PENGEMBANGAN KONSEP AKUNTANSI SYARIAH SEBAGAI UPAYA PEMAHAMAN & PENGEMBANGAN INSTRUMEN SUKUK

Mohamad Heykal

Dosen tetap jurusan akuntansi Univ Bina Nusantara

Konsep akuntansi syariah berkembang seiring dengan adanya pertumbuhan berbagai lembaga keuangan, perbankan, dan juga instrument keuangan yang menerapkan sistem syariahIslam di dunia ini. Seperti diketahui bahwa prinsip utama yang ada dalam konsep keuangan syariah adalah adanya transaksi keuangan, yang berupa penyimpanan maupun penyaluran dana yang tidak mengenal prinsip bunga.

Berbagai pandangan muncul berkaitan dengan konsep akuntansi syariah ini. Salah satu diantaranya adalah Triyuwono (2000) yang menyatakan bahwa konsep akuntansi syariah merupakan paradigma baru dalam wacana Akuntansi sangat terkait dengan kondisi obyektif yang ada yang melingkupi ummat secara khusus dan masyarakat dunia secara umum. Kondisi tersebut meliputi norma agama, kontribusi ummat pada masa lalu, sistem ekonomi konvensional yang masih mendominasi perekonomian dunia, termasuk di sini masih mendominasi berbagai lembaga keuangan yang ada serta instrument keuangan yang dikeluarkan.

Dalam perkembangan awalnya istilah akuntansi syariah mengakibatkan banyak terjadinya diskusi yang memberikan banyak perkembangan pemikiran berkaitan dengan akuntansi syariah dan juga konsep keuangan syariah. Dengan begitu secara ringkas dapat disimpulkan bahwa akuntansi syariah merupakan sebuah wacana yang bisa digunakan untuk berbagai ide, konsep, pemikiran tentang akuntansi syariah itu sendiri. Wacana tersebut kini terbagi menjadi dua, yaitu ada yang berpikir bahwa konsep akuntansi syariah akan terus berada pada tatanan konsep dan juga mereka yang berpikir bahwa konsep akuntansi syariah ini dapat diturunkan ketatanan yang lebih praktis. Yang pertama cenderung untuk mengembangkan akuntansi syariah sebagai kajian filosofis teoritis yang memberi payung untuk derivasi kongkrit dalam bentuk praktik. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada bentuk praktik dan kebutuhan pragmatis, termasuk di sini bagaimana konsep akuntansi syariah dapat digunakan bagi perkembangan instrument keuangan syariah, khususnya pasar modal syariah, seperti instrument sukuk.

Di Indonesia berbagai pembahasan tentang konsep akuntansi syariah masih belum banyak dilakukan. Hanya sedikit ilmuwan akuntan di Indonesia yang mau mengembangkan dan melakukan penelitian tentang akuntansi syariah. Beberapa diantaranya adalah Iwan Triyuwono (1996,1997, 2000), Muhammad Akhyar Adnan dan juga Sofyan Harahap.(1992 dan 1997). Pada tingkatan wacana pembahasan tentang akuntansi syariah ini banyak difokuskan pada metodologi bagaimana bisa membangun dan mengembangkan akuntansi syariah itu sendiri. Kajian yang sama pada tingkat internasional yang membahas mengenai grand teeri dan konsep akuntansi syariah bisa merujuk pada studi Gambling dan karim (1986,1991), Baydoun dan Willet (1994) Gaffikin (1996), Shaari Hamid,Russel Craig dan Frank Clarke ( 1993 ) serta Toshikabu Hayashi ( 1989).

Meskipun begitu sangat disadari bahwa konsep akuntansi syariah tidak akan dapat berkembang bila hanya mengembangkan pemikiran berdasarkan tingkat wacana saja. Karena itu juga dikembangkan konsep tatanan praktis dalam hal akuntansi syariah, seperti yang dilakukan oleh Widodo (1999) yang mencoba penerapan transaksi bisnis dengan menggunakan konsep akuntansi syariah pada lembaga keuangan Mikro Syariah Baitul Mal Wat Tamwil, Dwicahyono (2000) yang berkenaan dengan etika kerja islam dan pelaporan keuangan perguruan tinggi islam, kemudian penelitian Azizul dan Bambang (2001) yang membahas penerapan sistem pembukuan pada mesjid-mesjid di kota Semarang sebagai bentuk pertanggungjawaban/akuntabilitas keuangan dalam aktifitas syariah organisasi non-profit yaitu Badan Takmir Mesjid. Juga terdapat beberapa penelitian lain yang berkenaan dengan praktis yang juga dilakukan oleh Muhammad (2001) yang mengkaji perspektif akuntansi sosial dan pertanggungjawaban serta penelitian Harahap (2001) yang mengidentifikasi pengungkapan nilai-nilai islam pada laporan tahunan Bank Muamalat Indonesia.

Dalam tataran praktis, standar akuntansi syariah sudah dicoba untuk dibakukan, baik secara nasional maupun internasional. Secara nasional standar akuntansi syariah dirumuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dengan diterbitkannya beberapa PSAK yang berkaitan dengan akuntansi syariah, yaitu PSAK 101 hingga 109. Sedangkan secara internasional konsep akuntansi syariah, dan bagaimana konsep itu diberlakukan untuk berbagai produk keuangan syariah dilakukan oleh AAOIFI (The Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institution). Pengembangan tataran praktis standar akuntansi syariah dilakukan karena adanya perkembangan berbagai instrument keuangan syariah, termasuk instrument pasar modal syariah.

Salah satu instrument keuangan syariah yang juga merupakan bagian dari konsep pasar modal syariah adalah sukuk. Sukuk pada hakikatnya merupakan suatu sertifikat kepemilikan atas suatu aset (proyek riil) yang dapat digunakan dalam skala besar untuk membiayai pembangunan.Sukuk dipandang sebagai alternatif yang lebih baik daripada berutang karena antara lain mengandung unsur kerja sama investasi, berbagi risiko dan keterlibatan aset (proyek riil) yang juga mendasari penerbitan sukuk. Akad sukuk terdiri dari beberapa, yaitu ijarah, mudharabah, musyarakah, dan juga akad salam (Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010). Penerbitan instrument investasi sukuk merupakan inovasi yang cukup inovatif dan juga dinamis dalam system keuangan syariah. Dan yang paling pasti adalah sukuk merupakan instrument investasi yang diterbitkan dengan suatu underlying asset yang sangat jelas.

Artikel ini berusaha menjelaskan bagaimana konsep akuntansi syariah yang sedang dikembangkan saat ini, baik dari segi tataran teoritis dan juga tataran praktis diharapkan dapat mempermudah pemahaman tentang produk keuangan syariah di pasar modal syariah, khususnya instrument sukuk. Dengan adanya peningkatan pemahaman tersebut diharapkan perkembangan instrument keuangan syariah di pasar modal akan semakin cepat, termasuk instrument sukuk.

Sukuk sebagai salah satu instrumen yang cukup penting dalam kelembagaan ekonomi Islam. Karena sangat penting, maka lembaga yang paling tepat dalam rangka mengembangkan instrumen sukuk adalah negara. Hal ini dikarenakan alasan bahwa negaralah yang memiliki asset yang dapat dipergunakan dalam skala besar dan sangat berguna dalam instrumen sukuk.Pengembangan instrumen sukuk di Indonesia diharapkan akan semakin cepat bila sistem akuntansi syariah di Indonesia sudah dapat diterapkan dalam instrumen sukuk tersebut. Karena itu tujuan dari makalah ini adalah membahas tentang instrumen sukuk dan bagaimana konsep akuntansi syariah dapat menunjang pengembangan instrument sukuk tersebut di Indonesia ?

Pasar Modal Syariah

Pengembangan pasar modal syariah didasari dengan kenyataan bahwa masyarakat muslim juga memiliki kesempatan untuk melakukan investasi berdasarkan beberapa norma yang ada, yaitu :

  1. Transaksi investasi dilakukan atas harta yang memberikan nilai manfaat dan kegiatan investasi menghindari setiap transaksi yang dhalim. Setiap transaksi yang memberikan manfaat akan dilakukan bagi hasil.
  2. Uang digunakan sebagai alat pertukaran dan juga bukan komoditas perdagangan di mana fungsinya adalah sebagai alat pertukaran nilai yang menggambarkan daya beli suatu barang atau harta. Sedangkan manfaat atau keuntungan yang ditimbulkannya berdasarkan atas pemakaian barang atau harta yang dibeli dengan uang tersebut.
  3. Setiap transaksi harus transparan, tidak menimbulkan kerugian atau unsur penipuan di salah satu pihak baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
  4. Risiko yang mungkin timbul harus dikelola sehingga tidak menimbulkan risiko yang besar atau melebihi kemampuan menanggung risiko.
  5. Dalam Islam setiap transaksi yang mengharapkan hasil harus bersedia menanggung risiko.
  6. Manajemen yang diterapkan adalah manajemen Islami yang tidak mengandung unsur spekulatif dan menghormati hak asasi manusia serta menjaga lestarinya lingkungan hidup (Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, 2010)

Selain itu, pengembangan pasar modal syariah dilakukan karena konsep keuangan syariah pada dasarnya memperbelolehkan dilakukan perdagangan surat berharga selama tidak melanggar kaidah syariah. Adapun dalam pasar modal konvensional terdapat beberapa transaksi yang berpotensi tidak sesuai dengan syariah, diantaranya adalah: (Ryandono,Muhammad Nafik Hadi,2008)

1.Terdapat emiten yang memproduksi barang dan jasa yang dikategorikan tidak sesuai dengan syariah

2.Adanya praktik penjualan surat berharga yang belum dimiliki, atau short selling. Praktik ini bahkan dikecam dalam pasar modal konvensional

3.Adanya manipulasi dalam pasar modal konvensional. Manipulasi ini contohnya adalah praktik insider trading dan penipuan di pasar modal. Praktik penipuan ini akan mengakibatkan pembentukan harga yang tidak wajar, perlakuan yang tidak adil di antara pelaku pasar dan rusaknya kelangsungan di pasar modal. Bahkan juga menyebabkan pasar modal menjadi tidak efisien bila kita melihat kembali teori efisiensi pasar di pasar modal

4.adanya transaksi yang dikategorikan gharar, atau tidak jelas. Contohnya adalah transaksi atas indeks saham, baik indeks LQ45, indeks LQ-45 futures. Indeks yang diperdagangkan adalah tidak jelas dari sisi asset maupun harga.

5.Adanya rekayasa permintaan dan penawaran, dan

6.Transaksi dari surat berharga yang menggunakan instrument ribawi, seperti obligasi konvensional maupun saham preferen.

Seperti diketahui, pengembangan pasar modal syariah sebagai bagian dari konsep keuangan syariah tidak berjalan secara cepat. Di Indonesia, kegiatan pasar modal dilakukan berdasarkan UU pasar modal, yaitu UU No 8 tahun 1995. Dalam UU tersebut disebutkan, terutama dalam Pasal 1 butir 13 Undang-Undang No.8 Tahun 1995 bahwa pasar modal adalah “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan efek dalam UUPM pasar 1 butir 5 dinyatakan sebagai surat berharga yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersil, saham obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak kegiatan berjangka atas efek dan setiap derivatif efek. Penjelasan dalam UU tersebut hanya memberikan penegasan tentang pasar modal saja. Dengan begitu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasar modal syariah dapat dikembangkan di Indonesia.

Secara resmi, pengembangan pasar modal syariah di Indonesia dilakukan pada tahun 2003, dengan adanya kerja sama yang dilakukan oleh DSN-MUI dengan BAPEPAM-LK. Meskipun begitu, pasar modal syariah di tanah air sudah hadir semenjak tahun 1997 dengan adanya produk reksadana syariah yang diterbitkan oleh PT. Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya sesuai dengan syariah Islam . Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan syariah Islam.

Salah satu instrument yang dikeluarkan dalam pasar modal syariah yang banyak dibicarakan sukuk. Sukuk berasal dari akar bahasa Eropa yaitu cheque yang berarti sebuah dokumen yang merepresentasikan sebuah kontrak (contracts) atau pengalihan kepemilikan (conveyance of rights), obligasi (obligations) atau juga kewajiban yang harus dipenuhi (monies done) berdasarkan prinsip syariah. Namun demikian, bukti empiris menunjukkan bahwa sukuk merupakan produk yang digunakan secara luas pada abad pertengahan Islam untuk mentransfer kewajiban keuangan yang berasal dari perdagangan dan juga kegiatan komersial lainnya. Selain itu juga banyak literature lain yang menyatakan bahwa sukuk juga banyak digunakan dalam kegiatan perdagangan internasional dalam sejarah umat Islam terdahulu. Dalam bukunya, Huda dan Nasution (2007) mengemukakan bahwa sukuk sukuk secara nyata digunakan secara luas oleh masyarakat muslim pada abad pertengahan dalam bentuk surat berharga yang mewakili kewajiban pembiayaan yang berasal dari perdagangan dan kegiatan komersial.

Penelitian yang dilakukan oleh Ayub (2005: 5-6) dan Adam (2005: 1-2) juga menyimpulkan hal yang sama. Akan tetapi ada sedikit perbedaan, dimana selain dinyatakan bahwa sukuk secara ekstensif digunakan masyarakat muslim pada era pertengahan, akan tetapi   struktur sukuk yang ada pada saat itu berbeda dengan sukuk yang ada saat ini. Sukuk saat ini cenderung lebih mirip dengan konsep sekuritisasi konvensional dimana proses kepemilikan dari jaminan aset dipindahkan pada sejumlah besar investor melalui surat berharga yang umumnya disebut dengan sanadat, sertifikat, sukuk atau instrumen lain yang menunjukkan proporsi nilai dari aset terkait. Pengembangan instrument sukuk di dunia mulai banyak dilaksanakan dengan dikeluarkannya standar syariah untuk instrumen sukuk sebagai sarana investasi berdasarkan konsep yang dikeluarkan oleh AAOIFI pada Mei 2003, yaitu “sertifikat dengan nilai yang sama yang mewakili bagian kepemilikan yang sepenuhnya terhadap aset yang tangible, manfaat dan jasa atau (kepemilikan dari) aset dari suatu proyek atau aktivitas investasi khusus”. Sementara di Indonesia, berdasarkan Peraturan BAPEPAM-LK No IX.A.13, yang dimaksud dengan sukuk adalah “efek syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu atas asset berwujud tertentu, nilai manfaat atas asset berwujud baik yang sudah ada maupun tidak ada, jasa yang ada maupun yang aka nada, serta kegiatan investasi yang telah ditentukan. Dalam kaitan sukuk sebagai surat berharga syariah negara, UU SBSN, yaitu UU No 19 tahun 2008 telah memberikan pengertian bahwa sukuk adalah “surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun asing“. Penerbitan sukuk negara di Indonesia bertujuan untuk:

-memperluas basis sumber pembiayaan anggaran negara,

-mendorong pengembangan pasar keuangan syariah;

-menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah;

-diversifikasi basis investor;

-mengembangkan alternatif instrumen investasi;

-mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara; dan

-memanfaatkan dana-dana masyarakat yang belum terjaring olehsistem perbankan konvensional

Menurut Iqbal & Tsubota (2006: 7), syariah Islam menerima validitas dari aset keuangan yang mendorong pengembalian atas kinerja aset riil. Kata sukuk sendiri merefleksikan partisipasi atas kepemilikan underlying asset. Desain dari sekuritas terbentuk dari proses sekuritisasi konvensional dimana special purpose vehicle (SPV) disusun untuk memperoleh aset dan untuk menerbitkan tuntutan keuangan atas aset. Beberapa tuntutan keuangan merepresentasikan sebuah manfaat kepemilikan yang proporsional untuk periode yang ditetapkan ketika resiko dan pengembalian yang diasosiasikan dengan cash-flows dihasilkan oleh underlying asset diberikan kepada pemilik sukuk (investor). Dari rangkaian informasi tersebut secara sekilas bahwa instrumen sukuk memiliki beberapa sifat yang umum seperti yang ada dalam surat berharga pasar modal konvensional, seperti obligasi yaitu :

-Dapat diperdagangkan, karena sukuk mewakili pihak yang menjadi pemilik asset secara jelas dimana manfaat dari asset terlihat secara jelas dan sukuk dapat diperjualbelikan.

-Dapat diperingkat. Instrumen sukuk dapat diperingkat oleh lembaga pemeringkat internasional

-Dapat ditebus . Instrumen sukuk dapat ditebus dan juga dimungkinkan untuk ditebus.

Meskipun begitu dalam makalahnya Iqbal & Mirakhor (2008: 226) mengatakan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara keduanya karena obligasi merepresentasikan utang murni dari pihak yang menerbitkan obligasi, sedangkan sukuk merepresentasikan bagian kepemilikan dalam aset atau proyek yang ada atau yang telah ditentukan. Selain itu, obligasi menciptakan hubungan peminjam dengan yang meminjam. Sedangkan sukuk tergantung kepada karakteristik kontrak yang mendasarinya.

Akad yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia adalah akad ijarah, akad murabahah, akad mudharabah dan juga akad isthisna’. Jenis akad tersebut dikeluarkan karena dari segi akuntansi, beberapa akad tersebut juga sudah memiliki panduan yang cukup lengkap di dalam PSAK dikeluarkan oleh IAI. Surat Berharga Syariah Negara, atau sukuk negara yang dikeluarkan oleh pemerintah RI berdasarkan UU No 19 tahun 2008 juga mempergunakan akad- akad tersebut

Penjelasan Tentang Sukuk

Langkah pertama adalah identifikasi asset. Aset ini sebelumnya dikuasai oleh entitas yang berniat memobilisasi sumber daya dan mendapatkan dana. Dalam hal sukuk, asset yang dipergunakan untuk sukuk harus berupa asset yang nyata seperti bangunan, kantor, tanah, ataupun jalan raya. Dalam kasus lain, sebuah kumpulan (pool) dapat dibuat dari serangkaian aset heterogen yang mengkombinasikan aset tangible dan nontangible. Ketika aset yang hendak disekuritisasi telah teridentifikasi, maka aset ini ditransfer untuk dapat dijadikan sebagai menjadi special purpose vehicle untuk harga jual yang telah ditentukan.

Langkah kedua adalah aset dasar dibawa ke sisi aset SPV dengan menerbitkan sertifikat partisipasi atas sukuk pada sisi liabilitasnya terhadap investor dalam jumlah yang setara dengan harga beli. Langkah berikutnya adalah SPV menjual atau menyewakan kembali aset tersebut kepada pihak yang terafiliasi sebagai penjual atau langsung kembali pada penjual sendiri– sebagai kompensasi pembayaran di masa depan atau pembayaran sewa periodic. Sebagai upaya menjadikan sertifikat tersebut sebagai bentuk investasi dan untuk meningkatkan marketability-nya, bank investasi juga memberikan semacam bentuk jaminan. Yang terakhir, selama masa aktif sukuk, pembayaran periodik dilakukan oleh si penerima manfaat dari aset tersebut, yaitu penyewa, yang kemudian ditransfer kepada investor (Musari, Khairunnisa, 2009)

Akad Sukuk & Perlakuan Akuntansi :

  1. Sukuk Ijarah: Sesuai dengan namanya, maka sukuk ijarah menggunakan akad ijarah. Dalam akad ini, salah satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga sewa dan juga periode sewa yang telah disepakati. Ini sesuai dengan pengertian ijarah yang berarti “suatu akad dimana pihak yang memiliki barang atau jasa berjanji untuk menyerahkan hak penggunaan atas suatu barang atau jasa yang dimiliki oleh pemilik barang atau jasa dalam waktu tertentu tanpa diikuti dengan beralihnya kepemilikan barang atau jasa yang menjadi obyek ijarah”. Sukuk ijarah ini merupakan instrumen investasi dimana nilai saham yang dimiliki sama dengan asset yang disewakan. Dalam sukuk ijarah ini, investor sukuk akan mendapatkan pengembalian dari asset yang disewakan secara periodic. Berkaitan dengan akad ijarah, BAPEPAM-LK telah memberikan panduan di dalam PeraturanNomor IX.A.14, yaitu: Adanya persyaratan pihak yang menjadi pemberi sewa atau jasa (selanjutnya disebut lessor) dan penyewa atau pengguna jasa (selanjutnya disebut lessee). Pihak yang dapat menjadi lessor dan lessee wajib memilikikecakapan dan kewenangan untuk melakukan perbuatan hukumbaik menurut syariah Islam maupun peraturan perundangundanganyang berlaku. Dalam akad ijarah, barang yang dapat dijadkan sebagai obyek akad ijarah memiliki beberapa ketentuan, yaitu       barang dan jasa dapat dinilai dengan uang, juga dapat diserahkan manfaatnya kepada pengguna barang atau jasa, manfaat barang dan jasa tidak bertentangan dengan syariah, dan spesifikasi atas barang dan jasa haruslah jelas.

2. Sukuk Murabahah

Merupakan sukuk yang diterbitkan dengan prinsip jual beli, dimana pihak penerbit sertifikat sukuk adalah pihak yang melakukan penjualan komoditi, sedangkan yang menjadi investor sukuk adalah pihak yang membeli komoditi tersebut. Dalam pasar modal, dimana dikenal istilah pasar perdana dan pasar sekunder, instrument sukuk dengan kategori murabahah hanya dapat diterbitkan pada pasar primer, dan tidak dapat diterbitkan pada pasar sekunder. Dalam instrument keuangan syariah, akad murabahah menempati urutan pertama dari berbagai akad yang dipergunakan oleh berbagai lembaga keuangan syariah

3. Sukuk Mudharaba

Merupakan akad sukuk yang berfungsi sebagai kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana satu pihak bertindak sebagai penyedia modal dan pihak lain bertindak untuk menyediakan tenaga dan juga keahlian. Pendapatan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disetujui sebelumnya oleh kedua belah pihak. Berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian, maka kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menyediakan modal, terkecuali kerugian yang disebabkan oleh kelalaian dari pihak penyedia jasa tenaga kerja dan juga keahlian. Dalam penggunaannya, sukuk mudharabah biasanya digunakan untuk mendapatkan dana dari masyarakat yang berguna sebagai sarana pembiayaan untuk berbagai proyek pembangunan.

4. Sukuk Istishna’

Merupakan sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ di mana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga,waktu penyerahan, dan spesifikasi barang serta proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.Sukuk dengan akad istishna merupakan suatu surat berharga yang dipergunakan untuk melakukan mobilisasi kebutuhan dana dalam rangka memproduksi barang yang dimiliki dengan adanya bukti kepemilikan surat berharga tersebut. Sebagai instrumen surat berharga pasar modal syariah, sukuk dengan akad ini tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.

 

Kesimpulan

Berbagai akad yang ada dalam penerbitan instrumen sukuk tersebut memerlukan suatu standar akuntansi yang jelas dimana pada akhirnya dapat menunjang perkembangan instrumen sukuk sebagai instrumen investasi berbasis syariah. Hingga saat ini, konsep akuntansi syariah telah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia belum memberikan pengaturan tersendiri terhadap berbagai akad yang dipergunakan oleh instrumen sukuk. Konsep PSAK berkaitan dengan akuntansi syariah yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia telah menyebutkan secara tegas bahwa PSAK tersebut tidak dipergunakan untuk instrumen sukuk. Hal ini membuat pengembangan instrumen sukuk di Indonesia menjadi banyak terhambat, selain karena pemahaman masyarakat Indonesia terhadap instrumen sukuk, termasuk bagi sebagian kalangan akademisi masih kurang jelas.

Pengembangan konsep akuntansi syariah untuk instrumen sukuk pada dasarnya dapat merujuk pada pengertian tentang sukuk yang dikeluarkan oleh AAOIFI. Berbagai akad sukuk yang dikeluarkan oleh negara Malaysia berusaha mengadopsi prinsip sukuk yang dikeluarkan oleh AAOIFI. Konsep AAOIFI juga dapat diimplementasikan dalam pengembangan sukuk di Indonesia, yang pad akhirnya akan membuat pemahaman dan pengembangan instrumen sukuk di Indonesia dapat berjalan secara lebih baik.

                                                         DAFTAR REFERENSI                  

 

Achsien, Iggi H ( 2000), Investasi Syariah Di Pasar Modal, Gramedia Pustaka, Jakarta

Adam, Nathif Jama (2005), Sukuk: A Panacea For Convergence and Capital Market Development in OIC Countries, Islamic Economic Conference, Jakarta

Adnan, M Akhyar ( 2005), Akuntansi Syariah Arah, Prospek & Tantangannya, UII Press Yogyakarta

Harahap, Sofyan S ( 2008), Kerangka Teori & Tujuan Akuntansi Syariah, Pustaka Quantum, Jakarta

Huda, Nurul, & Mohamad Heykal,(2010), Lembaga Keuangan Islam, Prenada Media, Jakarta

Huda, Nurul & Mustafa Edwin Nasution ( 2007), Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Prenada Media, Jakarta

Sudarsono, Heri, 2004, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Ekonisia, FE UII Yogyakarta

Thomas, Abdulkader (ed) (2009), Sukuk, Sweet & Maxwell Asia, Selangor, Malaysia