Apa yang disampaikan oleh Sophocles sang penyair dari Yunani yang hidup pada rentang waktu 496BC – 406BC tersebut sangat dalam maknanya – bahwa lebih baik gagal secara terhormat, dibandingkan sukses tapi dengan cara yang curang. Ironisnya, gelombang pragmatisme, budaya instan dan perilaku mengagungkan materialisme telah mengikis banyak perilaku kejujuran di sekitar kita.

Berkaitan dengan kejujuran tersebut, dalam konteks Pemerintah Indonesia, Indeks Persepsi Korupsi kita masih berkutat di urutan ke-100 dari 183 negara yang disurvei oleh Lembaga Transparansi Internasional. Sedihnya, peringkat kita tersebut sejajar dengan negara-negara semacam Benin, Burkina Faso, Djobouti, Gabon, Madagaskar, Malawi, Sao Tome & Principe, Suriname, dan Tanzania!!

Dalam lingkup kehidupan kampus, perilaku para civitas akademika juga banyak menyimpang dari prinsip kejujuran yang seharusnya dikedepankan. Ada berita di beberapa koran nasional bahwa terdapat dosen dan Guru Besar yang menjiplak karya tulis rekan sejawat untuk kenaikan jenjang jabatan, ada mahasiswa yang menyalin skripsi dan tugas perkuliahan dari internet dengan tujuan mendapatkan nilai terbaik dan banyak contoh lagi yang sehari-hari terkadang bisa kita temui.

Apa yang salah? Ada baiknya kita menanyakan hal tersebut kepada nurani kita – apakah kejujuran masih merupakan bagian dari keseharian kita? Dari pertimbangan tindakan kita sehari-hari? Dari setiap pekerjaan yang kita lakukan? Memang benar bahwa suatu kecurangan (fraud) terjadi jika ada 3 faktor yang terlibat – peluang, kesempatan dan pembenaran. Tapi faktor terbesar tentunya ada pada dorongan di dalam diri kita untuk melakukan kecurangan (baca: niat), sekecil apapun peluang dan kesempatan, serta seminimal mungkin alasan pembenaran, tapi dorongan dari dalam diri yang begitu besar – maka kecurangan pun akan kita lakukan.

Mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang diharapkan bisa menjadikan kejujuran sebagai bagian penting dari kehidupan kesehariannya. Hindari perilaku yang curang, manipulatif dan kolusif demi menggapai keberhasilan belajar. Kebanggaan sebagai orang yang berhasil karena jujur – walaupun berat dan penuh tantangan –  jauh lebih berharga dibandingkan kemudahan sesaat dan keberhasilan sejenak yang digapai dengan berbuat curang. Oleh karena itu, jika jalan menuju kebaikan semakin menanjak dan nafas kejujuran semakin tersengal, ingatlah kata bijak Sophocles di awal tulisan ini: Rather Fail with Honor than Succeed by Fraud!

Selamat belajar dengan jujur!