kontribusi akuntan makin hari makin dibutuhkan dalam rangka menciptakan dunia yang lebih baik. Kemajuan bisnis, perkembangan teknologi, interkoneksitas global dan kehidupan digital, ketimpangan ekonomi menjadi kekacauan yang memang harus dihadapi dengan kehadiran individu profesional bermental kuat dan berkomitmen besar. Mereka harus mampu membuka mata publik dan menginspirasi pandangan dan nilai-nilai perubahan untuk mewujudkan dunia yang lebih baik.

Akuntan harus hadir dan pro aktif dalam dinamika zaman. Mereka tidak boleh menjadi penggembira dalam perubahan, tapi tampil menjadi aktor utama dalam agenda pengentasan ketimpangan ekonomi bangsa. Akuntan dituntut semakin berperan dalam membangun interkoneksitas perekonomian dunia yang lebih akuntabel dengan semangat profesionalisme, transparansi, kejujuran. Dengan kompetensi dan visi besar terhadap kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik, Akuntan dapat menjadi pemimpin perubahan di kancah global.

Direktur Global Governance Practice Bank Dunia, Samia Msadek dalam Seminar Internasional bertema The Relevance of Professional Accountants in a Hyper Connected World yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia di Jakarta mengutarakan, tantangan terbesar akuntan adalah mewujudkan atmosfer akuntabilitas dalam seluruh kehidupan masyarakat dunia, agar masalah-masalah sosial masyarakat dapat terselesaikan.

“Kontribusi akuntan semakin dibutuhkan dari masa-masa sebelumnya. Dan kita membutuhkan lebih banyak akuntan yang menjadi pemimpin untuk membawa perubahan bagi masyarakat,” ungkapnya. Samia mengingatkan bahwa akuntan harus memiliki perspektif semakin luas dan sensitivitas semakin besar dari sebatas angka-angka. Akuntan masa kini dituntut memiliki perhatian besar terhadap kepentingan publik dan kehidupan masyarakat yang berkualitas dalam lingkup global sehingga mereka dapat mengentaskan masalah kemiskinan ataupun ketidakadilan yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Dia mengatakan akuntan dapat berperan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkesinambungan, mengoptimalkan potensi sumber daya alam sebuah wilayah, mengukur dampak perubahan cuaca dan mencegah terjadinya penggelapan pajak yang berimplikasi pada lemahnya kapasitas keuangan pemerintah dalam mendorong pembangunan dan kemajuan perekonomian.

“Akuntan harus memiliki visi dan pandangan jauh ke depan. Akuntan harus berbuat, dan bertanggungjawab dalam proses akuntabilitas sosial dunia,” ungkapnya. Samia menegaskan tentang pentingnya akuntan mendorong kemajuan pendidikan dunia, mengembangkan kerangka hukum yang kondusif dan optimal bagi publik, mewujudkan reputasi keprofesian yang positif di tengah lingkungan serta membangun komunikasi untuk membenahi tatanan sosial masyarakat.

Oleh karenanya, akuntan harus semakin aktif dalam membaca dinamika perubahan sosial dan berinisiatif dalam memberikan masukan dan rekomendasi dalam lingkup bisnis dan pemerintahan. “Akuntan harus membangun kekuatan untuk memberikan dampak yang semakin besar bagi masyarakat,” tuturnya.

Anggota DPN IAI, Rosita Uli Sinaga mengemukakan bahwa Indonesia membutuhkan akuntan-akuntan berkualitas dalam mendukung laju pembangunan dan kemakmuran suatu bangsa. Meskipun jumlah akuntan Indonesia masih terbatas, tapi yang terpenting akuntan-akuntan Indonesia memiliki profesionalisme dan komitmen besar untuk membangun kompetensi berkesinambungan dalam lingkup nasional dan global. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan dengan keinginan untuk senantiasa belajar dan berlatih, berpikir terbuka, memiliki wawasan luas, serta menjaga integritas. Profesionalisme seperti itu akan melahirkan transparansi dan akuntabilitas di masa depan perekonomian.

Untuk negara ekonomi berkembang sekelas Indonesia, kepercayaan dan transparansi menjadi daya tarik besar bagi investor. Modal asing akan masuk ke negara-negara yang dapat memberikan jaminan fasilitas keamanan dan kenyamanan bagi para pemilik modal, khususnya komitmen dalam mewujudkan implementasi tata kelola keuangan yang baik. Ketika elemen fundamental dan nilai-nilai kepercayaan itu hilang, akan berdampak pada ketidakstabilan perekonomian.

Kepercayaan yang mengedepankan transparansi, kejujuran, nilai-nilai, profesionalisme dan etika, sehingga industri keuangan berhasil maju dan berkembang secara kokoh dan berkualitas. Akuntan berada dalam posisi terbaik untuk memonitor kesehatan perusahaan, dan memberikan saran terbaik dalam merespon perubahan dinamika lingkungan. Pada akhirnya, Akuntan Profesional ada di posisi terbaik untuk memastikan pembangunan global berkelanjutan.

Sumber: official website Ikatan Akuntan Indonesia