Mencegah pencurian atau penggelapan kas selalu menjadi tantangan berat bagi setiap perusahaan—terutama yang berskala kecil dan menengah dimana unsur kepercayaan (terhadap staf) lebih dominan dibandingkan sistim pengendalian internnya. Diantara semua aset perusahaan, kas adalah yang paling rawan terhadap tindak pencurian/penggelapan, karena paling ringkas dan mudah luput dari pengawasan.

Ada 2 bentuk kas dalam setiap perusahaan, yaitu: Kas Kecil (Petty Cash) dan Kas Bank (Checking Account). Dan kedua-duanya berisiko tinggi terhadap tindak pencurian dan penggelapan—petty cash yang dicuri fisik uangnya, sedangkan kas bank ceknya dicairkan lalu uangnya diambil. Untuk itu kedua-duanya memerlukan pengawasan secara khusus.
Berikut ini adalah tehnik yang saya rekomendasikan untuk mencegah pencurian atau penggelapan kas di dalam perusahaan

Teknik mencegah Pencurian(penggelapan) Petty cash

Kas kecil atau yang biasa disebut ‘Petty Cash’ jumlahnya memang kecil, tetapi bukan berarti bebas dari risiko pencurian (penggelapan). Tidak ada alasan untuk tidak melakukan pengawasan atau kontrol yang serius. Berikut adalah tehnik pengawasan yang saya rekomendasikan (untuk perusahaan berskala kecil hingga menengah):

  1. Batasi penggunaan petty cash, Meskipun petty cash digunakan untuk belanja dan pembayaran dalam jumlah kecil, pada prakteknya sering kali menjadi semakin besar. Jika terus dibiarkan, lama-lama setiap permintaan belanja akan minta tunai untuk alasan kepraktisan. Untuk itu perlu ditegaskan jumlah maksimal penggunaan petty cash per request. Misalnya: pengeluaran atau pembayaran menggunakan petty cash maksimal berjumlah Rp 300,000. Sedangkan pengeluaran yang lebih besar dari Rp 300,000 harus menggunakan kas bank.
  2. Pertimbangkan Penggunaan  Procurement Card – Procurement Card yang saya maksudkan adalah debit card khusus untuk perusahaan (atas nama perusahaan). Penggunaan procurement card sangat efektif jika volume arus belanja tunai cukup besar. Hanya saja perlu disadari bahwa procurement card mungkin hanya bisa dipergunakan untuk belanja di department store atau toko yang menerima pembayaran via debit card. Jika menggunakan procurement card, pastikan kartu hanya dipegang oleh pagawai yang ditunjuk. Lakukan serah-terima tertulis setiap buka dan tutup kantor.
  3. Berlakukan Otorisasi Terbatas, Misalnya: setiap permintaan belanja dengan petty cash bernilai lebih dari Rp 100,000 memerlukan approval dari Manager. Sedangkan pengeluaran dalam jumlah yang lebih kecil tidak memerlukan approval khusus. Bisa saja approval diberlakukan untuk semua jumlah transaksi, hanya saja waktu manajer akan terlalu banyak tersita oleh aktifitas approval petty cash. Tidak efisien.
  4. Batasi Persediaan Petty Cash, Misalnya: Jumlah persediaan petty cash per hari maksimal Rp 1,000,000. Logikanya sedehana: semakin sedikit jumlah uang tunai di dalam petty cash box, semakin kecil minat orang untuk mencuri atau menggelapkan. Mereka akan menghitung, risikonya jauh lebih besar dibandingkan hasilnya jika sampai tertangkap.
  5. Pergunakan Petty Cash Voucher berseri . Setiap pengeluaran petty cash, selain nota selalu harus disetai voucher bernomor seri. Hal ini sangat dibutuhkan agar setiap petty cash log (jurnal) selalu disertai nomor, sehingga bisa dibandingkan dengan bukti transaksi saat audit.
  6. Lakukan Audit Fisik Petty Cash. Biasakan agar atasan pegawai yang memegang petty cash melakukan penghitungan fisik di setiap penutupan jam kerja. Cash manager atau treasury atau chief accounting (siapapun yang ada diantara mereka) perlu melakukan audit fisik secara mendadak (tidak berjadwal). Audit mendadak sangat efektif untuk menemukan keanehan-keanehan dalam penggunaan petty cash. Jangan kaget jika pada saat audit ditemukan begitu banyak uang kecil yang dipinjamkan atau uang kembalian yang belum disetor. Itu nyaris terjadi di setiap perusahaan. Tegaskan bahwa itu adalah bentuk pelanggaran. Jika di audit berikutnya masih ditemukan, berikan teguran tertulis. Saya pribadi saat menjadi chief accountant sekitar 10 tahun yang lalu, disamping melakukan audit mendadak, saya juga melakukan audit menyeluruh (nota, voucher, petty cash log, amount per transaksi dan fisik) setiap kali petugas meminta otorisasi pengluaran cek untuk mengisi petty cash box.

Sebagus apapun tehnik yang diterapkan untuk mencegahan pencurian (penggelapan) petty cash, tidak akan berfungsi banyak jika tidak diterapkan secara konsisten dan disiplin. Mungkin tidak bisa dilakukan secara serentak, misalnya: menimbulkan tekanan terhadap pegawai yang di wilayah tersebut, karena merasa diawasi. Jika itu yang terjadi, jangan sampai dibatalkan, terus implementasikan secara gradual, dalam waktu satu bulan mestinya sudah bisa berjalan mulus seperti yang diinginkan.

Cara Mencegah Pencurian (Penggelapan) Cek

Meskipun bukan uang tunai, cek paling rawan terhadap pencurian atau penggelapan. Dengan ukuran fisik yang ringkas, pencairan yang relatif mudah dan nominal yang besar, tak diragukan lagi cek menjadi sasaran penggelapan paling menarik bagi pegawai yang tidak bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan pengawasan yang ekstra ketat—melebihi wilayah lainnya.

Berikut adalah beberapa cara mencegah penggelapan cek yang saya rekomendasikan:

  1. Minimalkan Penggunaan Cek. Untuk perusahaan yang lalulintas pembayarannya tinggi, minimalkan penggunakan cek. Kecuali untuk pengisian petty cash, usahakan semua pembayaran menggunakan bank transfer. Alasannya: penggunaan transfer lebih menjamin bahwa semua pembayaran benar-benar sampai kepada yang memang seharusnya menerima, sehingga kemungkinan penggelapan cek bisa diminimalkan hingga mendekati nol. Sekarang hampir setiap orang memiliki rekening bank. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak bisa mengimplementasikan sistim ini.
  2. Berlakukan Otorisasi bertingkat..Pemberi persetujuan penerbitan cek dibedakan berdasarkan nilai nominalnya. Misalnya: pengeluaran di bawah Rp 1 juta cukup di approve oleh pegawai setingkat manajer, pengeluaran 1 hingga 10 juta di approve oleh controller, dan pengeluaran di atas 10 juta harus di approve oleh CFO atau Direktur Keuangan (jika tidak ada CFO mungkin Direktur Utama). Hal itu penting dilakukan, karena manajer juga manusia, sehingga jikapun ada manajer yang gelap mata, jumlahnya menjadi lebih kecil.
  3. Minimalkan Penerbitan Cek ‘Tunai/Cash’. Yang dimaksudkan cek tunai (cek cash) di sini adalah cek yang tidak menyebutkan nama si penerima. Cek seperti ini sangat rawan terhadap penggelapan. Atau dicairkan oleh pegawai sendiri untuk kemudian dibayarkan sebagian saja, sementara sisanya diambil (digelapkan). Memang ada kalanya nama penerima tidak diketahui, terutama untuk keperluan mendadak.  Minimalkan, kalau bisa jangan sampai ada.
  4. Penandatangan Cek Lebih Dari Satu Orang. Minimal 2 atau 3 orang lebih Artinya bank hanya akan mencairkan cek yang ditandatangani oleh kedua atau ketiga pejabat yang ditunjuk. Sama seperti strategi yang lain, inipun dimaksudkan agar ada koreksi-silang antara satu pejabat dengan pejabat yang lain, sehingga risiko bisa ditekan seminimal mungkin. Dan penting disampaikan kepada pejabat penandatangan cek supaya mereka memastikan hanya akan menandatangani cek yang payment request-nya sudah diotorisasi oleh pejabat yang ditunjuk (lihat point 2)
  5. Awasi Stok Buku Cek. Sudah umum, agar tidak bolak-balik pesan buku cek perusahaan ambil buku cek dari bank dalam jumlah banyak sekaligus. Sehingga ada saja stok buku cek di perusahaan. Dan itu potensi risiko. Untuk itu perlu diawasi secara ketat. Sediakan box khusus sebagai tempat penyimpanan buku cek. Jika ada brankas, itu lebih bagus. Jika tidak, bisa juga di simpan di salah satu filing cabinet yang terkunci. Semua itu tidak akan efektif jika banyak orang yang bisa mengakses. Batasi akses agar hanya orang tertentu yang bisa mengambil buku cek. Sehingga tanggung jawab jelas ada pada orang tertentu saja. Jika menggunakan filing cabinet, kuncinya hanya dipegang oleh orang yang bertanggungjawab terhadap buku cek.
  6. Awasi stempel cek. Bisa jadi stempel perusahaan atau stempel tandatangan. Jika menggunakan stempel perusahaan, buatkan stempel khusus untuk cek (biasanya ukurannya lebih kecil), jangan memakai stempel yang biasa dipakai untuk administrasi sehari-hari. Simpan stempel ditempat khusus. Akan lebih aman lagi jika disimpan di tempat yang terpisah dengan buku cek, dan orang yang bertanggungjawabpun adalah orang yang berbeda. Sehingga akan terjadi saling awasai diantara mereka.
  7. Disipilinkan Urutan Nomor Cek. Nomor cek yang diterbitkan oleh bank selalu berurut. Instruksikan kepada petugas penulis cek, agar penggunaan cek dilakukan secara disiplin mengikuti urutan nomor seri, jangan sampai ada yang lompat-lompat. Hal itu penting untuk mempermudah pengawasan (lihat point 8)
  8. Bandingkan Antara ‘Check Register’ Dengan Bonggol Cek. Yang saya maksudkan dengan ‘Check Register’ adalah buku catatan pengeluaran cek. Bisa jadi pencatatan pengeluaran cek langsung dicatat ke dalam Buku Kas (Kas bank) dalam bentuk jurnal. Sepanjang dalam jurnal memungkinkan untuk mencantumkan nomor cek, maka cek register tidak diperlukan. Sekali waktu printout check register, lalu bandingkan dengan urutan nomor cek yang ada di bonggol cek. Jika ada yang lompat berarti kemungkinan besar itu cek bermasalah—diterbitkan tetapi tidak dicatat ke dalam cash register (tidak dijurnal). Atau cek salah tulis. Lakukan penelusuran lebih jauh, cari tahu mengapa terjadi seperti itu. (Lihat juga point 11).
  9. Jangan Sisakan Ruang Dalam Lembar Cek. Pada lembar cek, ruang nominal (angka) dan keterangan angka dalam huruf seringkali tersisa. Biasakan untuk selalu mencoret ruang yang tersisa tersebut dengan dengan garis lurus. Hal itu penting dilakukan agar jangan sampai dimanfaatkan oleh pegawai nakal (ditambahi angka atau huruf oleh pegawai nakal).
  10. Gunting Cek Batal. Cek batal biasanya hanya ditandai dengan membubuhkan tanda silang atau stempel “Void”. Hal itu dimaksudkan agar cek batal tersbut tidak diuangkan oleh pagawai yang nakal. Dahulu mungkin itu aman, tetapi sekarang sudah ada banyak zat kimia yang bisa menghapus coretan tinta hingga bersih. Untuk benar-benar menutup kemungkinan itu, paling aman jika cek batal digunting saja—entah itu pojoknya atau di bagian tengah, yang penting nominal dan nomor cek masih tetap bisa dibaca.
  11. Periksa Cek Yang Belum Dikirimkan. Saat membandingkan bonggol cek dengan check register, mungkin pemeriksa menemukan semua nomor seri cek sudah terurut (tidak ada yang hilang, tidak ada yang lompat). Tetapi bukan berarti itu sudah pasti aman. Ada kemungkinan cek diterbitkan lalu dicatat ke cek register, akan tetapi fisik cek tidak (atau belum) diserahkan ke orang yang berhak. Ada berbagai kemungkinan mengapa itu bisa terjadi. Pertama, mungkin karena belum sempat dikirim atau si penerima belum mengambil ceknya. Kedua, ada kemungkinan cek memang sengaja ditahan untuk deal khusus antara petugas pembayar dengan vendor (supplier)—misalnya cek diserahkan bila komisi sudah dikirimkan. Ketiga, melalui celah kelemahan sistim akuntansi yang ada, pegawai nakal bisa membuat nama supplier yang sesungguhnya tidak ada lalu dibuat seolah-olah supplier ini memiliki tagihan. Kemungkinan kedua dan ketiga ini adalah bentuk penggelapan. Untuk memastikan, cara paling baik adalah dengan menghubungi (vendor/supplier) yang seharusnya menerima—tanyakan apakah ada masalah pembayaran atau tidak. Dari sana akan diketahui apa sebenarnya yang terjadi.
  12. Setor Semua Cek Masuk Dihari Yang Sama. Jika perusahaan menerima pembayaran dalam bentuk cek, buat kebijakan yang mengintrusksikan bahwa setiap cek masuk harus disetorkan dihari yang sama. Kalau ditemukan ada cek masuk yang tidak langsung disetorkan, tanyakan mengapa? Ada kemungkinan petugas bermaksud menyetorkan cek tersebut ke rekening pribadinya. Atau dicairkan lalu disetorkan ke rekening perusahaan hanya sebagian saja, sementara sebagiannya lagi disetorkan ke rekening pribadinya—misalnya customer yang seharusnya menerima discount tetapi ditagih penuh.
  13. Bubuhkan “Setor ke Bank ABC Cab…. Rek. No…. .Kemungkinan risiko di point 12 bisa diminimalkan lagi dengan membubuhkan tulisan atau stempel yang berbunyi “Setorkan Ke Bank ABC Rek, No. XXXX” dibalik lembar cek yang diterima. Dengan demikian, kemungkinan pegawai nakal mencairkan cek tersebut menjadi tertutup. Hal itu sekaligus mencegah risiko bila cek terjatuh di jalanan saat pegawai berangkat menyetorkan ke bank. Dengan tanda tersebut, orang yang menemukan cek tidak akan bisa mencairkan cek tersebut.
  14. Lakukan Audit Mendadak.Mungkin pegawai yang ditunjuk sudah melakukan rekonsiliasi bank setiap akhir bulan. Bagaimana jika pegawai nakal bersekongkol dengan pegawai yang melakukan rekonsiliasi bank? Tidak ada yang tidak mungkin. Tetapi jangan khawatir, kemungkinan itu bisa diminimalkan dengan melakukan audit mendadak. Jika rekonsiliasi bank sudah dilakukan, periksa ulang rekonsilasi tersebut, apakah sudah benar atau salah. Jika belum, lakukan rekonsiliasi bank. (baca: konsep rekonsiliasi bank atau cara membuat rekonsiliasi bank).
  15. Perbaharui Kartu Specimen Tandatangan Cek.Ini harus dilakukan jika ada salah satu pejabat penandatangan cek pindah tugas atau mengundurkan diri dari perusahaan. Lakukan sebelum pejabat tersebut dipindahkan atau tidak aktif di perusahaan. Hal ini penting untuk mencegah, jangan sampai pejabat bersangkutan masih bisa menandatangani cek.

Jika keempat belas cara mencegah pencurian (penggelapan) cek di atas dilakukan secara konsisten, dari waktu-ke-waktu, saya yakin potensi risiko kebobolan bisa ditekan hingga ketitik yang paling rendah. Cara yang paling pasti untuk membuat implementasi pengawasan berjalan konsisten, adalah dengan menuangkannya ke dalam instruksi tertulis, idealnya semacam standar operation procedures (SOP). Tentunya tanpa perlu penjelasan kepada pegawai mengapa harus dilakukan cukup eksekutif saja yang tahu.

Penting untuk diketahui bahwa, sebagus apapun tehnik pengawasan yang diterapkan (termasuk cara yang saya tawarkan ini), tetap saja bukan merupakan tehnik yang bisa berjalan dengan sendirinya (set-up and forget it). Perusahaan masih perlu melakukan pengawasan termasuk pemeriksaan-pemeriksaan berkala untuk memastikan bahwa prosedur dijalankan secara displin dan konsisten.

Pada dasarnya memang tidak ada manusia (termasuk pegawai perusahaan) yang berkeinginan untuk menjadi pencuri. Sehingga, seharusnya tidak ada yang salah dengan mempercayai staf. Akan tetapi orang bisa berubah (tanpa disadari) menjadi ‘gelap-mata’ ketika desakan kesulitan ekonomi tersambut oleh lemahnya pengawasan (kontrol) kas.

Adalah tidak mungkin bagi perusahaan untuk mencegah kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh pagawai—masing-masing orang memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda. Yang paling mungkin dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan pengawasan atau kontrol yang ketat—sehingga peluang terjadinya pencurian atau penggelapan kas benar-benar tertutup rapat.