Liberalisasi jasa akuntan se-ASEAN dalam kerangka AFTA 2015, tampaknya bukanlah masalah enteng bagi keprofesian. Persaingan ketat dengan akuntan-akuntan negara tentangga pada medan tersebut, baukanlah persoalan mudah, bila merujuk posisi kekuatan daam peta ASEAN. Kita masih kalah dari segi jumlah. Tak sedikit pula yang menyangsikan kualitas kompetensi akuntan Indonesia bila dibandingkan dengan akuntan-akuntan dari Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Data Jumlah Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing negara menyebutkan, yang menjadi anggota IAI hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan Malaysia (27.292), Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand (51.737). Berdasarkan data Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan jumlah akuntan publik di Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan dibandingkan dengan negara tetangga. Dengan hanya bermodal 1.000 orang akuntan publik pada tahun 2012, Indonesia tertinggal jauh dengan Malaysia (2.500 akuntan publik), Filipina (4.941 akuntan publik), dan thailand (6.000 akuntan publik).

Padalah Indonesia adalah negara yang besar, dengan perkembangan ekonomi yang mengesankan dan suberdaya alam melimpah, sehingga dibutuhkan banyak akuntan berkualitas untuk mengawal pembangunan ekonomi agar semakin efisien dan efektif dengan kekuatan integritas, transparansi, dan akuntabilitas. Bagi akuntan-akuntan luarnegeri, pasar ekonomi Indonesia adalah medan ekonomi yang menarik dan gurih untuk dicicipi.

Saat ini berdasarkan informasi dari Kepala PPAJP Kementerian Keuangan, Langgeng Subur, Indonesia telah membuka pintu untuk jasa tata buku non-perpajakan. Untuk jasa akuntan publik seperti jasa audit, Indonesia masih sangat berhati-hati untuk mengijinkan liberalisasi jasa ini.

“walaupun Indonesia berusaha menahan liberalisasi jasa  akuntan ini, namun kita harus tunduk pada perjanjian AFTA 2015 yang harus membuka jasa ini untuk lingkup ASEAN pada tahun 2015”, demikian kata Langgeng Subur.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi terkemuka dan visioner sendiri tak ingin berdiam diri dalam sengkarut kegelisahan tersebut. Program-program manis dan membumi direalisasikan dengan penuh totalitas kepada dunia keprofesian, juga yang tak diabaikan adalah, etika, dan leadersip.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar yang menjadi keynite speaker dalam Ultah IAI ke-55 tersebut mengusung tema, ‘Arah Regulasi Profesi Akuntan Indonesia dalam Menyongsing AFTA 2015’. Menurut Wamenkeu, para pemimpin negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN tahun 2015 yang diusulkan dalam visi 2020 ASEAN dan ASEAN Concord II, serta menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015.

Untuk itu, para pemimpin Negara ASEAN bakal menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk profesi Akuntan di ASEAN sebagai persiapan menjelang liberalisasi jasa dan perdagangan ASAN 2015 tersebut. Dengan demikian, semua pemimpin Negara ASEAN sepakat untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan pergerakan bebas barang , jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal, termasuk jasa akuntan.

Cuma sayangnya, Wamenkeu menilai daya saing akuntan Indonesia asih belim menggembirakan bila dibandingkan dengan akuntan negara-negara lainnya karena kesadaran para akuntan untuk updating keilmuan masih terbatas. “Pemerintah pun berkomitmen bakal menuntut akuntan untuk senantiasa memperbaharui keilmuan mereka, sehingga kompetensi dan profesionalisme mereka senantiasa terpelihara dari masa ke masa,” tegas Mahendra.

Dan untuk meningkatkan kualitas akuntan tersebut, kata Mahendra sat pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2012 tentang Komite Profei Akuntan Publik yang sudah ditandatangani 15 Oktober 2012 lalu. Regulasi ini sebagai aturan turunan sebagai amanat UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.

“PP itu menugaskan Menteri Keuangan untuk membentuk Komite Etik Profesi Akuntan. Pembentukan komite ini bertujuan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pembinaan, peberdayaan, dan pengawasan terhadap profesi akuntan publik dalam melindungi masyarakat,” kata Wamenkeu.

Ketua DPN IAI Prof. Mardiasmo mengingatkan tanggung jawab kualitas dan kuantitas akuntan sebagai soft infrastructure pembangunan ekonomi bangsa bukan hanya berada di pundak asosiasi profesi seperti IAI, tapi juga harus bersinergi dengan regulasi pemerintah. “Kita berharap pemerintah dapat membantu asosiasi profesi meningkatkan kuantitas dan kualitas akuntan di Indonesia dengan membuat regulasi yang mendukung IAI siap menjadi mitra pemerintah daam memperkuat profesi Akuntan,” imbuhnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif IAI Elly Zarni Husin mengemukakan sebaran akuntanpublik yang berjumlah seribuan jumlahnya tidak merata karena lebih dari 50% berada di Jakarta. Kualitas akuntan dalam menghadapi AftA 2015 juga menjadi perhatian federasi akuntan internasional (IFAC), akuntan sebagai profesional harus senantiasa memutakhirkan ilmu dan keahlian mereka. Untuk memperkuat kompetensi angotanya, pada HUT IAI tahun ini IAI juga meluncurkan gelar ‘Chartered Accountant’ kepada anggota utamanya.

“Gelar CA atau chartered accountant akan dianugrahkan kepada angota utama IAI. Pemegang gelar ini akan wajib mengukuti kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjuatan (PPL) yang diselenggarakan oleh IAI atau badan-badan lain yang disetujui. Hal ini untuk memastikan akuntan anggota IAI senandtiasa meningkatkan kompetensinya.” Jelas Elly.

Referensi : http://www.iaiglobal.or.id/v02/berita/detail.php?catid=&id=511